Nama gue Bella, dan loe bisa manggil gue Bell atau Abel.
Biasanya sih, gue lebih sering dipanggil Abel dari pada Bell. Dan kalau
kalian mau manggil gue Bell kek, Abel kek, nggak apa-apa kok!
Gue punya satu cerita yang satu-satunya bikin gue merinding dari
cerita-cerita horror lainnya. Ini cerita beda banget sama cerita-cerita
horror yang lainnya. Cerita ini emang nggak nyata, tapi ini seperti
nyata tapi di dalam mimpi. Yup! Ini cuma mimpi. Dan mimpi ini lebih
mengerikan dari pada mimpi-mimpi yang lain. Hiii …
Gue setengah tidur, setengah bangun, alias setengah sadar, dan
setengah nggak sadar. Samar-samar gue dengar percakapan bokap sama
nyokap gue. Gini nih kalau cerita yang gue dengar waktu itu.
Bokap: “kita ziarah yuk!”
Nyokap: “nanti, Pa! Mama lagi bersih-bersih bareng adek (adek yang dimaksud adeknya nyokap gue).”
Bokap: “okeh! Nanti siang, ya?”
Nyokap: “iya, Pa!”
Nah, dibilang mau ziarah, gue baru inget kalau gue baru aja udah belajar tutorial hijab baru. Pengeeennn banget gue ikut!
“Pah, Abel ikut, ya?” pinta gue. Tapi nyokap maupun bokap gue nggak ada
yang ngejawab. Akhirnya, gue tidur, terus bangun, dan tidur lagi.
Bangun tidur, tidur lagi. Bangun lagi, tidur lagi. Banguuun! Tidur lagiii!
Nah, dari bangun-tidur-bangun-tidur lagi, di sinilah cerita mimpi kayak nyata itu datang.
—
Gue bangun. Masih merasa kayak di dalam mimpi. Kepala gue agak
pusing. Tapi gue bergegas nyari baju buat pergi ziarah kubur. Karena
waktunya kepepet banget, akhirnya nyokap gue turun tangan ngebantuin gue
sambil ngomel-ngomel karena gue lambat bangun dan bentar lagi bokap gue
bakalan pergi. Jadi, tanpa perlu mandi, gue udah pake baju. Entahlah,
gue juga nggak ingat. Tiba-tiba aja gue udah pake baju yang dipilihin
nyokap gue barusan.
Setelah selesai pake baju (padahal udah kepake dengan ajaibnya),
ternyata bokap gue nggak jadi ingin pergi ziarah. Jadi, sebagai
gantinya, gue dititipin sama tante gue yang kebetulan mau ziarahan juga.
Untung aja gue ada temen. Fiona dan Nauzan.
Gue pun keluar dari rumah dan lari-lari nemuin Fiona dan Nauzan.
Padahal, gue males banget lari-lari kayak gitu. Takutnya kehausan,
karena lagi puasa. Tapi lebih baik lari dari pada ditinggalin.
Ini yang bikin gue kesel! HA-RUS JA-LAN KA-KI!!! Huuuhhh … Udah capek,
tante gue dan Nauzan lagi semangat, dan Fiona yang jalannya … duuuhhh …
nggak kebayang gimana cepatnya! Lebih cocok dibilang lari dari pada
jalan. Dan dari semua yang pergi ziarah, cuma gue! Gue seorang yang
paaaling lemes!
Tinnn tiiinnn!!!
Terdengar suara klakson sepeda motor dari arah belakang. Gue berbalik dan gue temuin kakak gue yang lagi make sepeda motor.
“ngapain, Kak?” Tanya gue basa-basi.
“tadi, disuruh Papa nganterin kamu biar kamu nggak kecapean!” jawabnya.
Karena jawaban dari kakak gue, gue jadi seneeeng banget! Karena akhirnya
gue nggak perlu lagi capek-capek ngikutin tante gue yang jalan kaki.
Gue pikir, kenapa nggak manggil taksi biar nggak kecapean? Tapi biarlah,
itu urusan tante sama yang lainnya.
Tapi, baru setengah jalan, eeeh, kakak gue malah nyetop deket jembatan.
“kenapa setop, Kak?” Tanya gue.
“jembatannya diperbaikin orang!” ujar kakak gue. Gue bingung. Perasaan,
jembatan yang diperbaikin itu jembatannya masih jauh dari sini. Pas gue
lihat, ternyata bener! Jembatannya diperbaiki! Tapi tunggu, katanya
dibaikin, kok, orang yang lagi baikinnya nggak ada, ya? Terus, kenapa
nggak dibikin jembatan darurat? Biar mudah lewatnya. “kita naik getek
aja!” usul kakak gue.
Sebelum lanjut, kalian tahu nggak getek itu apaan? Apa? Getek itu
semacam perahu yang ditarik menggunakan tali dari satu pulau ke pulau
lain.
“oke!” jawab gue seneng. Gue seneng karena jarang-jarang gue bisa naik
getek. Nggak kayak temen sekolah lainnya yang terpaksa naik getek karena
jembatannya yang sedang diperbaiki.
Kakak gue kelihatan celingak-celinguk lihat ke sungai. Gue pikir,
ngapain celingak-celinguk? Geteknya aja udah kelihatan dari sini.
Setelah celingak-celinguk, kakak gue naik sepeda motor. Gue ikut naik
tanpa mengatakan kalimat apapun. Sepeda motor pun pergi beberapa meter,
lalu setop lagi. Dan lagi-lagi kakak gue celingak-celinguk lihat ke
sungai. Gue bingung lagi. Udah tahu geteknya di sini adanya cuma satu.
“eh, nggak jadi deh, naik geteknya.” Kata kakak gue lemes. Lemeees banget!
“kenapa?” Tanya gue. Kakak gue diem, dan sekejap, gue baru ingat
sesuatu. “oya! Kakak takut naik getek, kan?” Tanya gue yang baru aja
ingat kakak gue pernah bilang kalau dia takut naik getek. Duuuh, udah
gede masiiih aja takut naik beginian.
Dari sini gue mulai bingung. Kakak gue tiba-tiba aja ngilang entah
kemana. Gue merasa kembali lagi menjadi anak kecil walaupun dari segi
fisik nggak sedikit pun berubah menjadi anak kecil. Gue berpaling ke
arah belakang, dan gue temuin Fiona, Nauzan dan tante gue. Tapi mereka
nggak bertiga aja. Ada lima cowok lain. Sepertinya mereka bukan berasal
dari Indonesia, tapi Korea! Jika dilihat, penampilan mereka terlihat
seperti sebuah boyband dari pada warga biasa.
Salah satu dari Orang Korea yang berambut biru (ya, rambutnya biru hasil
dari nyemir) manggil gue supaya mendekat ke sana. Entah mengapa kaki
gue serasa ada yang menggerakkin. Padahal niat gue ke sana buat nemuin
Fiona, Nauzan, sama tante gue. Tapi arahnya berpindah pada cowok-cowok
Korea itu. Yang berambut biru tadi langsung meluk gue. Iiih! Sebenernya
gue ogah dipeluk-peluk kayak gituan. Tapi gimana lagi? Badan gue serasa
lemah, nggak ada kekuatan. Lalu cowok itu ngegelitikin gue. Gue mau
ketawa kencang dan meminta tolong, tapi rasanya suara gue udah hilang,
dan yang bisa gue perbuat hanyalah ketawa-ketawa tanpa suara.
“gue mau ini! Gue mau ini! Gue mau ngebeliin cewek gue ini!” hah?!
Sepintas terpikir oleh gue, kok, cowok Korea bisa ngomong bahasa
Indonesia? Dan … ngapain dia pegang-pegang kaos dalam gue? “gue mau
ngebeliin cewek gue ini! Ini rok yang diidam-idamkan cewek gue!”
sambungnya.
Hah?! Rok?! Panca indranya kemana, sih? Kaos dalam dibilang rok! Udah tahu gue nggak pake rok!
“cewek loe pasti seneng tuh, kalau loe beliin rok kayak gituan!” ujar temennya yang berambut pirang.
Dengan paksaan, gue melepaskan diri dari pelukan cowok gila itu. Dan
sekarang terjadi kejadian yang aneh lagi. Tiba-tiba aja di depan gue ada
tiga anak cewek yang gue kenal dan masih dibawah umur gue lagi
tidur-tiduran di teriknya panas matahari. Mereka adalah Nausara, Vynna
dan Liza. Yang anehnya lagi, mereka bertiga tidur-tidurannya pake
bantal! Itu tidur, atau bener-bener tinggal di pinggir jalan?
“eh, Kak Abel! Ayo, Kak istirahat dulu di sini!” ujar Vynna sambil
nepuk-nepuk bantal kapuk yang tel*njang (tel*njang ya maksudnya nggak
pake sarung).
Entahlah semua kejadian ini terasa ada yang mengendalikan. Seperti
seorang Script Writer yang sedang menuliskan kejadian gila ini. Mungkin
sekarang dia sedang menuliskan “Abel pun ikut beristirahat bersama tiga
anak perempuan itu”. Pantas aja gue tiba-tiba aja mau ikut sama mereka
di bulan puasa ini berjemur di teriknya panas matahari tanpa ada rasa
haus.
Gue melirik ke arah lima cowok Korea yang gila tadi. Gue kaget!
Kenapa? Gimana nggak kaget? Di sini cahaya mataharinya terik banget! Dan
di sana terlihat mendung dan sejuk. Di tambah lagi ada kakaknya Fiona
yang lagi ngobrol-ngobrol sama lima cowok Korea gila dengan gaya
“Chibi-Chibi” gitu.
“Kak, Kak, Kak!” ujar Vynna menyolek bahu gue. Gue berbalik arah pada
Vynna. “Kak Abel lihat cowok yang berambut biru itu, kan?” tanyanya. Gue
mengangguk. “dia itu bekerja di kantor ayahku, Kantor RisaRira.”
Ujarnya.
Kantor RisaRira. Baru kali ini gue dengar ada kantor namanya RisaRira.
Gue lirik lagi cowok berambut biru yang meluk-meluk gue tadi. Wajahnya
mirip banget sama Guru Doong Ju, dokter hewan yang ada di film My
Girlfriend is Gumiho. Miriiip bangeeet! Cuma rambutnya aja yang berbeda.
Dia kurang tersenyum. Dari raut wajahnya, dia lebih sering melamun.
Sama seperti halnya Guru Doong Ju.
Suasananya seperti fast motion. Cepat banget berlalu. Matahari telah
tenggelam. Dan dengan rasa lemas, gue berjalan menuju rumah sendirian.
Malam hari di rumah, gue mandi dan saat sedang make baju, ada
kejanggalan yang bikin gue bingung. Seperti ada yang memata-matai gue.
Gue lirik ke arah jendela, dan gue lihat ada sebuah bola aneh berwarna
biru. Benda itu gue ambil dan gue perhatikan dengan detail. Bola itu
mempunyai satu mata yang besar dengan tiga tanda segitiga di atas
matanya. Karena gue takut, gue banting tuh bola aneh. Dan saat
dibanting, keluar lendir berwarna biru seperti putih telur mentah.
Tiba-tiba aja, ada bola aneh itu lagi. Tapi kali ini ada tiga! Dua buah
berwarna biru, dan satu berwarna merah. Dan ciri-cirinya sama dengan
bola yang pertama. Mata besar, dan tiga buah tanda segitiga di atas mata
mereka. Karena gue takut bakalan semakin parah, akhirnya gue keluar
kamar dan memutuskan untuk keluar rumah aja sekalian. Dan … what
happened?
Di sini lebih parah dari pada saat gue berada di dalam kamar. Di sini
banyak sekali bola-bola aneh tadi. Dan bukan hanya itu! Di sini juga
banyak benda aneh seperti selang yang ujungnya mempunyai mata, seperti
Tali Penegak Keadilan milik Doraemon yang tugasnya mengikat orang-orang
yang berbohong atau nakal. Warnanya pun beragam. Ada kuning, hijau,
merah, dan biru. Benda-benda aneh ini membuat teras rumah gue
berantakan. Ini aneh! Aneh sekali! Gue nggak pernah ngalamin hal seperti
ini. Gue pengin teriak minta tolong. Tapi entahlah, suara gue serasa
tercekat di tenggorokan.
Gue lirik ke sekitar dan gue ketemu pulakunya! Pelakunya tiada lain dan
tiada bukan adalah lima cowok Korea gila tadi siang! Tapi kali ini
mereka berdua saja, yang bertiga lagi gue nggak tahu di mana. Cowok yang
mirip Guru Doong Ju itu kali ini nggak lagi serba biru. Kali ini dia
berubah menjadi serba kuning. Malah temennya yang mirip Cha Dae Woong,
seperti di film yang sama, My Girlfriend is Gumiho, itu yang serba biru.
Cowok yang mirip Guru Doong Ju itu melempar bola aneh berwarna biru,
dan cowok yang mirip Cha Dae Woong itu melempar bola aneh berwarna merah
ke arah gue.
—
Kali ini gue bangun. Bangun beneran namun masih merasa di alam bawah sadar gue. Dan akhirnya gue tidur lagi.
—
Gue ambil salah satu bola aneh warna merah. Gue berencana untuk
menanyakan pada Vynna tentang hal ini. Gue lari menuju rumah Vynna yang
nggak jauh dari rumah gue. Tapi gue tak bisa berlari lagi karena gue
dikepung oleh lima cowok Korea gila itu. Dua di depan gue sambil membawa
2 ekor kucing putih bertutul merah dan biru, dan tiga di belakang gue
sedang membawa bola-bola aneh berwarna merah, biru, dan kuning.
Waktu itu, gue sebaaal banget! Gue cenggram kuat-kuat bola yang ada
di tangan gue dan yang terjadi bukannya pecah, malah terbelah menjadi
empat bagian dengan ukuran yang lebih kecil dari sebelumnya yang
berukuran seperti bola voli.
Dua cowok yang lagi megang kucing itu langsung melempar dua kucing yang
dipegangnya ke arah gue. Karena gue takut, gue tendang tuh kucing
sehingga tak bisa bersama lagi, walaupun sebenarnya gue ini pecinta
kucing. Gue tahu, pasti salah satu kucing itu betina dan satunya lagi
jantan. Jika sel sperma kucing jantan memasuki sel telur sang betina,
maka akan terjadi pembuahan yang pastinya akan mengeluarkan bola aneh
barusan. Entah apa yang mereka perbuat pada dua ekor kucing yang cantik
itu, yang pasti kucing hasil kloning itu akan mengeluarkan telur,
bukannya anak.
—
Semua terjadi dengan saaangat cepat! Gue tak ingat lagi apa yang
terjadi setelah gue menendang dua kucing cantik itu. Yang pasti, gue
bangun dengan suhu yang panas. Gue ngebayangin lagi tuh mimpi kayak
gimana. “kenapa nggak ada yang nolongin gue?” pikir gue. “mungkin waktu
di dalam mimpi nggak ada orang lain di sekitar. Hanya gue dan lima cowok
Korea gila itu.”
Itu semua terjadi entah karena gangguan Syaitan atau karena teguran
dari Tuhan. Tapi, jika gue pikir lebih lanjut, sepertinya ini bukan
karena gangguan Syaitan, namun karena teguran Tuhan. Kenapa gue bisa
yakin dengan itu? Karena gue ngedapetin mimpi yang Super Duper aneh itu
di bulan Ramadhan. Di bulan Ramadhan, pintu Neraka dikunci dan para Jin,
Iblis, dan Syaitan dipenjara di dalam Neraka. Itu berarti mimpi aneh
ini adalah teguran dari Tuhan. Tuhan menyuruh gue untuk bangun dan nggak
molor-molor melulu di atas tempat tidur. Karena sebelum gue molor
kelamaan, gue lupa baca do’a.
Astaghfirullahal ‘azhiiim …
0 komentar:
Posting Komentar