Selasa, 17 September 2013

Hadiah

Pagi itu Hani berangkat sekolah diantarkan oleh pamannya. Paman yang sangat dekat dengan keluarganya, dekat dengan Hani. Dan pamannya pun mengatakan sesuatu yang membuat Hani merasakan memiliki beban. Beban yang ia rasa memang merupakan kewajibannya. “Hani harus tau, Hani itu satu-satunya harapan Ayah, Hani jangan kecewain ayah”. Hani tidak mengeluarkan sepatahkatapun Hani hanya terdiam dan mencoba menelaah apa yang baru saja pamannya katakan. Hani menjalani hari-harinya di sekolah dengan begitu cerianya, seakan tidak memiliki beban. Padahal ia tahu betul bahwa ia sedang membohongi hatinya sendiri.
Sepulangnya dari sekolah Hani lalu berganti baju, beristirahat, makan, lalu mengerjakan PR. Hani selalu menjalankan hidupnya dengan teratur. Saat malam tiba Hani dan keluarga berkumpul seperti biasa untuk menonton tv bersama. Tak berapa lama terdengar suara motor yang mendekati rumah dan ternyata itu kakaknya Hani. Ibu membukakan pintu. Kakaknya masuk lalu melewati kami yang sedang menonton. Tiba-tiba ayah Hani menanyakan pada kakak Hani yang bernama Rio. “Rio, dari mana aja kamu?” Tanya Ayah Hani. “sekolah” timpal Rio. “Kamu itu ngehargain orangtua kamu ga sih? Bilangnya sekolah tapi Wali kelas kamu ngasih surat peringatan” Ibu hani pun menimpali “Kamu itu masih punya rumah, pulang selalu malam, sekolah gak jelas. Mau jadi apa kamu?”. Hani yang melihat keadaan keluarganya yang selalu saja seperti ini itu sontak menjadi salah tingkah dan hanya bisa mengeluarkan air mata. Harapan Hani hanyalah bisa menghentikan hal yang sedang terjadi. Hani pun berdiri dan memangil-manggil ayahnya, Hani berharap itu bisa menghentikan ayahnya yang sedang memukuli kakaknya dengan sajadah yang baru saja digunakan ayahnya. Dan tanpa diduga ayahnya pun berbicara “kakak kayak gini gak pantes dibela” Hani pun semakin terisak-isak dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Hani pun berlari kekamarnya dan menangis sepuas-puasnya hingga tak terasa ia pun tertidur.
Fajar menyongsong Hani bersikap penuh arti kebahagian, padahal sebenarnya ia tahu apa yang baru saja semalam ia lewati itu bukan mimpi. Hani tidak ingin membuat hidupnya penuh kesedihan tak berarti. Seperti biasa ia berangkat sekolah. Tapi lain dengan hari-hari kemarin kali ini Hani merasa ada rasa yang sangat nyeri di kepalanya. Tapi Hani tidak menghiraukannya.
Malampun tiba seperti biasa kakaknya yang duduk di kelas 12 itu belum pulang juga hingga Hani tertidur, Hani mendengar perbincangan Ibu dan ayah yang sedang membicarakan Rio, kakaknya yang selalu bolos dan menggunakan uang SPP nya untuk bermain game online. Tak berapa lama setelah Hani tertidur Hani mendengar ayahnya berbicara “Udah kamu tidur di luar aja, gak usah pulang sekalian”. Mendengar itu Hani pun menangis. Dan seperti biasa Hani hanya bisa terdiam dan mencoba tertidur kembali. Esok paginya Hani mendengar ayahnya berbicara “kalo kamu masih mengakui ayah sebagai ayah kamu, kamu harus nurut. Ayah cuma minta kamu itu bersikap baik, jadi anak shaleh.” “ayah itu gak tau anak jaman sekarang, ayah itu gak ngerti” timpal kakaknya Hani. Hani yang merasa sangat sedih mendengar perdebatan itu hanya bisa menangisinya.
Esok hari tepat hasil pembagian rapot dan hari itu bertepatan hari ulang tahun ayahnya, Hani mengambil rapot itu sendiri dan dengan hati yang sangat bergembira ia pulang dengan dijemput oleh kakaknya. Kakaknya memang dekat dengan Hani, sepanjang perjalanan Hani mencoba menasehati kakaknya dengan penuh kesabaran. Hingga pada saat Hani sudah merasa jawaban kakanya itu menyakiti hatinya karena sangat tidak menghargai orangtuanya. Hani memgeluarkan kata-kata yang sering ia pikirkan untuk diberitahukan kepada kakaknya “kakak tuh sadar ga sih, kakak tuh lahir dari mana?. Kakak tuh tumbuh gak langsung menjadi dewasa. Berapa lama orangtua kita banting tulang untuk menghidupi kita. Untuk memberi yang terbaik untuk kita. Kakak itu percaya akan adanya neraka gak? Apa kakak gak takut? Hani sedih karena gak mau ada yang mendapat siksaan dari Allah. Hani mau semua keluarga kita berkumpul di surganya Allah” tak terasa Hani sanggup mengeluarkan kata-kata yang selama ini ia pendam. Tapi tak berapa lama ada sebuah truk besar yang menghantam motor yang sedang mereka kendarai. Sontak motor itu pun hancur memisahkan Hani beserta kakaknya.
Ayah Hani berlarian berekspresikan kepanikan dan kesedihan yang bercampur. Akhirnya ia temui Hani yang sedang lemas tak berdaya. “Hani kenapa kayak gini? Ini hari ulang tahun ayah, kenapa yang terjadi hanya kesedihan? Kenapa Hani ngasih hadiah yang seperti ini?. “Ayah Hani punya hadiah spesial buat ayah” sekuat tenaga Hani menjawab. “Selamat ulang tahun ayah. Hani berdoa semoga keluarga kita berkumpul di surganya Allah”. “Hani kamu juara 1, ayah bangga nak. Tapi ayah ingin sekarang kamu sembuh. Ceria seperti dulu” Tak berapa lama kakak Hani yang tengah duduk di kursi roda datang “selamat ulang tahun ayah, maafin segala kesalahan Rio. Rio baru sadar Rio memiliki keluarga yang sangat luar biasa. Maafkan Rio ayah” Rio beruraian air mata menangisi segala kesalahan yang telah ia perbuat. “Ayah, Ibu, kakak terimakasih sudah menjadi keluarga yang memberi banyak arti”. Hani pun tersenyum dan memejamkan matanya untuk selamanya…

0 komentar: