Minggu, 16 Desember 2012

Kehidupanku, itulah kematianmu bagian 5 (Bahasa bunga-floriograpy)

Sempurnakan jerit setangkai bunga agar mimpi jangan gelisah,
Waktu pagi dibasuh tangisan kecil, tapi aku tak ingin siapa pun mengusik ujung kelopaknya
Sebab setiap tetes embun Adalah suara rintihan riwayat Kerinduan
kutatap dirimu dengan cinta,
kudendangkan hingga ke pelosok surga,
Wahai bidadari, yang terus menghias relung-relung hati,
Tiada pernah cukup kurasa,
Sejuta puisi tentang cinta,
Segudang pantun sang pujangga,


(Romansa setangkai bunga-Arsyad Indradi & Embun hati-Pulau dewata)

Aku tersadar dari tidurku yang cukup panjang, rasanya senang dapat menghirup nafas kembali, seperti yang telah aku prediksi sebelumnya, ya… aku berakhir di tempat paling menyebalkan yang pernah aku kenal “Rumah sakit” tempat para pesakitan berharap keajaiban, entah pada dokter, obat, Tuhan, atau hanya sekedar berjudi dengan hidup mereka masing-masing.

“Penyakitnya yang sudah masuk dalam stadium 5, apalagi dengan gejala uremia, sudah pasti ia memerlukan terapi pengganti ginjal, hemodialisis sudah tidak terlalu bermanfaat kini…”
Aku mendengar kata-kata itu dari jelas dan nyata, pembicaraan seorang dokter dan perawat, percakapan medis yang tidak seharusnya di dengar oleh pasien seperti aku, tapi mungkin mereka tak tahu bahwa aku telah sadar, lagipula aku pun tak terlalu banyak berharap pada keajaiban, keajaiban hanya datang pada mereka yang menantikannya, bukankah begitu?

Dokter dan perawat itu keluar dari ruang kamarku, sebuah ruang yang mungkin terlihat tersterilisasi, namun ini hanyalah kamar biasa, aku tahu pasti keluargaku lah yang memberikan tempat terbaik padaku, aku memandang meja disamping ranjangku, aku melihat sebuah surat dan setangkai bunga matari yang dicelup dalam wadah berisi air jernih, aku mengumpulkan tenagaku untuk sekedar membuka surat itu, karena toh tidak ada lagi yang dapat aku lakukan disini…

“Bunga Matahari… ia dinamakan bunga matahari karena ia selalu setia mengikuti kemana arah matahari bergulir, pada pagi hari bunga matahari akan menghadap kearah timur, dan ia terus mengikutinya seiring matahari bergerak kesebelah barat tempat matahari terbenam-Cepat sembuh, bersinarlah… dan berdamailah dengan Tuhan…”
RAIN


Sebuah pesan sederhana dari Rain, ternyata ia yang meletakan bunga itu dan menulis suratnya? Tapi kemana dia kini? Aku memandang sekeliling kamarku, berusaha mencari-carinya, aku melihat mama yang tertidur dibangku dekat ranjangku, aku tahu mungkin ia telah lelah menemaniku tadi malam, aku kini lelah dan bosan, apakah aku harus berakhir dirumah sakit?
“Vi… kamu udah sadar?” Kata mama yang tiba-tiba terbangun.
“Iya ma…” Jawabku pelan, tenagaku belum terkumpul baik.
“Masih terasa sakit nak?”
“Udah ga kok ma, Cuma lemes aja…”
“Yaudah kamu tidur aja ya, istirahat yang banyak…”
--------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------
Pagi ini, aku mendapat kiriman bunga lagi, entah kapan datangnya, tapi yang pasti saat aku membuka mataku, telah ada yang meletakannya di atas mejaku, tapi kali ini bunga yang berbeda, beberapa bunga Lili, dan tentunya sebuah surat lagi…

“Lily yang manis dan sederhana, meski rapuh, namun ia tetap cantik. Tidak ada alasan menyangkal kecantikanmu meskipun dalam kerapuhan… sudah berdamai dengan Tuhan?”
Rain


Apa-apaan ini? Apa Rain ingin membuatku penasaran lagi? Kali ini ia membuat “terror bunga” sebenarnya, aku sangat ingin ia sekedar datang dan menyapaku, karena meskipun kami hanya saling mengenal sebentar, kehadirannya sungguh dapat selalu menemaniku.
Dengan alasan kondisi yang kurang baik, akhirnya aku tetap tinggal dirumah sakit untuk beberapa hari, teman-temanku berdatangan untuk sekedar memberi semangat, aku menyambut mereka dengan baik, meskipun sebenarnya bagiku kehadiran mereka tidak banyak membantu, tapi kemana Rain? Sudah hampir satu minggu dan ia tidak muncul juga? Hanya ada bunga dan kartu ucapan setiap paginya, kemarin ia memberiku bunga tulip dua warna, aku tak maksudnya, tak ada catatan yang terselip lagi disana, seorang perawat yang merawatku berkata, tulip dua warna, Merah dan kuning memiliki banyak arti, merah berarti rasa kepercayaan, sedangkan kuning berarti harapan dan melupakan kegagalan, jadi apakah aku harus percaya pada harapan? Sedangkan hari ini ia mengirimiku yang lain lagi tiga tangkai mawar merah muda, tanpa pesan tentunya.

“Kamu dikirimi bunga lagi?” Kata perawat yang ada dikamarku.
“Iya, tapi aku masih ga ngerti artinya.”
“Hmm… mawar merah muda itu berarti ungkapan kebahagiaan, sedangkan tiga tangkai melambangkan kehormatan, mungkin artinya adalah sebuah kehormatan bagi si pemberi, apabila yang menerima menjadi bahagia.”
“Oh, begitu ya, terimakasih ya…” Aku berpikir sejenak sementara perawat itu melakukan pemeriksaan rutinnya, aku memandai bunga kiriman itu, sesungguhnya aku sama sekali tidak butuh bunga, aku hanya ingin melihat Rain, ada kerinduan atas kehadirannya, entah kenapa, aku sangat ingin ia disini, dan tidak menghilang begitu saja.
“Beberapa hari lagi akan ada operasi transplantasi ginjal, jika kondisi kesehatanmu tidak membaik…” Kata perawat itu padaku
“ ….” Aku hanya diam, aku hanya menerima apapun yang akan terjadi.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Hai Vi…”
“Timmi, mana Rain?”
“….” Nanti setelah operasi gw akan cerita tentang dia.
“Hah? Emang kemana dia sekarang? Kasih tahu gw…”
“Sorry Vi, gw ga bisa, nah besok kan lo mau dioperasi, gw Cuma mau ngasih titipan dari Rain...” Timmi sebuah rangkaian bunga, entah bunga apa, dan entah apa artinya, aku tak pernah tahu.
“Kemana dia? kok ga dateng ngunjungin gw? Padahal kan gw mau dioperasi.” Tanyaku agak sinis.
“Gw ga bisa kasih tahu sekarang, maaf Vi, gw Cuma berharap lo cepet sembuh.” Dalam wajah Timmi ada tersimpan sesuatu yang benar-benar rahasia, padahal ia tak pernah menyimpan sesuatu dari diriku. Ia meninggalkan kamarku sementara aku masih saja merenung, aku tidak sama sekali memikirkan tentang operasi ini, aku memikirkan Rain, kenapa ia sungguh menyebalkan? Datang dan pergi begitu saja, datang lalu menghilang, apakah dia benar-benar orang baik? Atau hanya sekedar mau mempermainkan perasaanku? Apa maksud dari semua bunga dan pesan kirimannya? Apa maksudnya saat aku harus berdamai dengan Tuhan?
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari ini adalah hari dimana aku akan dioperasi, hari yang cukup menegangkan bagi beberapa orang, dan hari ini perasaanku juga campur aduk, tak karuan apa jadinya.
“Vi… udah siap kan?” Tanya mama sambil menyemangatiku.
“Iya ma…”

Aku memasuki ruang operasi dengan perlahan, di dalam ruangan ini telah berkumpul beberapa ahli medis yang akan melakukan tugasnya, aroma rumah sakit semakin menyengat mungkin karena ada banyak obat disini. Aku dibius total, mungkin karena ini operasi organ dalam, lagipula aku juga sangat tidak ingin dan tidak tahu saat mereka benar-benar membelah tubuhku. Dan aku pun mulai tidak merasakan apa-apa, aku lemas, dan aku makin lemas saja, entah mungkin ini pengaruh dari obat bius itu…
Entah kenapa operasi itu terasa sangat singkat, aku telah kembali ada dikamarku, aku hampir tidak merasakan apa-apa, hanya saja dibagian perut bawahku masih terasa nyilu dan sakit jika bergerak. aku memandang ke arah meja tempat bunga biasa diletakan, kali ini aku merasa berbeda, ada yang menggangu pandangaku, sebuah surat, tapi kali ini surat berbentuk bunga, di atas surat itu tertulis “RAIN-Pesan terakhir”
Aku kaget dan penasaran, apanya yang dimaksud dengan pesan terakhir? Aku bergegas membuka surat itu…

0 komentar: