Selasa, 09 April 2013

SAMPAI KETEMU LAGI CINTA PERTAMAKU


Suatu pagi
“Fadli, ayo cepat bangun, ini kan hari pertama kamu masuk sekolah”. Itulah suara ibuku, yang setiap pagi menggelegarkan seisi rumah dengan teriakan untuk membangunkan anak-anaknya. aku pun terbangun dengan hadset yang masih terpasang di telingaku, akibat semalam gak bisa tidur dan harus nmendengarkan musik untuk membantuku terlelap.

Oia, kenalkan aku Fadli, aku baru ingat kalau hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah di bangku SMA. Aku pun teringat dua minggu kemarin saat melihat namaku tidak ada dalam daftar siswa yang lulus dalam ujian masuk SMA Negeri. Karena ketidak lulusanku itu, akhirnya aku terpaksa masuk sekolah swasta. Itu pun berkat bantuan tante aku yang memang mengajar disekolah tersebut.
 
Sampai Ketemu Lagi Cinta Pertamaku
Setelah mandi, sarapan dan mendengar sedikit kultum dari ibuku tersayang, akupun bergegas mengeluarkan motorku yang masih di dalam rumah. Sembari memanaskan mesin motorku, aku berpamitan dengan mencium tangan ibu (hal yang selalu kulakukan sebelum berangkat dari rumah).

Setibanya disekolah, aku memarkir motorku dan membenahi tas dan pakaianku yang agak kusut kemudian menuju kelas. Dalam perjalanan dari parkiran ke kelas, mataku tertuju pada sesosok wanita yang sangat manis, yang berjalan ke arahku bersama dua orang temannya. Pandanganku tak lepas dari wanita itu, sehingga aku tidak memperhatikan jalan di depanku, yang aku perhatikan hanya wajah dan senyuman yang membuat pagi ini terasa sejuk dan nyaman. Saat berpapasan aku melemparkan senyum terindahku dengan harapan dia pun membalas dengan senyum. Tapi ternyata dia melewatiku begitu saja. Tapi aku belum menyerah, pandanganku masih mengikuti langkahnya. Suatu keajaiban terjadi, dia berbalik dan membalas senyumku. Roh ini seakan mau kabur dari raganya, terbang keangkasa dan mengatakan pada setiap orang “AKU JATUH CINTA”

Sesampainya dikelas ku lihat kelas sudah rane dengan siswa siswi yang saling berbincang untuk saling kenal satu sama lain.
“hey, di sini masih kosong”, terdengar suara seorang cowo, akupun menoleh kesamping, sambil melambaikan tangan dan tersenyum dia menunjuk kearah bangku kosong yang berada disampingnya. Aku menuju kearahnya dan langsung duduk disampingnya.
“kenalin, guw Armin” kudengar lagi suara yang tadi menyapaku, sambil menyodorkan tangannya dia pun tersenyum
“guw Fadli” aku pun menyambut tangannya
Perbincangan ringan pun terjadi di antara kami berdua. Dari perkenalan dan perbincangan itulah Armin telah menjadi sahabat sekaligus teman terdekatku di sekolah yang baru.

Setahun berlalu
Aku dan sahabatku Armin sudah duduk di bangku kelas XI. Sebenarnya, selain sahabat, Armin juga adalah rival terberatku dikelas, terbukti dengan perolehan peringkat satu dan dua hanya kami berdua yang saling bergantian memperolehnya di kelas.
“Fad, Murni tuh” ucap Armin sambil menolehkan kepalaku yang sedang membaca buku di depan kelas kearah lapangan. Ku lihat sosok wanita yang ku idolakan sejak aku masuk sekolah ini. Sudah setahun aku hanya bisa melihat dan mengaguminya dari kejauhan, namanya pun aku tau karena mendengar teman-temannya.
“ehh, jangan kencang-kencang lu sebutin namanya, entar orang lain dengar!” sahutku sambil menutup mulutnya dengan buku yang ku pegang.

Hanya Armin yang tau perasaanku terhadap Murni.
“Fad, udah setahun lebih perasaan lu ke Murni lu pendam, gak ada salahnya lu ngungkapin perasaan lu sekarang, toh dia belum punya pacar” menasehatiku dengan wajah yang serius
“guw belum cukup berani Min buat ngungkapin perasaan guw”
“pasti karena dia kakak kelas kan ?” Tanya Armin. Sebenarnya dia tau itu alasan utama kenapa aku gak berani ngungkapin perasaanku ke Murni

Aku tertunduk diam seribu bahasa, karena kartu as ku sudah berada ditangannya. Semua tentang Murni aku cerita padanya.
“sudahlah Fad, sekarang udah gak zaman takut mengatakan cinta karena kakak kelas ataupun adik kelas. Cinta itu tidak mengenal usia bahkan status” Armin menasehatiku dengan gayanya yang sok melankolis, padahal dia pun belum punya pacar.
“iya Min!” aku hanya bisa mengangguk untuk membuat sahabatku itu yakin.
“plaaaakkkk” dia memukul bahuku dan meninggalkanku sendiri di depan kelas. Aku mengartikan pukulan itu sebagai penyemangat dari sahabat dan sekaligus kekecewaan karena aku terlalu takut mengungkapkan perasaanku.

Setelah ujian tengah semester berakhir. Aku terangkat menjadi ketua osis dan Armin yang menjadi wakilnya. Bisa dibilang kolaborasi yang sangat kuat, mungkin karena guru-guru sudah kenal dan tau kemampuan kami.
Menjadi ketua osis menjadikan aku popular di sekolah, dari adik sampai kakak kelas tidak lagi memanggilku Fadli tapi memanggilku dengan sebutam ketos (ketua osis).

“Fad, ini daftar pengurus osis yang baru” Armin meletakkan sehelai kertas diatas buku yang sedang asyik aku baca. Akupun melihat kertas itu sambil memperhatikan nama demi nama yang nantinya akan bekerja sama denganku. Aku terteguk diam saat ku lihat yang menjadi bendahara osis adalah wanita yang selama satu setengah tahun ini aku kagumi.
“Min, ini gak salah?” tanyaku
“apanya yang salah?” Armin mengembalikan pertanyaanku
“ini bener, Murni yang jadi bendahara osis?” tanyaku kembali
“iya, emang kenapa?” bertanya lagi
“kok lu gak bilang dulu sama guw?” pertanyaan ke tiga dariku
“kan waktu rapat pemilihan pengurus osis lu gak bisa hadir karena ada pertandingan basket, lu juga bilang terserah guw aja milih pengurusnya. Nah, yang guw pilih ya itu semua dikertas yang lu pegang itu, jadi jangan salahin guw” membela diri, dengan sedikit ngotot.

Aku tau dia sengaja memposisikan Murni sebagai bendahara agar aku bisa dekat dengannya. Tapi biarlah, inilah sahabatku Armin yang selalu memberiku jalan agar dekat dengan wanita pujaanku, hanya saja aku yang masih terlalu takut untuk berkata jujur dan masih selalu melawan perasaan ini.
“aku janji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, sudah cukup lama aku mengalah dengan perasaan takut” ucapku dalam hati sambil tersenyum
“ehh, kenapa lu senyum-senyum sendiri, otak lu udah sengklek ya?” Tanya Armin kepadaku, tanpa curiga.
“ng…ng…gak kenapa-kenapa!” jawabku, sedikit kaget
“ya udah, guw ke kelas duluan ya, mau ngerjain tugas” kata Armin sambil berjalan keluar ruang osis
“tok tok tok, permisi?” terdengar suara yang tidak asing dikupingku yang sekaligus menyadarkanku dari lamunan
“silahkan masuk” jawabku sambil melihat kearah pintu

Dari balik pintu muncul seorang wanita yang sangat aku kenal wajahnya.
“Murni?” ucapku dalam hati, dengan jantung yang berdetak tidak karuan seperti ingin lompat dari tempatnya.
“kamu Fadli kan, ketua osis baru disekolah ini?” dia bertanya sambil tersenyum, mengingatkanku dengan senyuman dia satu setengah tahun lalu yang sampai sekarang masih sama
“i…i… iya betul” jawabku dengan terbata-bata karena gugup yang sangat luar biasa
“tadi aku ketemu Armin, katanya, aku dipanggil sama ketua osis, karena ada yang mau di bicarakan, makanya aku ke sini” sedikit bingung
“Armin, awas lu” teriakku dalam hati
“kalau boleh tau, ada apa kamu manggil aku?” Tanya Murni penasaran
“oia, betul aku memang meminta Armin untuk memanggil kamu ke sini” jawabku, dengan perasaan yang masih gugup, sembari mempersilahkannya duduk

Kami pun duduk berhadapan dengan meja sebagai pembatasnya.
“ya Tuhan, jantungku seakan mau copot, kuatkan aku, kuatkan aku Tuhan” berdoa dalam hati
Baru kali ini aku berhadapan langsung dan sangat dekat dengan wajahnya. Ternyata dia sangat cantik dengan rambut hitam tebal sebahu, mata yang sedikit agak bulat berhias bulu mata yang lentik ditambah lagi dengan alis tebal menambah keindahan di daerah matanya, wajah yang oriental dengan lesung pipit yang sangat manis bila tersenyum semakin membuat ku jatuh cinta, kulit kuning langsat menambah perpaduan yang hampir sempurna dari seorang wanita. Inilah cinta pertamaku

Lima menit aku mengagumi dirinya yang hanya bisa kuucapkan dalam hati
“Fad?” Murni menyapaku, sementara aku masih larut dalam lamunanku yang indah
“Fadli, kamu gapapa kan?” Tanya Murni kepadaku
“haa, gapapa!” jawabku, tersadar dari lamunanku
“terus kamu mau ngomong apa sama aku?” Murni kembali bertanya
“gini ka” omonganku terputus
“panggil Murni aja, biar lebih akrab” memotong omonganku, sambil tersenyum yang membuat kaki ku kembali menjadi kaku
“o..o..oke, jadi gini ka, ehh maksud aku Murni, kamu kan sebagai bendahara osis yang mungkin hampir seluruh dana buat keperluan kegiatan osis kamu yang pegang, jadi maksud aku, aku mau minta nomor kamu, biar nanti aku gampang kontek kalau misalkan ada keperluan mendadak” “alibi yang kuno” kataku dalam hati, sambil tersenyum paksa
“oo, kirain ada apa” Murni mengambil kertas dan menulis sesuatu “nih nomor aku, save ya”
“oke, makasih ya Murni” sautku
“sama-sama Fad” jawabnya, sambil beranjak dari hadapanku
“oia, kalau ada apa-apa sms aja” Murni berbalik kearahku sambil tersenyum
Aku cuman manganggukkan kepalaku sebagai tanda mengiyakan sembari membalas senyumnya yang sesaat hilang di balik pintu.

Dua bulan berlalu sejak Murni memberikan nomor handphonenya. Aku dan Murni telah menjadi sepasang kekasih dan berita itu menjadi good news disekolah. Banyak yang kecewa dan banyak juga yang senang. Murni adalah primadona disekolah, banyak pria yang ngantri untuk mendapatkan cintanya tapi diantara mereka aku yang beruntung, hahaha. Aku nembak Murni dihari ulang tahunku dan dia pun langsung menerima karena ternyata dia juga sudah lama menunggu pernyataan cinta dariku.

Hari-hari kami lalui dengan bahagia, Murni memang sosok wanita yang aku idam-idamkan selama ini. Cantik, baik, pengertian, perhatian dan bisa mengambil hati keluargaku. Tapi dia selalu marah kalau aku gak ngucapin I LOVE YOU setiap pagi. Dia selalu menemaniku pada saat latihan atau saat pertandingan basket untuk mensupport aku, bahkan pada saat dia ujian nasional pun malam harinya dia masih datang untuk menyaksikan pertandinganku.

Enam bulan kemudian
Ayahku dipindah tugaskan ke jawa barat, tadinya aku tidak terlalu khawatir dengan kabar itu tapi ayah dan ibuku megambil keputusan kalau kita semua harus ikut pindah. Aku tersentak kaget mendengar keputusan itu, difikiranku langsung terlintas tentang kekasihku Murni, apa dia bisa menerima semua ini? apa dia rela aku pergi? Aku tidak mau melihat dia meneteskan air mata karena mendengar kabar kepindahanku.

Minggu depan aku dan keluarga harus berangkat ke jawa barat untuk menyusul ayah yang sudah lebih dulu berada disana. Aku hanya punya waktu seminggu untuk memberi pengertian kepada Murni. Aku mengirimkan pesan singkat
“princes, nanti sore aku tunggu di taman ya, aku mau ngomong sesuatu” isi smsku, princes adalah panggilan sayang.dariku
“oke sayang, aku juga pengen ketemu kamu, udah kangen, hehehe” balasan darinya
Membaca sms darinya aku jadi gak kuat untuk mengatakan perihal kepindahanku nanti. Aku tau dia wanita yang gampang ngeluarin air mata, makanya selama enam bulan bersama dia aku selalu menjaga perasaannya dan tidak pernah membuat dia menangis.

Pukul empat sore aku sudah berada ditaman
“udah lama yah nunggunya?” tanya Murni yang memelukku dari belakang, itu memang kebiasaan dia
“belum lama, aku juga baru nyampe kok” jawabku
“kamu mau ngomong apa?” tanya Murni
“aku mau pindah ke jawa barat” jawabku to the poin dengan wajah tertunduk
“hahaha, kamu jangan bercanda deh” Murni tertawa pelan
“aku serius princes” aku mengangkat kepalaku dan memandang wajah Murni
“kenapa harus pindah?” tanya Murni dengan memegang tanganku erat dan kulihat matanya sudah mulai berkaca-kaca
“ayahku di pindah tugaskan ke jawa barat dan aku sekeluarga harus ikut” aku beranjak dari tempat dudukku
“terus aku gimana?” Murni berdiri dan memelukku, air matanya mulai membasahi kaos biru yang ku pakai. Ini kali pertama aku membuatnya menangis
“aku juga bingung, disatu sisi aku harus ikut dengan keluargaku dan disisi lain aku gak mau ninggalin kamu” pelukanku semakin erat dan tanpa sadar air mataku pun menetes
“aku gak mau kehilangan kamu, gak mau jauh dari kamu, aku mau ikut kemanapun kamu pergi”
“princes, kamu pikir aku sanggup kehilangan kamu? Gak princes”
“terus kenapa kamu harus pergi dengan cara seperti ini?” kaos ku semakin basah karena air mata Murni yang semakin deras
“keadaan yang membuat kita harus terpisah, lihat aku princes” aku melepas pelukan Murni dan memandang wajahnya yang merah dipenuhi air mata, sesuatu yang tak pernah ingin aku lihat sejak awal bersamanya. “aku janji aku akan kembali untuk kamu, aku gak akan ngelupain kamu, kamu akan selalu ada di hati aku, karena kamu cinta pertamaku dan aku mau kamu juga yang menjadi cinta terakhirku, aku janji aku akan kembali ketempat ini empat tahun dari sekarang dengan tanggal dan jam yang sama dan saat aku kembali kesini aku mau melihat kamu juga berada disini” kata-kata terkhirku untuk Murni

Aku segera meninggalkan Murni menuju motorku, dari kejauhan kulihat dia terduduk dan masih menangis. Aku sebenarnya gak sanggup melihat Murni seperti itu tapi ini keputusan yang harus kuambil.
“selamat tinggal princes sampai ketemu lagi empat tahun mendatang di tempat ini” ucapan terakhirku dalam hati

TAMAT

0 komentar: