Selasa, 17 September 2013

Setapak Jalan Tinggi

Brruukk..
“Mal.. Bangun mal..”
Tiba-tiba saja terdengar sebuah dengkuran benda keras di depan rumahku. Tidak lama setelah itu, suara panggilan yang tak asing lagi mulai menyeru namaku. “Suara ayahku.” pikirku dalam hati. Nampak melemparkan namaku ke udara di depan pintu kamar. Aku mencoba tak menghiraukan, karena kantuk yang sudah tak tertahan. Namun namaku semakin meninggi di udara bersama suara ayahku yang tak henti memanggil. Tak ada pilihan lain. Aku pun bangkit, seraya mengatur napas dan mulai menyapu mata. Kali aja ada sesuatu yang menempel berkat tidur pagiku yang nyenyak. Nampak lampu kamar masih menyala, jendela pun tertutup rapat di sela-sela cahaya mentari yang sudah menusuk masuk dari celah-celah kaca yang tertutup dinding.
“Ada apa bah?”
“Tuh ada orang rabah di muka rumah kita, bantui..!” Sahut ayahku panik.
Akupun bergegeas ke luar rumah. Nampak darah telah mengalir di tangannya. Ia pun mencoba bangkit dan aku pun membantunya membangunkan kendaraan yang hampir jatuh ke pelataran rumahku.
Jalan di depan rumahku ini lebarnya hanya sekitar satu meter lebih sedikit saja. Sedangkan tingginya mencapai setengah meter. Dari permukaan bumi. Sehingga sedikit saja lengah bakalan jatuh deh dari jalan ini.
Sejak banjir mulai menyapa. Setiap tahun jalan di depan rumahku ini terendam banjir. karena memang letaknya tak jauh dari sungai. Hanya sekitar 2 meter dari jalan itu. Sungai mengalir bersama airnya yang seperti kopi susu. Tak pernah jernih dan mustahil bisa jernih. Kecuali Allah menghendaki.
Karena setiap tahun terendam banjir hingga ketinggian sepinggang anak kecil atau sedikit ke atas lutut orang dewasa.
Maka oleh para penduduk yang biasa lewat. Akhirnya mencari dana untuk peninggian jalan ini. Dan alhamdulillah sekitar tahun 2008 itu pernah di tinggi’in jalannya. Namun hanya menggunakan tanah merah saja. Semua itu tak mempan. Ketika setahun kemudian banjir datang lagi, jalanpun kembali tergenang. Meskipun tak terlalu tinggi lagi namun berkat genangan air. Tanah pun menjadi becek dan sukar di lewati. Sering kali sendal jepit lenyap di makan tanah kental.
Proyek PNPM memang ada di sini cuman itu di gunakan untuk perbaikan jalan sebelah. Jadi Gak sampai ke jalan di depan rumahku dan sekitarnya.
Hingga akhirnya para penduduk mencari dana kepada sebuah partai. Entahlah partai apa, kurang tau saya. Dan proyek peninggian jalan pun berlangsung hingga beberapa bulan. Dimana jalan di beri dik di samping-sampingnya dan di isi tanah merah di atas lalu di atasnya lagi di kasih batu-batu hingga akhirnya di AspaL dengan motor stom kecil menekan aspal menjadi kuat.
Alhamdulillah sekarang jalannya pun telah tinggi. Setengah meter lebih tinggi dari pada rumahku. Dan sejak itu jalanan ini tak pernah tergenang air lagi. Namun kehati-hatian ketika melintas harus di utamakan karena sampai sekarang tercatat tiga orang yang sudah terjatuh dari jalanan ini. Kejadian itu dua kali tepat di depan rumahku. Dan satunya lagi terjadi tak jauh dari rumahku.
Itu untuk kendaraan. Sedangkan untuk sepeda. Entah lah berapa kali.
Tak lama sekitar dua bulan yang lalu ketika keponakan ku datang dari kalimantan-timur. Hari-hari ia habiskan disini bersama sepeda adikku. Gak pagi, gak sore pasti bersepeda. Memang dia pengen banget di belikan sepeda, besar. Cuma karena masih tergolong kecil jadi sepedanya di kalimantan-timur itu masih sepeda kecil. Nahh ketika di sini ada sepeda besar. Maka sedetik pun tak ia sia-siakan waktu tanpa bersepeda. Hingga akhirnya pada suatu hari. Ia teriak-teriak tidak jauh dari rumahku ini. Teriak kencang minta tolong. Orang rumah pun berhamburan keluar. Mencari sudut suara yang memanggil-manggil. Waah ternyata dia bersama sepeda itu meloncong jauh ke angkasa. Entah lah bagai mana kejadiannya yang ku liat dia sudah di bawah jalan, sangat jauh dari bibir jalan. Sepertinya kencang betul dia mengayun sepeda itu hingga melintas bukan pada tempatnya.
Untung saja dia tidak apa-apa ketika di liat, eehh malah ketawa. Dan gak ada luka apa-apa juga di tubuh kecilnya. Namun itu tak menjadikan kata ampun untuk tidak di marahin bundannya.
“Kamu sihh naik sepeda terus,” ujar bundannya. Dia gak jawab, hanya bisa tertawa. Kegirangan, sepertinya kejadian itu adalah kenangan bahagia buat dia saat berlibur ke desa ini. Kejadian itu pun tak menyurutkan keinginan keponakan laki-laki ku ini untuk terus menaiki sepeda yang tak pernah sampai tempat duduknya itu. Sepedanya kebesaran, sehingga ia hanya bisa berdiri kalau naik sepeda itu. So.. Pantatnya tak sampai mendudukin Lapak sepeda.
Cerpen Karangan: Ahlal Kamal
Blog: http://ahlalkamal.mywapblog.com
Seorang Mahasiswa STIQ Amuntai Kalimantan Selatan.
Lahir di Amuntai pada 7-Sep-1993.
Pengalaman menulis = masih baru belajar.
Fb : Ahlal.pkl[-at-]gmail.com
twitt : @ahlal_kamal

0 komentar: