Selasa, 20 Agustus 2013

Cerpen - Siapa Aku?

Rasa sakit di dada tak mampu di tahan lagi, Aku terlalu kecewa dan sakit menerima kenyataan yang sedang ku hadapi kini, ketika ibu selalu tidak memperlakukan aku adil dengan kakak kakakku lainnya dan bapak yang selalu memanjakanku dalam segala hal.
“pak jangan hubungi aku, hpku sudah tidak bisa berfungsi lagi” kataku terhadap bapak
Beberapa lama kemudian, “de ayo ikut bapak ke “tempat perbelanjaan” ” kata bapak mengajakku
“mau ngapain pak” jawabku
bapak pun tidak menjawab dan langsung menuju kendaraan yang akan dinaiki, akhirnya aku mengikuti apa perkataan bapak.
Setelah tiba di tempat perbelanjaan bapak suruh aku memilih sebuah handphone untuk mengganti handphoneku yang sudah rusak.
“mau yang mana? Pilih saja” kata bapak sambil melihat handphone di lemari kaca
Akupun memilih sebuah handphone di lemari kaca tersebut.
Mukaku tepancar sangat senang setelah dibelikan sebuah handphone yang menurutku bagus.
Setelah pulang ke rumah ibu melihatku sedang membawa plastik yang berisikan handphone, Ibu agak emosi melihat aku dibelikan sesuatu.
“apa itu?” Tanya ibu
“Handphone mah” jawab aku
Ibu pun langsung bertanya kepada bapak.
“kenapa anaknya dibelikan hp?” Tanya ibu ke bapak
“buat alat komunikasi” jawab bapak
Muka ibu pun agak emosi ketika aku dibelikan sebuah handphone yang menurut ibu harganya lumayan mahal, mungkin dia takut kalau handphone itu kembali rusak.
Beberapa hari kemudian handphoneku pun berdering
KRINGGG!!!
Tak lama kemudian ku angkat, ternyata bapak menelponku.
“halo” jawab telpon bapak
“iya, de tolong ke counter penting” kata bapak
“ada apa pak?” jawabku
“sudah kesini saja” jawab bapak sambil bikin penasaran
Akhirnya bapak mengirim alamat counter tersebut, aku langsung pergi ke alamat tersebut setelah sampai.
“mau beli apa?” Tanya bapak kepadaku
Aku merasa bingung dan kaget setelah bapak berkata seperti itu.
Aku berpikir sejenak jika sebuah tab itu ku tolak, mungkin aku akan menyesal.
Akhirnya aku memutuskan untuk memilih tab tersebut.
“yang ini aja pak” jawabku
“ya udah” jawab bapak
Akhirnya bapak membeli tab itu dan langsung membayarnya.
Setelah pulang ku tak heran lagi kalau ibu marah marah dengan apa yang bapak dan aku beli.
Tidak tahu kenapa ibu sangat tidak suka denganku, aku beranggapan jauh kalau aku bukan anaknya, ibu sangat memperlakukan aku tidak adil dengan kakak kakakku bahkan ibu suka meremehkanku.
Suatu ketika ibu berkata “kalau kamu pinter sih ngga apa apa lah ini kamu pinter saja ngga”
Ketika ibu berbicara seperti itu dadaku terasa sakit bahkan tidak kuat mendengar kata kata itu, mungkin aku mempunyai salah kepada ibu yang bikin ibu berbicara seperti itu.
Ketika ibu berkata seperti itu di hatiku ingin sekali mendapatkan apa yang aku inginkan yaitu rangking di kelas agar ibu bangga terhadapku dan tidak meremehkan aku lagi.
Setelah semester 4 berakhir aku mendapatkan rangking 10 di kelas walaupun tidak bagus bagus amat seengganya ibu bisa bangga dengan ku, nyatanya pun terbalik ibu malah tidak puas dengan hasil yang aku dapat.
“ko dapet rangking 10?” Tanya ibu
“iya mah, soalnya di kelas ku orangnya pintar pintar mana bisa aku melebihi mereka, dapet rangking 10 saja aku sudah senang” jawabku
Ibu pun terdiam dan merasa bersalah dengan apa yang ia katakan.
Aku tidak mengerti mengapa ibu mengeluarkan kata kata seperti itu, apa yang aku lakukan selalu salah dihadapannya, selalu emosi, selalu mengeluarkan kata kata yang tidak pantas untuk dikeluarkan, kemudian aku berfikir sejenak “siapa aku sebenarnya?” di dalam hati.
Aku berfikir aneh kalau aku bukan anaknya “mungkin”.
Beberapa hari kemudian, ketika kakakku pulang sekolah
“mah lapar” kata kakakku
“mau makan apa ada di meja tuh, mau diambilin?” jawab ibuku
“iya” kata kakakku
Ibu sambil mengambil makanan untuk kakakku.
Setibanya ku di rumah
“mah lapar” kataku
“ambil lah sendiri udah gede masa orang tua disuruh suruh mulu” jawab ibuku
Dengan rasa malu dan gondok aku pun mengambil makanan sendiri.
Saat itu ku merasakan iri yang sangat luar biasa, aku juga ingin seperti kakakku yang bisa merasakan hangatnya kasih sayang dari seorang ibu, namun apa boleh buat sifat ibu terhadapku yang seperti itu, mungkin hanya seorang bapak yang bisa menggantikan sifat ibu terhadapku.
Ibu sangat sensitif bahkan untuk diajak bercanda pun tak bisa, pada suatu hari aku bertanya “mah kunci motor dimana aku lupa naro?”
“carilah bukan mama yang pake, kalau mama bisa naik motor baru nanya ke mama, mama aja ga bisa naik motor malah nanya” jawab ibu dengan nada judes
“hhmmm iya” jawabku dengan nada takut.
Ketidakbetahanku di rumah karena ibu yang selalu marah marah, masalah spele pun kadang menjadi besar, entah ibu ingin marah atau mungkin aku yang tidak terlalu peka dengan pekerjaan rumah hhhmmm.
“pakaian kotor semua ambil ambilin mama mau nyuci cepet” teriak ibu
Aku sedang memakai headset, apa yang ibu suruh aku tidak dengar dan ibu benar benar emosi hanya karena aku tidak dengar akhirnya ibu memarahi aku tanpa berhenti, aku menjadi sangat bersalah, aku segera mengumpulkan pakaian kotor yang berada di kamar tidurku.
“iya iya ma, maap aku tidak dengar” jawabku
“makanya jangan maenin hp mulu” jawab ibu dengan nada sedikit tinggi
“iya” jawabku dengan rasa penuh bersalah.
Aku tidak ingin ibu selalu memarahi layaknya ku seperti anak kecil, aku ingin jauh dari hal sepele yang membuat ibu marah, akhirnya aku tidak mengulangi lagi.
Akhirnya aku buktikan dengan membantu dengan mencuci piring dan pekerjaan lainnya, tapi tetap saja apa yang aku lakukan selalu salah di mata ibu.
“depiii” teriak ibu
“iya kenapa ma?” jawabku
“itu gelas kenapa burem gitu?” Tanya ibu
“gak tau tadi di cuci gak burem gitu kok” jawabku
“Cuci lagi yang bersih” jawab ibu dengan nada emosi
“iya mah” jawabku
Aku bingung padahal gelasnya tidak burem burem banget tapi ibu semarah itu.
Begitupun kakakku dia hoby sekali membuat perkara biarku diomeli oleh ibu, entah ia bercanda atau ngga tetap saja aku yang kena omel.
“ma depi nih iseng” teriak kakakku
Padahal aku hanya diam, akhirnya ibu mengomel kepadaku
“depiii jangan bercanda terus nanti berantem” kata ibuku
“orang gak ngapa ngapain, dianya aja yang rese” jawabku
“bohong” jawab kakakku
“terserah” sambil nada kesal
“udah diem, depi kamu masuk kamar” kata ibuku
Tanpa menjawab aku menuju ke kamar sambil mendorong pintu agak kencang karena kesal.
Di kamar aku menangis sambil berbicara dengan hati.
Aku ini siapa? Mengapa aku sangat kurang kasih sayang ibu, atau mungkin aku hanya seorang anak yang ditemui, aku bingung dan selalu memikirkan hal itu di saat ibu sedang memarahiku.
Keesokan harinya.
Bapak mengajakku untuk membeli sebuah kamera untuk liburan lebaran nanti.
“dek beli kamera yuk buat liburan lebaran” ajak bapak
“nanti aja aku belum libur sekolah” jawabku
“ohh ya sudah kalau libur kita langsung pergi oke” jawab bapak
“oke” jawabku
Di saat aku sedang berbicara dengan bapak tak sengaja ibu mendengar percakapan ku dengan bapak di ruang tamu, ibu tahunya kalau aku yang mengajak bapak untuk membeli kamera.
“ngapain sih beli beli yang ga jelas” kata ibu
“buat kenang kenangan liburan nanti mah” jawabku
“kamu enak minta minta apa sama bapakmu dibeliin lah mama harus ditunda tunda dulu” jawab ibu
“aku ga pernah minta apa apa mah sama bapak, dia yang selalu belikan untukku” jawabku dengan rasa bersalah
“mana mungkin bapakmu belikan barang barang kalau bukan kamu yang minta” jawab ibu
“aku tidak pernah minta apa apa, mungkin kalau aku butuh aku hanya minta uang aja” jawabku
“udah ga usah pura pura, mama juga mau kaya kamu di beliin apa apa” jawab ibu dengan rasa ingin
“iya udah terserah ma, yang penting aku gak pernah minta apa apa sama bapak” jawabku dengan rasa kesal
Bapak hanya diam dan melihat perdebatan antara aku dan ibu, tidak panjang lebar ia berbicara ia hanya berkata “sudah sudah”.
Dengan rasa gondok aku menuju ke ruang tv, mungkin dengan menonton tv rasa gondokku bisa hilang.

0 komentar: