Minggu, 16 Desember 2012

"Kehidupanku, itulah kematianmu" (Bagian 2)

“Jadi apa takaran untuk mengukur seberapa adil Tuhan itu?” Kataku sambil membanting sebuah laporan medis yang diluar nalarku.

“Kamu tidak berhak mempertanyakan seberapa adil Tuhan, seperti apapun keadaannya.” Kata Mama padaku. Sementara aku hanya diam, karena meskipun aku menangisi semua yang terjadi, toh keadaan tak akan pernah berubah, tangisan dan kesedihanku tak akan mengubah apapun, yang jelas sekarang aku dan sisa-sisa hidupku harus terus bertahan. Dan hari itu adalah hari pertama aku mempertanyakan tentang diriku dan kehilangan aku yang dulu, kehilangan kata “hidup” kita semuanya hanya kata “mati” bagiku.
--------------------------
------------------------------------------------------------------------------
Namaku Videl, dan untungnya aku masih ingat namaku, walaupun semenjak hari itu aku terus mengutukinya, dan bermusuhan dengan semua orang yang ada didunia ini, alasannya hanya satu, karena aku iri dengan mereka semua, iri dengan hidup mereka yang baik-baik saja, iri saat mereka dapat tertawa lepas, iri saat mereka menikmati apa yang ada pada mereka.

“Vi, udah siap? Kita berangkat sekarang?” Kata Mama padaku.
“Iya ma, udah siap kok...” Kataku dengan wajah yang tak karuan, tak siap sama sekali dalam hatiku.
“Acute Renal Failure” itu yang aku alami kini… sebuah organ seberat 150 gram yang ada didalam tubuhku kini mengalami kerusakan permanen, sehingga tidak dapat lagi bekerja dengan baik, itu yang menyebabkanku harus terus menerus melakukan hemodialisis paling tidak satu minggu sekali, dan rasanya sangat tidak enak bagiku, aku sering mual, bahkan muntah tanpa sebab, dan aku tidak pernah dapat tidur dengan nyenyak…
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Eh, Vi… ada yang mau kenalan tuh sama lo…” Kata Timmi, teman sekelasku di XI IPA.
“Kenalan? Buat apa? Nggak ah, gw sama sekali ga minat tuh.” Sementara aku masih sibuk dengan urusanku sendiri.
“Tega banget sih lo, anak bahasa loh, baik kok, temen gw dari kecil.”
“Udah ah, ga usah ganguin gw.” Aku pergi meninggalkannya, karena menurutku itu bukanlah hal yang penting bagiku.
Suasana kelas sangat sepi, maklum jam istirahat, mereka semua sibuk ke kantin atau sekedar bermain dengan mimpi-mimpi mereka diluar, sementara aku hanya ada di dalam kelasku ini, menjalani aktifitasku sambil menunggu waktu untukku berhenti hidup.
“Hai…” Kata seorang pria menyapaku sambil mengulurkan tangannya. Sementara aku menoleh sebentar, lalu memalingkan wajahku, sama sekali tidak berminat.
“Gw Rain, temennya Timmi, dan gw mau kenal sama lo…” Katanya ramah, sambil duduk disebelahku, tanpa diundang! Sungguh mengesalkan, aku tak terbiasa digangu seperti ini. Aku yang tidak terlalu mengenalnya tapi cukup muak dengan tingkahnya, aku memutuskan untuk meninggalkan kelas itu, pergi ke tempat lain untuk sekedar menghindari ganguan darinya, dan berharap ia akan menyerah dengan semua sikapku yang sama sekali tidak bersahabat.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Eh, bilangin ya sama temen lo, jangan sok kenal sama gw!” kataku sambil membentak Timmi, yang sebenarnya tidak terlalu bersalah dalam hal ini.
“Tapi Vi, gw juga bingung, dia itu ga pernah sama sekali mau kenalan tiba-tiba sama cewek, setau gw, dia itu baik, tapi aneh waktu gw certain tentang lo, dia malah tertarik…”
“Emang lo cerita apa tentang gw? Awas lo kalo cerita-cerita lagi.”
Hari itu jadi hari yang cukup menyebalkan buatku, setelah sekian lama tak ada menggangu hidupku sama sekali, kini muncul sesosok yang aneh dan sangat menjengkelkan, aku hanya berharap dia menyerah dan tidak mengganguku esok harinya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Gw udah bilangin sama si Rain supaya nggak ganguin lo lagi, tapi dia bilang kalo dia itu punya semacem misi rahasia yang harus dilakuin, dan misi rahasia itu menyangkut lo, tau tuh anak, tiap hari makin aneh aja.” Timmi datang dan memulai pembicaraannya denganku hari itu.
“Emang sejak kapan lo kenal sama dia?” Tanyaku mulai penasaran, sebenarnya Rain juga mungkin bukan orang jahat, hanya saja dia salah jika ingin mengenalku.
“Udah dari kecil, dia itu tertutup banget, tapi selama gw kenal sama dia, dia sama sekali ga pernah buat masalah, dan dia itu selalu bantuin semua orang yang ada disekitarnya…”
“Hai, lagi pada ngerumpi nih?” Rain datang dan membuat kami diam, wajar saja, karena orang yang kami bicarakan tiba-tiba muncul didepan kami secara tiba-tiba.
“Jadi bolehkan gw jadi temen lo?” Katanya sambil tersenyum lebar dan duduk mendekat dengaku dan Timmi. Aku tetap tak banyak bicara, aku pergi begitu saja, tanpa menghiraukannya, kejam mungkin, tapi aku mohon jangan mengenalku terlalu jauh, aku tak cukup punya waktu untuk sekedar bersahabat atau lebih dari itu, jika ingin berkata bahwa ini tidak adil, katakana itu pada Tuhan, dan tanyakan alasannya padaNya juga.

Tapi yang masih menggangu pikiranku adalah “misi rahasia” yang ingin dikerjakan Rain, dan itu melibatkan aku??




*Bersambung

0 komentar: