Selasa, 17 September 2013

Gara Gara Bakso

Setelah mata pelajaran sejarah selesai, segera kumasukkan buku-bukuku ke dalam tas. Dan duduk di taman depan kelasku menunggu mata pelajaran bahasa arab. Sendiri di taman kecil “sepi” inilah gambaran hari-hariku belakangan ini. Tak tahu apa yang membuatku malas bercanda, tersenyum malah makin “judes”. Ke sekolah hanya sendiri pulang pun sendiri. Mungkin ini yang membuatku tak mempunyai teman dekat. Tapi bagiku itu tak penting yang jelas allah sudah menentukan siapa yang menjadi sahabatku nanti.
Kulirik jam tanganku ternyata masih lama. Kuayunkan langkah menuju perpustakaan. Segera pilih buku-buku bernuansa sastra. Aha.. Ada lima buku yang menarik perhatianku. Hanya butuh 30 menit satu buku kuselesaikan lalu empatnya lagi kusimpan. Karena tak lama lagi aku masuk. Di kelas, lagi-lagi sifatku menjadi-jadi. Aku makin malas berbicara. Semua orang mungkin geram padaku. “ga urus” inilah yang sering membiusku. Entah apa yang dikatakan teman-teman perempuanku. Di kelas inilah penyakitku selalu kambuh “cuek” yah cuek secuek cueknya pada teman. Entahlah aku juga tidak tahu dengan sifatku ini. Yang jelas semua orang punya prinsip dan bagiku selama diamku tidak membuat orang terdzalimi mengapa harus membuat lengkungan di bibir yang sebenarnya penuh luka.
Jam istirahat sudah menegur. Kami bubar. Aku berlari kecil menuju jendela. Kulihat di langit sang raja panas bersembunyi. Aku berlari, menyambar orang-orang yang berjalan di tangga. “maaf dan senyum” bagiku mampu meluruskan alis mereka yang melengkung karena sambaranku. Ku pun kembali ke kelasku mengayuh tangan sembari melirik sang p***r di kelas xii ips 1.
Ketika pulang, ada tantangan lagi belakangan ini. Yaitu bakso. Sepanjang jalan dari kelas menuju tempat penjual bakso. Ada satu penjual bakso yang selalu membuatku ingin makan bakso tersebut. Aku pun diajak oleh sahabatku ke sana, akan tetapi ia lebih awal berada di sana. Selang beberapa saat, aku menyusul. Aku menyerobot jalan sana-sini. Aku tak sadar yang kurasakan terakhir adalah lengan kananku bersentuhan dengan lengan kirinya. Kututup mataku lalu beristigfar dan berujar “astagfirullahal’adzhiim, point ku berkurang gara-gara bersentuhan dengan orang yang bukan muhrim. Yaa allaaah…” aku terdiam lalu membuka mata. Yang terlihat adalah gigi. Orang itu malah tertawa melihat ekspresiku yang berebihan. “astagfirullah kak” bentakku. Eh… Ia berlalu kemudian tersenyum menebar pesona bak sinetron-sinetron di tv.
Ah… Gara-gara bakso nyawaku dan nyawanya hampir melayang…

0 komentar: