Minggu, 16 Desember 2012

Kehidupanku, itulah kematianmu bagian 4

“No Heart, No hurt…”
Saat Tuhan membuat ginjalku rusak, secara tidak langsung Ia juga membuat hatiku rusak, dan terasa sangat sakit… bahkan kini aku hampir tidak dapat merasakan keindahan perasaan, apa yang selama ini aku dambakan, bukanlah yang aku dapatkan.

“Tim, lo lagi sama Rain ga?” Kataku menghubungi Timmi karena telpon Rain yang putus ditengah pembicaraan kami.
“Nggak tuh, emang kenapa ya?” Tanya Timmi.
“Yaudah deh ga apa-apa, makasih yah…”
--------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------
Rain benar-benar membuatku penasaran, setelah pembicaraanku bersamanya yang terputus itu, ia menghilang seketika, ia berhenti dengan semua tingkah anehnya padaku, apa karena ia telah berhasil saat aku menerimanya sebagai temanku, atau ia benar-benar muncul, lalu menghilang begitu saja? Sungguh menyebalkan…

“Rain kemana? Udah lama gw ga liat dia?”
“Tumben lo nanyain dia…”
“Pengen tahu aja…”
“Dia udah 3 hari ini ga masuk tanpa kabar, ga tahu kenapa mulai kelas XI ini dia memang sering begitu, tiba-tiba ga masuk beberapa hari, terus masuk lagi, biasanya hampir sebulan sekali…”
“Ohhh…” Kataku sambil menghela nafas panjang, ternyata ia memang orang yang aneh dan sama sekali tak terduga.
“Oiya, besok kan ulangtahun lo Vi, jangan lupa traktir ya, heheheh…”
“Udah dateng aja ke rumah gw, gw ga ngundang siapa-siapa, tapi yang dateng pasti nanti dapet makan dari gw…”
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Vi, kamu mau apa di ulangtahun kali ini?” Kata papaku padaku. Sementara aku hanya diam, aku sama sekali tidak ingin apa-apa, sama sekali tidak butuh apa-apa.
“Vi??” Kata papaku lagi.
“Ga usah pa, makasih…” Aku meninggalkan papaku dengan wajah murung, aku memang tidak ingin membuatnya sedih, tapi aku tahu apa yang ia rasakan, ia selalu menginginkan yang terbaik bagiku, meskipun kadang hidup tidak pernah sesuai dengan pesanan. Aku adalah anak tunggal, yang selalu menyusahkan keluargaku, aku tidak ingin hal itu terjadi, tapi entah kenapa hal itu dibiarkan terjadi, seperti yang banyak orang bilang bahwa ada maksud yang baik di atas semua hal buruk yang terjadi, aku masih menunggu saat-saat yang terbaik itu datang, entah kapan…
“Vi, Rain telpon…” Kata mama. Aku bergegas mengangkat telpon itu, entah kenapa, mahluk aneh bernama Rain itu membuat sangat ingin mendengar kabar darinya.
“Halo…” Kataku.
“Hai Vi, Maaf ya kemarin putus, lo bisa dateng ke danau kecil deket sekolah ga? gw tunggu satu jam lagi ya, kita ketemu disana, gw mau kasih tahu misi kedua…”
“Tapi, mau apa disana?”
“Udah dateng aja, gw tunggu ya… Bye…”
“Rain, tunggu…” Ia mematikan telponnya lagi, sungguh kebiasaan yang menyebalkan.

Aku berpikir cukup lama hanya untuk memikirkan kata-kata dari Rain, ia menyebalkan, membuatku sangat penasaran, tapi aku sangat menginginkan kehadirannya…
“Aku tidak mau datang, aku tidak akan datang…” Kata-kata itu terus menerus kuulang, tapi entah kenapa akhirnya aku memutuskan untuk datang, mungkin karena rasa penasaranku yang besar pada sosok Rain dan misinya.

Aku berdiri di atas jembatan, tepat di dekat danau itu, suasana cukup dingin, padahal masih sore hari, disini tidak terlalu ramai, hanya ada sekumpulan anak yang bermain, dan beberapa orang yang sekedar lewat, sebuah tempat yang baik untuk sekedar menerung.
“Hai Vi…” Kata Rain menyambutku dengan senyum khasnya.
“Kenapa sih lo tiba-tiba menghilang, terus muncul dan nyuruh gw ke tempat kayak gini??” Kataku agak marah padanya.
“Iya. Maaf ya Vi, Oiya Happy birthday yah…” Katanya sambil mencoba menyalamiku, sementara aku hanya acuh terhadapnya, masih kesal tentunya…
“Jangan marah terus Vi, kan kita udah temenan, nih ada kue buat lo..” Katanya sambil membuka kotak kecil yang memang dari tadi ia bawa. Ia menyalakan lilin dan bernyayi untukku, lagu “Selamat ulang tahun” yang dilantunkan sederhana dari dirinya dengan wajah yang tulus, aku masih diam, tapi di dalam hatiku, misi membuatku tersenyum telah sangat berhasil, dan mungkin ini yang dinamakan “bahagia” oleh banyak orang selama ini. Aku meniup lilin itu, ia membagi potongan kue itu menjadi dua dan aku tersenyum, tidak dalam hati, kali ini aku benar-benar tersenyum!
“Oiya, Vi liat kebawah danau deh…”

Aku menoleh ke bawah dan melihat namaku disana, ternyata Rain membuat namaku dari lilin apung dan meletakannya di danau, indah dan menarik, apa lagi matahari sore ikut membuatnya terlihat lebih hidup.
“Makasih yah…” Kataku padanya.
“Iya, ini juga buat lo.” Ia memberikanku sesuatu, sebuah buku, aku melihatnya sebentar, buku itu berjudul “In God’s Hand-dalam tangan Tuhan”
“Trus apa misi kedua lo?” Tanyaku lagi padanya.
“Misi gw yang kedua adalah membuat lo berdamai sama Tuhan.”
“Maksudnya?”
“Ya coba aja lo pikirin sendiri, hehehe…” Kami bicara banyak hari itu, dan hal yang sama aku rasakan lagi, sebuah kenyamanan atas kehadiran sosok yang menyebalkan ini.
“Udah mulai gelap nih, pulang yuk, ntar lo ditanyain lagi…”
“Oke, gw juga takut ditanyain…”

Aku bangun dari bangku taman di dekat danau itu, aku berjalan bersamanya, rumahku memang tidak terlalu jauh dari sana, mungkin hanya menempuh perjalanan 15 menit.
“Vi, lo kenapa?” Kata Rain padaku.
“Gw kenapa emangnya?”
“Jalan lo mulai ga beres nih…” Kata Rain lagi padaku. Dan selang beberapa detik, mulai terasa hal yang aneh dalam tubuhku, aku mual, aku muntah seketika, aku lemas… aku bahkan tidak mampu untuk berdiri diatas kedua kakiku sendiri, aku goyah dan hampir jatuh kini. Oh Tuhan, jangan sampai aku jatuh disini, jangan sampai Rain tahu tentang penyakitku…
“Vi, lo kenapa Vi? Vi??” Kata Rain, dan suaranya terdengar semakin mengecil dalam telingaku, wajahnya terasa semakin kabur dalam pengelihatanku…

..............

0 komentar: