Setelah mata pelajaran sejarah selesai, segera kumasukkan
buku-bukuku ke dalam tas. Dan duduk di taman depan kelasku menunggu mata
pelajaran bahasa arab. Sendiri di taman kecil “sepi” inilah gambaran
hari-hariku belakangan ini. Tak tahu apa yang membuatku malas bercanda,
tersenyum malah makin “judes”. Ke sekolah hanya sendiri pulang pun
sendiri. Mungkin ini yang membuatku tak mempunyai teman dekat. Tapi
bagiku itu tak penting yang jelas allah sudah menentukan siapa yang
menjadi sahabatku nanti.
Kulirik jam tanganku ternyata masih lama. Kuayunkan langkah menuju
perpustakaan. Segera pilih buku-buku bernuansa sastra. Aha.. Ada lima
buku yang menarik perhatianku. Hanya butuh 30 menit satu buku
kuselesaikan lalu empatnya lagi kusimpan. Karena tak lama lagi aku
masuk. Di kelas, lagi-lagi sifatku menjadi-jadi. Aku makin malas
berbicara. Semua orang mungkin geram padaku. “ga urus” inilah yang
sering membiusku. Entah apa yang dikatakan teman-teman perempuanku. Di
kelas inilah penyakitku selalu kambuh “cuek” yah cuek secuek cueknya
pada teman. Entahlah aku juga tidak tahu dengan sifatku ini. Yang jelas
semua orang punya prinsip dan bagiku selama diamku tidak membuat orang
terdzalimi mengapa harus membuat lengkungan di bibir yang sebenarnya
penuh luka.
Jam istirahat sudah menegur. Kami bubar. Aku berlari kecil menuju
jendela. Kulihat di langit sang raja panas bersembunyi. Aku berlari,
menyambar orang-orang yang berjalan di tangga. “maaf dan senyum” bagiku
mampu meluruskan alis mereka yang melengkung karena sambaranku. Ku pun
kembali ke kelasku mengayuh tangan sembari melirik sang p***r di kelas
xii ips 1.
Ketika pulang, ada tantangan lagi belakangan ini. Yaitu bakso.
Sepanjang jalan dari kelas menuju tempat penjual bakso. Ada satu penjual
bakso yang selalu membuatku ingin makan bakso tersebut. Aku pun diajak
oleh sahabatku ke sana, akan tetapi ia lebih awal berada di sana. Selang
beberapa saat, aku menyusul. Aku menyerobot jalan sana-sini. Aku tak
sadar yang kurasakan terakhir adalah lengan kananku bersentuhan dengan
lengan kirinya. Kututup mataku lalu beristigfar dan berujar
“astagfirullahal’adzhiim, point ku berkurang gara-gara bersentuhan
dengan orang yang bukan muhrim. Yaa allaaah…” aku terdiam lalu membuka
mata. Yang terlihat adalah gigi. Orang itu malah tertawa melihat
ekspresiku yang berebihan. “astagfirullah kak” bentakku. Eh… Ia berlalu
kemudian tersenyum menebar pesona bak sinetron-sinetron di tv.
Ah… Gara-gara bakso nyawaku dan nyawanya hampir melayang…
0 komentar:
Posting Komentar