Kamis, 03 Oktober 2013

Tangisan langit

Langit mulai menghitam tatkala terik panas itu telah lenyap. Panas yang begitu memukau menekan cuaca dalam kuasanya. Hangat membakar kulit yang tak berselimut kain. Meredam peluh dalam baju baju insan melata. Kini Mentari menghilang dari peredarannya. Sejauh jantung berdetak menutup detik demi detik. Sayup-sayup angin bertiup mengundang tetesan air di siang hari. Ku lirik jam dinding masih terpaku di angka satu. Namun dunia cerah menjelma menjadi malam tanpa bulan. Menghitam dan terus menghitam Semerbak air kini bercucuran mengalir dari langit. Alangkah rindangnya. Terpaan basah menikam hamparan bumi yang kering. Setapak jalan berdebu kecil tertindas oleh terjangan yang mengalir dari pelupuk awan. Derai tangisan langit terus menghantam membasuh genteng-genteng dengan riuh yang tak asing. Hingga warna langit berubah kembali dalam dimensi keputihannya. Membiru bagai lautan tak berpenghuni. ======= ...Hujan.... ======= Baru saja Hujan itu telah reda dalam rentan waktu yang tak lama namun kulihat kini ia datang lagi kembali membasuh bumi bersama dinginnya tarian angin yang bergulir. Hilir mudik menerpa pohon-pohon basah terpedaya oleh tangisan alam semesta raya. ========================

0 komentar: