Selasa, 17 September 2013

Kayuh Menjauh

“AYOO… kayuh terus ben pelan-pelan, awas remnya”, teriak seorang wanita muda sedang girang menyemangati anak asuhnya, yah, itulah inem sang pengasuh.
“Beno bisa biii…!!! Teriak dari arah tengah lapangan tempat beno latihan, ini kali ke 10 nya beno latihan dan ternyata membuahkan hasil yang lumayan.
“sini sayang, hmmm… beno udah pinter sekarang naik sepedanya”
“Hehe”. Senyum manis beno dengan sedikit terlihat gigi-gigi kecilnya.
Sore itu jam menunjukan tepat jam 5 sore, tidak terasa inem, beno dan aku sudah 2 jam lebih berada di lapangan. “BENOOO udah sore pulang yuk” ajak bibi sembari memegang tangan anak asuhnya itu. “iya biii, tapi besok lagi yah bi inem” rayu beno yang masih setia menuntun sepeda roda 4 nya itu. “HEeM” jawab bibi singkat sambil tersenyum.
Sesampai di rumah, sahabatku beno menaruhku di tempat biasa, tempat yang tidak terlalu besar dan di dalamnya banyak teman-temanku, mobil, sepeda motor, dan sepeda buntut peningalan kakek dulu, sementara aku tepat berdiri gagah di belakang mobil berparas cantik berwarna silver, yah itulah GARASI tempat tinggalku.
Aku sangat senang karena hari-hari aku habiskan untuk bermain, tertawa dengan sahabat kecilku yang umurnya masih 4 tahunan.
Bila malam tiba, ingin rasanya malam cepat berganti pagi, agar aku bisa bertemu dengan sahabat kecilku lagi…
Bunyi kokokan ayam jantan milik tetangga sebeleh yang suaranya sampai ke rumah beno, menandakan bahwa sebentar lagi akan pagi, langit yang tadinya hitam pekat kini perlahan mulai memudar berganti menjadi warna biru muda dan awan putih yang berlarian kesana kemari mengikuti arah angin, sementara sang surya masih malu-malu memunculkan percikan-percikan sinar hangatnya pada semua mahluk yang berada di bawahnya.
Sret… srett… srettt… bunyi suara orang membuka pintu. perlahan-lahan terlihatlah sosok di balik pintu itu, ternyata beno sahabatku, dari kejauhan dia menoleh ke arahku sambil tersenyum ramah kepadaku, oh tuhan jika aku bisa bicara ingin rasanya ku katakan “selamat pagi sahabatku”, gumam diriku.
Pagi ini entah mengapa beno enggan menaikiku, aku perfikir “ada apa ini? Apa ada yang salah padaku?”. tiba-tiba di ambilah sebuah kain lap dan ember berisi busa yang wanggi, ternyata sahabat kecilku ingin memandikanku, dengan di bantu oleh inem baby sisternya. senangnya hatiku aku mendapatkan kasih sayang, perhatian dari sahabat kecilku yang bernama beno itu.
“Bibiii, enak yah bisa nyuci EMAN bareng-bareng, sekarang udah selesai bi, cape yah bi” keluh beno sejenak. Yah, itulah beno memanggilku dengan sebutan. EMAN.
“ya udah beno istirahat bibi mau masak dulu” jawab bibi dengan nafas ter enggah-enggah seperti kekurangan oksigen. “engga ahhh bi, beno mau jalan-jalan sama eman di halaman depan. “ya sudah, jangan jauh-jauh” jawab bibi singkat.
Beno akhirnya menaikiku berkeliling di halaman rumahanya yang cukup besar sambil barnyanyi kecil ungkapan senangnya menaikiku.
Tiba-tiba, entah apa yang beno pikirkan saat itu, dia mengayuhku keluar dari rumahnya menuju komplek padat yang banyak sekali teman-temanku berlalu-lalang kesana kemari, tapi ukuranya jauh melebihiku, ingin rasanya aku menyuruhnya untuk berbalik arah dan pulang, aku takut…
Sambil mengayuh dengan nafas terbata-bata, tiba-tiba dari arah belakang datang kijang hitam besar berbadan besi menyrempet kami, tubuh kecil beno terlemper ke pinggiran aspal kasar sementara aku ringsep terlindas kaki bundar besar kijang tersebut. Seketika orang-orang berlarian ke arah bocah malang itu, dan di bawalah ke rumah sakit terdekat, aku hanyalah benda mati dan tetaplah benda mati yang tidak bisa berbuat apa-apa, sedih memang.
Ya tuhan selamatkan sahabat kecilku itu, karena dia telah mengajariku banyak hal yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya, kasih sayang, cinta dan kesetiaan, aku sangat bersyukur mengenalnya, aku yang hanya sebongkah besi tua yang tidak berharga di rawatnya dengan penuh kasih sayang.
Kini masaku telah usai, tempatku bersama barang-barang bekas yang sedang mengantri untuk di leburkan. Pikiranku masi terbayang-bayang sahabat kecilku. “ya tuhan, aku rela jika memang perjalananku sampai di sini, tapi tolong selamatkan sahabatku, sembuhkanlah dia, jaga dia ya ALLAH” rintihku dalam hati…
Kini giliranku tiba untuk dijadikan barang baru yang lebih berguna nantinya. Jika nanti aku di buat kembali aku tidak akan menyesal dijadikan lagi menjadi SEPEDA.

0 komentar: