Senin, 19 Agustus 2013

Cerpen - Cinta Yang Tak Pantas

“Cinta tidak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan, itulah keberanian atau mempersilakan.”
(Ali bin Abi Thalib)

Kutipan tersebut seakan menjawab keraguanku selama ini kepada seorang pria, sebut saja ia Rizal, orang yang telah membuat air mataku jatuh tanpa ia ketahui. Benar kata sebuah anomin bahwa; “Kita tidak akan tahu kapan, kepada siapa dan bagaimana mungkin kita bisa jatuh cinta..” dan itu terjadi padaku.
Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa aku akan menyukai Rizal yang tidak lain adalah orang terdekat sahabatku selama ini. Bagaimana mungkin aku menyukai seseorang yang sudah lama tidak bertemu? Tapi kenyataannya orang tersebut merasakan hal yang sama denganku? Ya, aku dan Rizal memang sudah lama tidak bertemu, mungkin sekitar dua tahun lebih tapi kami sering berkomunikasi lewat sebuah jejaring sosial: TWITTER.
Mungkin karena itulah perasaan di antara kami mulai muncul, tapi apakah semudah itu cinta hadir dalam diri seseorang?
Aku tahu Rizal telah mempunyai seorang pacar, namun selama ini aku merasa komunikasi di antara kami dalam taraf yang wajar sebatas teman. Aku memang sudah menyukai Rizal saat itu, tapi aku tidak berharap untuk dapat menjadi pacarnya karena aku tahu pacaran adalah hal yang dapat mendekati zina. Namun semuanya berubah ketika tiba-tiba Rizal mengungkapkan perasaannya padaku. Aku malah merasa senang, bahagia dan lupa ada seorang wanita yang tersakiti, Yuna, kekasih Rizal.
Cinta memang buta, tapi aku punya mata, karena itu aku tak lantas menerimanya. Aku berupaya menganggapnya sebagai lelucon. Tapi usaha Rizal dalam meyakinkanku bahwa ia bersungguh-sungguh akhirnya memaksaku untuk menjawab. Aku menolaknya. Bukan karena Yuna, aku benar-benar telah lupa akan keberadaan Yuna, tapi karena hatiku ragu dan prinsipku untuk tidak pacaran.
Semenjak itu aku & Rizal kehilangan komunikasi, tak lama. Sebulan kemudian dia menghubungiku lewat ponsel, mengirim sms sekedar tanya kabar dan hal tak penting lainnya. Ku pikir Rizal telah putus dari Yuna itu sebab ia kembali menghubungiku.
Komunikasi di antara kami pun kembali terjalin. Hubungan kami yang sempat beku, kini sudah mencair.
Sampai suatu hari kami tak sengaja bertemu di sebuah pusat perbelanjaan kota.
“Kenapa dulu kamu menolakku La?” Tanya Rizal tiba-tiba dengan ekspresi kekecewaannya.
“Aku hanya tidak mau berpacaran.” Jawabku.
“Tapi kita bisa ta’arufan?”
“Bagaimana dengan Yuna? Lagi pula kenapa harus aku? Cari saja yang lain.”
“Karena aku sayang sama kamu. Aku mau kamu, tidak yang lain.” Tegas Rizal.
“Tidak adakah hal lain yang membuatmu menyukaiku? Lalu Yuna bagaimana?”
Rizal terdiam sesaat kemudian menatapku, “kamu baik, cantik itu yang aku suka..”
Mendengar jawaban Rizal membuatku sedikit tersanjung hingga hatiku luluh. Tapi kenapa Rizal tak menjawab pertanyaanku tentang Yuna untuk yang ke dua kalinya? Apakah mereka memang telah putus, sehingga Rizal tak mau membahasnya lagi?
“Gimana La?” tanyanya lagi.
“Entahlah, nyatanya apa yang kamu rasa aku juga rasa.”
“Benarkah?” Rizal tersenyum.
“Aku harus pulang,” kataku sengaja mengalihkan pembicaraan.
“Aku antar ya?”
“Tidak usah, aku bawa mobil sendiri.” Aku pergi meninggalkan Rizal begitu saja.

Hati memang tidak bisa dibohongi, aku menyukai Rizal. Dan Rizal mungkin telah mengetahui perasaanku yang sebenarnya dari jawabanku waktu itu. Kami memang tidak berpacaran, namun Rizal berjanji ia akan setia menungguku di batas waktu.
Rizal sering memberikan perhatiannya padaku melalui sms karena kami jarang bertemu. Aku senang dengan perhatian yang Rizal berikan, namun aku tak membalas semua perhatiannya dengan sms yang sama. Aku mengungkapkan perhatian dan kasih sayangku yang belum halal kepadanya melalui doa di hampir setiap shalat fardu. Bagiku perasaan cinta tak perlu diumbar hanya agar dia tahu bahwa dialah satu-satunya, melainkan cukup Tuhan yang tahu bahwa aku tulus menyayanginya.

Suatu hari aku buka akun twitterku, dan aku melihat foto yang di upload Rizal beberapa jam lalu. Foto tersebut bergambar ia dipeluk seorang artis wanita, aku tahu artis itu idolanya tapi aku tidak suka pose mereka berdua, aku merasa itu berlebihan. Hatiku sakit dan cemburu. Namun kecemburuanku aku tahan, aku sadar bahwa aku bukanlah siapa-siapanya Rizal.
Ya Tuhan bagaimana aku bisa mempercayainya, jika belum apa-apa dia telah membuatku terluka?
Air mataku tak kuasa ku bendung, ketika itu juga segera aku log out, sejurus kemudian ku matikan laptopku. Tiba-tiba ponselku bergetar, sebuah pesan masuk dari Rizal.

Rizal : selamat malam.. :) lagi apa la?
Aku: gk lg apa2. Knp?
Rizal: lho ko jutek sih. Aku slh apa?
Aku: gak ada.
Rizal: owh ya udah deh..

Apa? Ya udah? Hanya itu balasannya? Menyebalkan, pria ini sungguh tidak peka dengan sikap yang ku tunjukan. Ya Tuhan, aku harus bagaimana sementara aku tidak bisa menahan kecemburuanku, maka aku membalasnya.
Aku : bagiku setia itu mudah, hanya saja aku tidak bisa menahan kecemburuanku.
Sedikit lama akhirnya Rizal membalas: tapi aku percaya sm km ko La :)

Aku terseyum sinis membaca balasan sms terakhir dari Rizal. Dia sama sekali tidak memahamiku, inikah yang dia maksud sehati? Betapa bodohnya aku yang mudah terbuai dengan bujuk rayunya. Dulu kami memang sering bertukar fikiran sebelum perasaan di antara kami muncul. Obrolan kami nyambung, karena itu aku merasa nyaman. Rizal sering menjadikan alasan kecocokan ini sebagai bukti bahwa aku dan dia memang sehati, sepemikiran. Aku tak percaya begitu saja, aku sering mengelak dengan mengatakan bahwa itu hanya kebetulan. Tapi Rizal punya seribu cara untuk membuatku luluh dan tak bisa mengelak lagi. Suatu hari kami pernah terlibat pembicaraan di telefon.
“Apa kamu masih menungguku?” Tanyaku tiba-tiba sembari mengalihkan handphone dari telinga kiri ke telinga kanan.
“Tentu saja. Memangnya kenapa?” Rizal balas bertanya.
“Mungkin perasaanmu hanya perasaan sesaat. Lebih baik mundur saja..” Lirihku ragu.
“Tak ada yang namanya perasaan sesaat, lama kelamaan semua akan terakumulasi menjadi sebuah perasaan yang sesungguhnya.”
“Tapi penantianmu tidak pasti, bukan satu atau dua bulan melainkan beberapa tahun. Aku tidak yakin kamu akan sanggup. Mundurlah!”
“Kita memang tidak tahu apa yang akan terjadi satu atau dua bulan ke depan, tapi setidaknya kita sudah berencana.” Rizal keukeuh.
Setidaknya? Itukah jawaban dari seorang pria? Pria macam apa dia yang tidak punya komitmen dan penuh dengan ketidak pastiaan? Tidakkah dia faham bahwa aku hanya takut suatu saat akan kehilangan cintanya? Bukankah tidak ada cinta yang abadi selain cinta Allah terhadap hamba-Nya dan cinta orang tua terhadap anaknya? Itulah sebab aku memintanya untuk mundur, aku hanya tidak ingin larut dalam kekecewaan ketika pada akhirnya kami tidak berjodoh..
“Ya sudahlah terserah..” Lagi-lagi aku tak bisa mengelak.
“Oke, kalau begitu sudah dulu ya aku tutup telefonnya. Wassalamuaikum..” Suara Rizal di seberang sana terdengar seolah bahagia entah karena apa, tapi aku merasa itu bukan karena ku.
“Wa’alaikum salam..”

Aku tidak mengerti mengapa rasanya sulit sekali untuk membuat Rizal menyerah. Mungkin karena tiada hubungan yang mengikat di antara kami berdua, sehingga tak ada pula yang bisa ku-Putus-kan.
Kadang aku merasakan ketulusannya, sehingga aku berfikir dia memang bersungguh-sungguh. Tapi aku bingung, aku tidak mau menginkari prinsipku sendiri. Dan lagi aku benci terhadap sifat flamboyannya Rizal. Apa yang dia katakan terhadapku sungguh bertolak belakang dengan kenyataan yang diperbuatnya. Sering sekali dia bertingkah di akun twitternya, saling bermention dengan perempuan lain dengan percakapan yang mesra. Mungkin dia fikir aku tidak mengetahuinya. Sehingga dengan mudahnya dia berkata akulah satu-satunya perempuan yang diinginkannya. Padahal aku tahu bagaimana sikapnya terhadap perempuan lain, aku baca kata-kata romantis yang dia mention terhadap perempuan lain, aku tahu dia sering ber-sms, bertelfonan dengan perempuan lain dari tweetnya. Tapi kenapa lagi-lagi aku tidak berdaya dengan rayuannya terhadapku? Dan aku benci akan ketidak berdayaanku itu! Dia benar-benar telah mempermainkanku! Puncaknya adalah saat aku mengetahui bahwa dia dan Yuna ternyata belum putus! Aku mengetahui hal itu, ketika tidak sengaja aku membaca tweet Yuna, di akunnya dia menulis :@yunaamara: Aku paling tdk suka kamu saling bermention dg perempuan lain, apalagi dg “LAILA” yg tdk berperasaan!!
Laila? Jelas sekali itu namaku, yang dia maksud memang aku Laila.
Dadaku sesak, terasa sakit! Ya Tuhan apa yang telah aku lakukan terhadap Yuna? Mengapa aku bisa setega ini bermain api dengan dia, pria yang jelas-jelas milik orang lain? Aku benar-benar merasa bersalah, maafkan aku Yuna..
Sehari setelah kejadiaan itu, ku putuskan untuk mengirim email pada Yuna lewat pesan di twitter. Aku ingin meminta maaf dan berbicara baik-baik padanya bahwa tidak ada hubungan apapun antara aku dan Rizal. Aku tidak mau diliputi perasaan bersalah ini, sungguh pun aku tidak mengira aku akan mengalami kisah cinta serumit ini. Sekarang juga aku akan mengakhiri ini semua.
From: laila_asyifa
To: yunaamira

Assalamu’alaikum yuna..
Maaf sebelumnya, aku hny ingin menjelaskn secara baik2 sm kmu. Tapi aku mohon km jgn marah dulu ya, please.. Ini ttg Rizal.
Aku gk sngaja baca tweet km yg menyinggung aku, bhw km gk suka dg kedekatan aku dan Rizal. Sungguh sbg sesama perempuan aku tahu bgaimana perasaan km, aku mengerti aku sdh kterlaluan, tp sungguh antara aku dan Rizal tdk ada hubungan apapun, kami memang sdh dekat sejak dulu krn kami sdh brteman dr SMP. Krena itu dg krndahan hati semata2 karena Allah, aku minta maaf atas sikapku yg sdh kterlaluan ini.. Aku harap sudilah kiranya km berlapang dada untuk mau memaafkanku jg smata2 krena Allah Swt.
Aku janji tdk akn mengganggu hubungan kalian lg..
Mohon maafkan ya :)

Setelah mengetik email tersebut aku memberanikan diri segera mengklik tombol send. Dan beberapa detik kemudian pesan delivery muncul, emailku sudah terkirim! Tiba-tiba aku cemas, takut Yuna tidak mau memaafkanku. Ku tunggu hingga satu jam tak juga ada balasan. Ku putuskan untuk log out saja.
Besoknya aku buka aku twitterku, dan kuperiksa inbox ternyata ada balasan dari Yuna. Ragu-ragu aku membukanya.
From: yunaamira
To: laila_asyifa

Wss..
Iya la, udah aku maafin ko dr dulu jg :) sbnrnya aku jd ragu sm Rizal, aplg aku gk bs lupa sm kejadian yg wktu taun baru itu.. Mm dsni susah sinyalnya. Kalau mau cerita2 ttg Rizal, sms aku aja ya. Ini no aku : 085332XXXXXX

Kejadian tahun baru? Maksudnya apa? Ah sudahlah.
From: laila_asyifa
To: yunaamira
Makasih ya yun :)
gak ada yg pngen aku ceritain ko, aku gk mw rusak hub kalian. Yg sbr aja ya yun, Allah pasti kasi pria yg tbaik buat km, siapapun itu :)

Yuna membalas.
From: yunaamira
To: laila_asyifa
Aamiin, sama sama la :)

Setelah meminta maaf pada Yuna, ada seperti angin sejuk yang melegakan dadaku. Setidaknya aku tidak akan terus dihantui dengan rasa bersalah karena Yuna sudah memaafkanku.
Sekarang aku benar-benar akan menjauhi Rizal. Aku rasa ini semua telah membuktikan bahwa Rizal bukanlah pria baik-baik. Aku harus ikhlaskan..

Ya benar seperti apa yang dikatakan Said Ali bin Abi Thalib bahwa cinta tidak akan meminta untuk menanti, tapi mengambil kesempatan atau mempersilakan. Dan aku memilih untuk mempersilakan Rizal agar mempertahankan cintanya dengan Yuna. Karena aku yakin jodoh tidak akan kemana, dan Allah pasti telah mempersiapkan seorang pria yang jauh lebih baik untukku dengan cinta yang pantas pastinya. Bukan cinta yang tak pantas yang sempat aku rasakan terhadap Rizal.
Dan aku sangat bersyukur karena aku bisa tetap memegang teguh prinsipku untuk tidak berpacaran.
Yang baik adalah untuk yang baik, karena itu lebih baik aku berusaha untuk menjadi baik agar dapat mendapatkan yang baik pula.

0 komentar: