“Dear Bestfriend, You’re the best, and I just canbe your friend… Hopefully more than that…”
Kamu..
Lelaki misterius yang selalu tampil rapih di depanku… Misterius? Ya..
Aku tak pernah bisa menebak apa yang ada dalam pikiranmu.. Selalu.. Dari
dulu.. Awal mengenalmu.. Sebenarnya kau orang yang sangat menyenangkan,
“Dia bisa menjadi orang yang lebih gila dari biasanya ketika kamu
menggila bersamanya..” Begitulah kata teman-temanmu..
Kamu..
Seperti memiliki dua kepribadian, kadang terasa amat dingin kadang
terasa sangathangat. Tapi, dalam keadaan apapun kau selalu membuatku
salah tingkah, bingung, membuat pipiku sakit karena terlalu banyak
tertawa bersamamu, membuatku gemetaran, dan jantungku berdetak lebih
cepat.. Sejak awal kita bertemu, bahkan dari awal kita berkenalan..
Berlebihan memang, tapi itulah yang ku rasakan.. Mungkinkah aku mulai
menyukaimu? Ya, aku menyukaimu dengan sangat jelas.. Ku rasa itu tak
salah, toh kau tak ada yang punya.. Kau bilang sudah 2 tahun ini kau
menyandang status jomblo, cukup lama ya? Aku sendiri baru 3 bulan yang
laluputus…
Aku ingat, waktu itu aku bertanya padamu, “Kenapa kau tak mencari pacar yang baru?”. Kau bilang, itu karena kau belum
mempunyai pekerjaan.. “Sungguh dewasa…”, pikirku.
Kau tau? Aku pernah mencoba menguji perasaanku padamu. Sudah sejauh
apakah ini? Diam-diam aku mempunyai pacar.. Hmm, mungkin aku memilih
orang yang salah, orang yang bahkan tak bisa menghargai wanita.. Aku
hampir putus karena hal itu, dan kau masih belum tau.. Aku sempat
bertemu dengannya, tak ada yang istimewa, malah aku menginginkannya
lekas pergi.. Aku terlalu takut dengannya, dengan lelaki seperti itu..
Dia ingin kami bertahan, tapi aku terlanjur hilang rasa.. Aku
menceritakannya padamu.. Awalnya kau terkejut mendengar aku
menceritakannya, tentang orang yang saat itu menjadi pacarku, tentang
statusku.. Sepertinya kau sempat merasa ku bohongi ya? Aku tak pernah
membohongimu, sama sekali tidak… Saat kau mendengar semuanya, kau bilang
aku harus segera memutuskan hubunganku dengannya.. Memang itu yang
akhirnya ku lakukan.. Buat apa aku bertahan? Toh dia tak bisa
menghargaiku, toh aku sudah tau seberapa jauh aku menyukaimu…
Lalu kamu dan aku.. Kadang bercanda, saling meledek.. Aku memanggilmu
“Sipit” sejak pertemuan pertama kita dulu, dan kau memanggilku
“Tembem”, kau bilang itu panggilan sayang untukku.. Menyebalkan memang,
tapi sejujurnya aku amat menyukainya ketimbang saat kau memanggil namaku
saja. Terkadang kau memanggilku “Sayang” dan aku yang tak pernah suka..
Aneh bukan? Mungkin karena aku terlalu takut kau beri harapan palsu..
Atau aku yang terlalu peka ya? Entahlah…
Hari itu, aku memberanikan diri memintamu menjadi sahabatku.. Dan kau
menyanggupinya.. Bagiku itu sudah cukup, bukankah terlalu cepat jika
aku mengungkapkan perasaanku dan meminta lebih? Lagipula saat itu kau
masih belum mendapatkan pekerjaan, dan aku masih belum tau perasaanmu…
Kau ingat? Waktu itu aku menanyakan kebingunganku, soal perasaanku
yang berbeda saat bertemu denganmu.. Orang yang baru saja ku kenal..
Rasanya itu hanya berjalan semenit atau mungkin dua menit, begitu
singkat ‘kan? Tapi grogi-ku berjalan sebelum dan setelah aku bertemu
denganmu.. Bahkan saat itu, aku takut kau mendengar degup jantungku yang
begitu cepat dan keras, aku takut kau merasakan tanganku yang dingin
dan bergetar saat berjabatan dengan tanganmu, dan aku takut kau
menyadari betapa aneh wajahku yang terasa panas dingin karena tak bisa
lama menatapmu… Mungkin kau tau benar, kau bilang, “Mungkin kamu
menyukaiku..” Aku tak berani mengatakan “Memang”. Aku hanya
mengekspresikan rasa tak percayaku dan kau hanya tertawa…
Ku rasa kita sudah cukup dekat ya? Aku selalu memperhatikanmu,
perhatian yang lebih untukmu.. Kau biasa saja ya? Sepertinya aku terlalu
banyak berharap padamu ya? Hari itu, seseorang menyatakan perasaannya
padaku. Dia bilang dia mencintaiku, dan berharap aku menerima anugerah
yang diberikannya. Aku terkejut, bingung.. Kau entah dimana, sibuk
dengan kegiatanmu sendiri.. Aku menerimanya begitu saja, mungkin kau tak
tau atau memang tak mau tau.. Aku mencoba melupakan perasaanku padamu,
perasaan yang tak seharusnya ada, perasaan yang lebih padamu, sahabatku
sendiri…
Aku menyibukkan diriku dengannya, pacar baruku.. Sedangkan kita hanya
sesekali berhubungan lewat pesan singkat.. Sepertinya kau masih belum
tau ya statusku saat itu.. Aku mengalihkan semua perhatianku yang
tadinya untukmu kepadanya, bukankah itu wajar? Toh dia pacarku.. Aku
menceritakan semua masalahku dan hidupku bukan padamu lagi tapi
kepadanya atau dengan buku diary yang ku bawa kemanapun.. Kau menghilang
entah kemana…
Hubunganku dengannya semakin memburuk, dan aku tak mau ambil pusing.
Ku coba ‘tuk berpikir positif.. Hei, sepertinya kau mulai tau kami ya?
Dan kau mulai tak pernah memberi “jempol” mu di setiap statusku.. Tak
seperti biasanya.. Kau mengabaikannya, cukup lama.. Hingga aku
merindukan kegiatan harianmu itu…
Akhirnya aku putus dengannya.. Dan kau tak tau, aku juga tak memberi
taumu, untuk apa? Kau masih tetap dingin.. Kau masih kesal padaku
barangkali.. Aku sendirian.. Tanpamu.. Aku mencoba menghubungimu, benar
saja kau terlihat kesal padaku. Kau bilang, aku seperti angin yang
berubah arahnya, dan kau tak menyukai itu.. Aku merasa bersalah padamu,
aku berjanji memperbaikinya… Kau menungguku..
Waktu itu kita bertemu secara tak sengaja.. Ini kali kedua aku
melihatmu, kau menemuiku dengan sepupumu.. Aku malah bersikap aneh,
salah tingkah di depanmu, dan tanpa sadar mengusirmu… Aku merasa bodoh
dan amat menyesal.. Aku meminta maaf padamu ketika kau sampai dirumah,
kau memaafkanku dan mencoba mengerti sikap anehku tadi…
Kau sempat memajang foto wanita sebagai foto profilmu, kau bilang itu
temanmu.. Entahlah, aku tak menyukai hal itu walaupun itu hakmu.
Mungkin aku cemburu, aku kesal saat itu. Tapi aku tak mengatakannya
padamu, toh aku hanya sahabatmu.. Sahabat yang menyukaimu.. Setelah
putus dan semenjak aku berjanji padamu, aku hanya fokus padamu, berusaha
selalu ada untukmu.. Dan kau masih belum tau statusku ya?
Beberapa hari setelah pertemuan “aneh” kedua kita, kau datang
tiba-tiba. Kita memang sudah merencanakannya sejak lama, tapi aku tak
tau kau akan datang hari itu juga bersama temanmu.. Es pisang ijo
favoritmu.. Hari itu kita menikmatinya bersama… Sejujurnya aku masih
kaget dan mencoba mengatur perasaanku selama denganmu.. Sesekali aku
mencuri pandang padamu, tersenyum melihatmu, dan sesegera mungkin
mengalihkan pandanganku ketika kau menangkap mataku.. Sungguh tak
karuan, senyummu ya, yang katamu begitu mahal.. Aku menyukainya…
Malam itu kau mengangkat telfonku.. Dan untuk pertama kali kau
bernyanyi dengan gitarmu, lagu cinta yang kau nyanyikan, yang sepertinya
mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya.. Itu amat menyinggungku.. Aku
jatuh cinta pada semua itu, aku menobatkanmu menjadi satu-satunya
gitaris favoritku… Kau tak tau ya? haha..
Aku bertanya banyak, rasa ingin tau yang besar.. Kau bilang kau
menyukai seseorang yang sudah memiliki pacar.. Entahlah, aku agak
kecewa.. Tapi lagi-lagi itu hakmu bukan? Aku bercerita padamu soal
perasaan sukaku pada seseorang, tanpa memberitahumu bahwa kamulah
orangnya… Kau tau aku telah lama putus dengan pacarku.. Basa-basi ku
tanyakan padamu tentang wanita yang kau sukai, dengan cuek kau bilang,
“Sudah tidak menyukainya, mengenal saja tidak, sudah jangan dibahas…”
Aku menurutinya, bagiku jawaban itu sudah memuaskan hatiku.. Apa
kemarin kau menipuku ya? Tak tau lah.. Kau balik bertanya soal orang
yang ku sukai, ku bilang aku takkan memperjuangkannya lebih jauh karena
tak mau merusak persahabatan kami.. Kau bertanya, “Apakah aku
orangnya?”.
Aku diam, tak lekas menjawab, aku takut salah langkah, aku tak mau
kau mengetahuinya, aku mengabaikan pertanyaanmu, itu malah membuatmu
kesal dan marah… Kau tau aku tak pernah mau bermusuhan denganmu, maka
aku mengungkapkan perasaan sukaku padamu, secara tulus, tanpa meminta
apapun.. Dan kau hanya diam… Mendiamkanku selama seharian, membuatku
bingung hingga mengirimkan banyak pesan berinti “maaf” padamu… Namun kau
masih terdiam…
—
“Aku harus pergi.. Bukan meninggalkanmu… Tapi hanya terlepas darimu…
Jika kamu yakin akanku, maka memang inilah cara yang terbaik untuk
dijalankan…”
Aku tak habis pikir akhirnya kau benar-benar mengatakannya.
Sejujurnya aku senang walaupun sebelumnya aku kesal padamu. Aku bingung,
haruskah aku mengatakannya? Menyebalkan memang aku terlalu banyak
berpikir, susah mengatakan memang. Dan sifatku yang dingin padamu,bukan
maksudku menguji kesabaranmu.. Aku sangat senang kau peduli padaku,
peduli pada keadaanku, dan kalimat-kalimat semangat darimu yang berharga
bagiku namun tak pernah ku balaskan. Kau sangat sabar menghadapiku,
sangat tulus padaku.. Aku hanya merasa belum menemukan waktu yang tepat
dan aku takut sikapku nantinya hanya akan membuatmu hancur untuk yang
kesekian kali dan hubungan kita pun begitu.. Aku tak pernah mau
menyakitimu..
Hei, kau ingat pertama kali kita berkomunikasi? Baru kali itu aku
berani meminta nomor seorang wanita secara langsung, dan itu juga
pertama kali kita berkenalan bukan? Memang aku sudah mengenalmu sejak 3
tahun yang lalu. Sejak sahabatku bercerita tentangmu, tentang
perasaannya padamu, dan yahh aku tau sedikit tentangmu dari ceritanya.
Hingga dia melupakanmu, karena kau tak menganggapnya lebih dari sebatas
kakak.
Aku memikirkan cara yang tepat agar bisa “nyambung” denganmu.. Kau
saat itu sedang asyik berlatih menggambar tokoh-tokoh kartun Jepang itu,
kebetulan sekali aku punya beberapa gambar buatanku sendiri yang bisa
ku pakai sebagai usaha awal mengenalmu, hehe.. Dan itu berhasil..
Malam itu aku berencana menemuimu, aku ingin tau seperti apa kau.
Mendadak memang, tapi biarlah.. Kau toh menyanggupinya walau bilang,
“sebentar saja..” Tak apalah, yang penting kita sudah bertemu.. Aku
menunggumu diluar bersama temanku.. Dan kamu, diam membisu di depan
pintu rumahmu, mengapa tak menyapaku? Aku melihatmu, menghampirimu,
menatapmu, dan kemudian mengulurkan tanganku.. Kau diam, tertunduk, kau
terlihat amat gelisah, tanganmu dingin dan bergetar.. Lucu sekali kau..
Wajahmu dan pipimu terlihat amat konyol..Aku tak hentinya tersenyum
melihatmu.. Sejenak kita berbasa-basi, mungkin satu atau dua menit,
kemudian aku pamit pulang padamu. Kau memanggilku, ku pikir kau akan
menahanku ternyata hanya menyuruhku berhati-hati dan kemudian kau
langsung berlari masuk ke dalam rumahmu.. Kau benar-benar konyol.. Sejak
saat itu aku memanggilmu “tembem” sebagai panggilan sayang untukmu dan
kau memanggilku “sipit”, sesukamulah…
Kau tau, aku agak terkejut saat kau menceritakan tentang pacarmu.
Bukannya kemarin-kemarin kau bilang kau tak punya pacar ya? Lalu kau
menjelaskannya, menceritakan semua masalahnya dan meminta pendapatku.
Aku heran, bagaimana bisa kau berpacaran dengan lelaki seperti itu?
Ceroboh sekali.. Lebih cepat kau sudahi hubunganmu dengannya lebih
baik..
Kau itu memang benar-benar bodoh atau hanya berpura-pura bodoh ya?
Kau selalu tak dapat menangkap dengan cepat semua tanda yang ku berikan.
Lambat sekali, menyebalkan.. Semua itu, panggilan sayang, sikapku, dan
apapun yang ku lakukan apa tak membuatmu mengerti ya?Aku mulai
menyayangimu apa kau tak menyadarinya ya? Kau malah memintaku menjadi
sahabatmu, yang benar saja. Apa cuma itu yang kau inginkan? Cuma menjadi
sahabatmu? Ah sudahlah, mungkin lebih baik aku mencoba mengertimu.. Toh
dengan status ini pun aku tetap bisa mempunyai alasan untuk tetap dekat
denganmu, orang yang mulai ku sayangi.. Atau malah mulai ku cintai?
Entahlah..
Hei Tembem, sepertinya kau menyukaiku ya? Dari ceritamu itu, aku tau
kau sepertinya ada rasa denganku.. Kalau mantanmu itu hanya membuatmu
tak nyaman, lalu membuatmu takut saat kau bersamanya tapi saat kau
bersamaku kau malah terlihat grogi, salah tingkah, mungkin juga keringat
dingin, sepertinya kau berhasil jatuh cinta padaku pada pandangan
pertama.. Ah mungkin bukan pada pandangan karena kau bahkan tak sanggup
memandangku ‘kan? Bahkan pertemuan “aneh” kedua kita, dengan wajah dan
sikapmu yang masih sama konyolnya, kau sangat bodoh hingga mengusirku..
Ah kau memang sangat aneh, sebenarnya kau menyukaiku atau membenciku
sih?
Kau kemana? Jarang sekali memghubungiku.. Aku menunggumu tau, dasar
menyebalkan.. Apa kau sudah tak peduli padaku ya? Kau itu lama-lama
terlihat seperti angin dengan arah yang berubah-ubah. Aku tak menyukai
itu, yang jelas aku merindukan saat kau menjadi udara disekitarku, udara
yang ku butuhkan untuk tetap hidup dan bermimpi..
Oh, pantas saja.. Jadi kau sudah punya pacar? Kau mengabaikanku
karenanya? Menyebalkan mengakui bahwa sepertinya aku cemburu.. Dan dia,
siapa dia?Kenapa aku tak tau soalnya? Kau suka sekali menarik ulur
perasaanku, benar-benar membuatku kesal.. Dasar angin! Memang kau saja
yang bisa mengabaikan? Lihat dan tunggu saja pembalasanku..
Angin bodoh, akhirnya kau kembali ya? Kemana pacarmu itu, hah?
Huh,kau bertingkah seolah tak ada salah padaku. Memang kau ini malaikat
yang tak mungkin bersalah padaku? Kau bahkan tak mengerti perasaanku
selama ini. Dan sikapmu yang seperti angin itu, harus ku balas agar aku
tau perasaanmu yang sebenarnya. .Aku sengaja memasang foto seorang
wanita sebagai profilku, aku ingin tau bagaimana ekspresimu saat
melihatnya… Kau malah mengira itu pacarku dan memberikan selamat padaku,
bodoh sekali kau.. Tak mungkin aku berpacaran dengan orang yang tak ku
sukai, lagipula aku hanya suka padamu tau!
Hei, kau ingat pertemuan ketiga kita? Kau nampak begitu terkejut
melihatku datang. Bukankah kita sudah merencanakannya sejak lama? Kita
menanti tempat itu buka dan menunggu cuaca yang tepat setiap harinya
sejak pertemuan kedua kita.. Ini favoritku, es pisang ijo favoritku yang
kita tunggu sejak berhari-hari lalu…
Ehm, kau melirikku ya? Kau lucu sekali, berapa kali lagi kau mau
melakukannya? Aku tak melihatnya langsung, tapi aku bisa merasakannya
tau.. Dan jangan berpura-pura tidak sedang melihatku dengan cara
mengalihkan pandanganmu itu.. Kau itu satu-satunya gadis terkonyol yang
pernah ku kenal dan gadis yang mungkin tak bisa berpura-pura.. Aku
semakin yakin kau memang menaruh hati padaku..
Aku senang kau meneleponku malam itu, saat yang tepat untuk banyak
bicara denganmu walaupun tak melihatmu langsung.. Kau tau aku sedang
memegang gitar, padahal aku tidak mengatakannya bahkan saat kau ngotot
aku sudah membohongimu.. Ah barangkali aku memang tak pandai berbohong,
aku hanya pandai.. Pandai menyembunyikan perasaanku, terutama yang
tertuju padamu..
Lagu yang ku nyanyikan, ini sebenarnya sesuai kemauanmu, lagu yang
mengungkapkan perasaanku, perasaanku padamu.. Bukan karena memang aku
telah menghapalnya atau karena lagu ini paling mudah untuk ku mainkan..
Tapi aku tak mungkin mengatakannya bukan? Setauku kau masih mempunyai
pacar..
Hmm, kau sangat ingin tau perasaanku dan semua tentangku ya?Biarlah,
mungkin pertanyaanmu itu akan membuatku tau bagaimana perasaanmu.. Ku
bilang, “Aku menyukai seseorang yang telah memiliki pacar..” Aku tak
memberitau bahwa kamulah orangnya.. Dan kau bilang, kau menyukai
seseorang sejak lama, siapakah? Apa dia pacarmu? Aku tak mungkin
menanyakannya, biar saja waktu yang nantinya menjawab..
Sejak kapan kau putus dengan pacarmu? Kenapa aku tak tau?Apa kau tak
menganggapku sahabatmu ya hingga kau tak menceritakannya padaku?
Terserahlah, yang penting kau sudah tak punya pacar.. Jadi kau bisa
kembali menjadi udara di sekitarku lagi ‘kan? Sahabat yang menyukaimu
diam-diam..
Kau kembali menanyakan soal wanita yang ku sukai.. Aku tak mau
merusak moment kembalinya “kita”, aku menjawabnya seadanya, ku bilang
aku tak mengenalnya.. Agak aneh memang, tapi memang aku tak mengenalmu
saat kau jauh dari sisiku dan bersamanya.. Dan tentang orang yang kau
sukai sejak lama itu, kau tak mau memperjuangkannya? Kau bilang tak mau
merusak persahabatanmu dengannya.. Memang ada berapa sahabat pria yang
kau miliki sih? Aku penasaran dan bertanya, “Apakah aku orangnya?” Aku
benar-benar penasaran karenanya, tapi kau malah mengalihkan topik
pembicaraan kita, menyebalkan.. Dan akhirnya kau bilang memang akulah
orangnya, kau memang menyukaiku.. Jujur aku senang perasaanku terbalas,
tapi bagaimana langkah kita selanjutnya?
Mengertilah, aku tak mau kehilanganmu jika suatu saat kita memang
bersama dalam satu ikatan cinta yang masih rapuh dan malah membuat kita
terpisah.. Aku ingin kita tentram.. Begini hingga akhirnya takdir yang
menyatukan kita.. Biarlah sekarang ku sembunyikan perasaanku,
mengalahkan egoku untuk bersamamu saat ini saja.. Toh kau pernah bilang,
“Cinta bisa menciptakan sesuatu, tapi cinta juga bisa menghancurkan segalanya..”
Dan aku akan menunggumu, hingga cinta menciptakan sesuatu yang abadi
di antara kita hingga tak perlu ada lagi yang dihancurkannya.. Maafkan
aku, perasaanku, dan caraku yang mungkin melukai kita..
0 komentar:
Posting Komentar