Selasa, 17 September 2013

Selamanya Kita Kan Selalu Dekat

Mei, 2012
“aku mencintaimu, Va!” aku merasa ingin tertawa.
“ha. ha.. ha, udah lah al! Jangan gitu” meski aku tertawa aku mengatur volume suaraku agar tak terdengar oleh dalam rumah.
“aku serius, Va! Hmm.. gimana?”
“aku suka punya sahabat kayak lu”
“ga bisa lebih, Va?”
“kita udah sahabatan semenjak 4 tahun yang lalu” ku atur suaraku agar tak menyakitinya.
“jadi, kamu menolak?”
“buat apa?, ini sudah lebih dari cukup, persahabatan kita gak akan pernah luntur, aku kamu Salwa Mawar Denov Awan, kita akan tetep bersama”
“hum, aku mengerti! oke, makasih untuk semuanya, aku balik dulu” wajah Alvin mendadak berubah pucat, tak ada keiklasan di baliknya, tak ada kehangatann persahabatan pertemuanku dengannya malam ini. Ku tutup pintu rapat-rapat.
“semoga, semuanya akan baik-baik saja, maafkan aku, Al” benakku. Seketika ingatanku melayang pada suatu kejadian yang sama.
Juni, 2008
“Ova! lihat sini” seseorang memanggilku dari jarak 5 meter, tepatnya selesai pesta di suatu acara pernikahan temanku.
“I LOVE YOU” sebuah balon merah hati bertuliskan kata I LOVE YOU muncul di hadapanku, dan tampak siluet wajah Alvin di balik balon itu.
“..” ku bengong sendiri.
“ayo, aku antar pulang”
“ehm, kagak usah, ntar ngrepotin” kataku masih polos.
“siapa bilang?, yuk!” tanpa persetujuan dariku, Alvin meraih tanganku menarikku untuk mengikuti langkahnya, tak ku sangka aku berada di dekatnya, teman baruku sekaligus kefairannya membuatnya melejit berubah status sebagai sahabat teman-temanku, sahabatku juga.
“Va!” dia menghempaskan lamunanku.
“iya kak, ada apa?”
“hem, aku suka sama kamu” tak dibatasi dengan alang-alang, kalimat tersebut membuat bujur ragaku terasa kaku. “aku sayang kamu, semenjak kita bertemu”
“ak.. aku gak tahu harus ngomong apa” suaraku terasa tercekik.
“aku tahu, mungkin aku terlalu lancang, hmm.. saat ini aku hanya ingin kamu tahu perasaanku”
“kak, aku ingin menjadi sahabat kamu, selamanya kita kan selalu dekat” tanpa ku sadari perkataan tersebut dengan lancarnya keluar dari mulutku, dia menatapku sesaat mencoba mencerna arti kataku.
“maksudnya apa, Va? Kamu tak mau memberi kesem..”
“kakak, udah ya.. makasih buat malam ini” aku langsung berlari menuju pintu rumahku, menghiraukannya, yang ku inginkan hanyalah sendiri untuk menenangkan detak jantungku yang tak ku ketahui arti semua ini, arti detak jantungku, aku tak tahu.
Juli, 2012
Suara jangkrik melengking menjadi backsound suasana malam ini, bertemakan 2 cangkir milk coffee di suatu meja bundar teras rumahku.
“oh ya, Naufa! Kemarin aku ketemu sama Alvin, hem tapi sayangnya dia gak ngelihat aku!” jantungku terasa berdegub kencang setelah mawar menyebut namanya, nama yang akhir-akhir ini sempat vakum di pikiranku. Tiba-tiba langsung menjalar setelah mawar mengatakan headline cerita yang masih rumpang. “Naufa! Haloo, kok nglamun sih!”
“eh, engak engak, memangnya ketemu dimana?” aku adalah Naufalia Ifhannada, panggilanku Naufa hanya saja Ova adalah panggilan khusus dari seseorang yang bernama Alvin, entah dari mana namaku bisa bermetamorfosis menjadi Ova.
“di rumah si Asep, tau kan tetangga aku itu, malahan gak cuma kemarin deh, hampir tiap hari Alvin nongkrong di sana, sampai malam-malam lagi, habis itu keluyuran entah kemana gitu, heran aku, Fa. Setahuku Alvin kan anak rumahan, kok suka keluyuran juga ya, hahaha” cerita Mawar ada benarnya, perubahan Alvin juga terasa bagiku, dia gak kayak dulu, sekarang dia lebih suka keluar malam, dia juga gak pernah gabung sama teman-teman kayak dulu, lebih tepatnya dia ngehilang di telan bumi belahan lain. Tiba-tiba hatiku terasa sesak, apa sebabnya dia berlaku seperti itu ngejauhin orang-orang di sekitarku, bahkan aku.
Akhir-akhir ini, aku disibukkan dengan fikiran yang tak lepas dari seoarang Alvin, batinku menggerakkanku untuk membuka kotak kado dari laci yang sempat terdiam di sana. Isinya masih sama, tak berubah seperti 3 tahun yang lalu, di dalam kotak itu terdapat sketsa wajahku karya Alvin dan sebuah buku novel yang di berikan Alvin kepadaku, mendadak perasaan bersalah yang amat besar berkecamuk di fikiranku dan aku masih tetap tak mengerti, apa arti semua ini.
November, 2012
Kali ini rencana teman-temanku untuk hang-out ke pantai akan terlaksana. Ketika mentari masih menyembul malu-malu, aku, Denov, Mawar, Awan dan Salwa sudah berkumpul di depan rumahku, semua tampak siap berangkat dengan berkendaraan bermotor.
“teman, ayo cap-cus sekarang, gak sabar nih!” ajakku dengan penuh semangat, setelah kurasa semuanya tampak siap, keeksotikan pantai pelang yang aku rindukan, oh!
“bentar, masih ada satu teman yang tertinggal nih, kita tunggu dulu yah!” ucapan Mawar membuatku bingung, satu teman siapa itu? Ku lirik semua teman-temanku, genap gak ada yang kurang.
“siapa Ma?” belum sempat pertanyaanku terjawab, seseorang bersepeda motor datang ke gerombolan kami. Postur tubuh yang tak asing lagi, seketika itu jantungku berdetak tidak normal.
“Alvin” desisku. “dia datang tak terduga yang justru membuatku tak siap untuk menata perasaanku yang sampai saat ini aku tak mengerti” desisku dalam hatiku.
“Naufa! Ayo” Awan melambaikan tangannya, memecah lamunanku, dan saat memulai perjalanan ini ku lihat Alvin yang membonceng Mawar, ahh!! perasaan apa lagi ini, dengan segera ku tepis semua perasaan burukku.
Dalam perjalanan 2,5 jam, pengliahatanku tak berhenti memperhatikan motor merah maroon di depanku yang dikendarai oleh Alvin. Ahh!! Andai aku yang di sana bersamanya, entah dari mana berasalnya, suatu energi muncul dari dalam jiwaku yang tak termunafikkan, aiish!! Apa-apa’an sih Nouf!! Berhenti berkhayal, semua adalah sahabat kamu, Nauf!! Gak ada yang lebih, semua sama. Dan tiba-tiba setitik air mata jatuh merembes di pipiku, Tuhan! Aku tetap tak mengerti apa maksud semua ini.
Pantai Pelang, November 2012
Waaw!! It’s a beautiful day! tempat yang selalu membuatku tenang dengan backsound debuaran ombak, sebuah instrumen yang paling aku sukai. Ku berjalan sendiri di bawah pohon kelapa di atas batu karang putih keperakan. Dan dari tempat itu, ku bisa melihat teman-teman berteriak bermain ombak, ahh! Aku hanya ingin sendiri di tempat ini.
“Ova” suara yang tak asing mengagetkanku, sontak terasa hawa menyedot seluruh tenagaku.
“aku boleh duduk di sini?” dia melangkahkan kakinya duduk di sampingku.
“instrumen yang paling indah” kata-kata Alvin membuatku tercekat tak mampu berkata apa-apa.
“ombak itu, rela menabrakkan dirinya ke karang, berguling-guling tanpa kenal lelah hanya ingin mereka tak mau menghentikan sebuah suara instrumen yang mampu membuat kedamaian di batin yang lelah” “ombak itu baik yah!” entah apakah Alvin ingin mengajakku ngobrol, atau hanya mencurahkan batinnya yang tak perlu suatu jawaban dan aku masih mampu mendengarnya saja, tanpa berkata sedikitpun.
“Ova”
“iya?”
“makasih ya, buat semua instrumentmu selama ini, maafkan aku”
“maksudnya apa? Aku ..aku gak mengerti”
“hmm” dia hanya menatapku penuh arti, tanpa ia menjawab pertanyaanku, ia sudah meninggalkanku sendiri, sebuah pertanyaan yang di ambang fikiranku.
Instrumen…
Maaf..
Apa maksud semua ini.
10 November 2012
Hapeku berdering, ketika ku bangkit dari tidur nyenyakku, sebuah pesan singkat muncul pada layar handphoneku.
“Alvin” sebuah nama yang pertama kali terjangkau penglihatanku pada layar handphone. Seketika ku membuka isi pesan Alvin.
From: Alvin
Ova, sedang apakah? Aku ingin mengajakmu satu hari ini saja, ada hal penting.
“ada apa ya kira-kira, hmm” langsung ku replay sms Alvin.
To: Alvin
Hari ini, aku free. Oke, gak masalah.
Tak lama kemudian, suara ketuk pintu terdengar bersahutan.
“Naufa! ada Alvin menunggumu di depan” suara Ibuku membuatku kaget, Alvin benar-benar datang.
“iya, Ibu. Tunggu bentar lagi” dengan cepat ku persiapkan diriku, dan setelah semuanya cukup, ku langsung menuju ruang depan.
“Alvin” sapaku dari belakang tubuh Alvin yang tampak berdiri melihat halaman depan rumah.
“hy Ova! Udah siap?”
“memang kita mau kemana?” tanyaku penasaran.
“sssttt… diam, udah yuk berangkat!” setelah ku dan Alvin berpamitan, ku mengikuti langkahnya menuju Honda Jazz biru yang terparkir di halaman rumahku, dengan cepat mobil itu langsung melesat.
“Alvin, memang kita mau kemana sih?”
“Hehehe, masih di Indonesia kok Va, panitia travel akan bertanggung jawab penuh atas penumpangnya. Jadi, gak usah khawatir, oke! Cuma 1 persyaratannya, kamu harus nurut” pidato pembukaan Alvin membuatku tercekat.
“ha? Aku makin bingung deh!”
“hehehehe!” tak lama kemudian mobil mencuat ke suatu daratan yang asing, mungkin ini daerah pegunungan. Dan tiba-tiba Alvin menghentikan mobilnya, mengambil sebuah sapu tangan dari dashboard.
“dan ini, merupakan bagian dari tata tertib persyaratan” Alvin memakaikan sapu tangan untuk menutupi kedua mataku.
“aduuh, apa-apaan sih ini” desisku mencoba melepas sapu tangan konyol ini tapi tanganku dicegah oleh Alvin.
“eits, harus nurut!”
“iya, deh”
“jangan sampai dibuka lo! Awas kalau curang!” tegas Alvin sekali lagi.
“siap boss!!” kataku sambil posisi menghormat ke depan, padahal Alvin berada di sampingku, terdengar suara tertawa kecil Alvin.
Mobil yang aku tumpangi serasa naik dan menuruni perbukitan, meleok-leok kadang gelap kemudian terang lagi akibat sinar menyengat tubuhku. Aku tak bisa menebak-nebak kemana tujuanku bersamanya.
Sekian lama perjalanan ini, akhirnya mobil terasa berhenti, sejenak aku tunggu perintah Alvin agar aku membolehkan membuka mataku, tetapi perintah itu tak kunjung datang.
“Alvin” sapaku.
“…” senyap.
“Alvin!” kataku setengah berteriak sambil meraba-raba jok sopir, tapi tak ada seorang pun. “Alvin, kamu dimana? Al..”
Tiba-tiba semilir angin menyibakku dari arah kiri, jendela depan terbuka. “Alvinn”
“nyonya Ova, silahkan turun” suara Alvin terdengar dari luar jendela, ku turuti perintah Alvin. “sekarang jalan, ya!”
Ku tertatih melangkah mengikuti langkah Alvin, angin yang menenangkanku, damai, tempat dimanakah ini? Seribu pertanyaan yang sama berkecamuk di fikiranku, tiba-tiba sandalku di lepas oleh Alvin, membiarkan kaki-kaki telanjangku merasakan tanah, dan pasir. Ku merasakan butiran pasir yang mulai menempel di telapak kakiku, dan sesaat sebuah air menyibakku dari arah depan menyentuh kakiku. Sayup-sayup instrumen mulai terdengar. Sejenak indraku berfungsi menebak indra perasaku.
“ombak!, ini suara deburan ombak, laut dan pasir putih” decakku hampir tak percaya dengan semua ini.
“sebuah instrumen yang paling indah” Alvin bersuara. “sekarang kamu boleh membuka mata kamu” seketika ku langsung melepas sapu tangan yang menutupi mataku. Dan, hamparang gunung, lautan lepas, pasir putih, burung-burung yang bertebangan bersamaan suara ombak semuanya indah. Pantai yang indah, penglihatanku tak henti-hentinya menyapu semua seluruh pemandangan indah di depanku ini, hanya ada aku dan Alvin di tengah-tengah luasnya hamparan pasir dan laut yang tak bertepi.
“Alvin, indah banget” suaraku parau hampir tak percaya.
“seindah persahabatan kita” dengan tenang, pernyataan Alvin membuatku terkejut. “laut yang memainkan instrumennya dengan deburan ombak-ombaknya sama seperti kamu yang memainkan instrumenmu dengan menjaga persahabatan kita” perkataan Alvin membuatku tersenyum.
“ini juga instrumenmu”
“tapi, kamu yang memainkannya”
“jadi?”
“aku bahagia punya sahabat kayak kamu” ucap Alvin.
“tunggu dulu, sa-ha-bat?” tanyaku untuk meyakinkan.
“iya, cinta jadi sahabat terus selalu dekat. Haha, bukan sahabat jadi cinta terus jadi musuhan deh”
“hahahhaa, makasih Alvin” jawabku terharu.
“seharusnya aku yang berterimakasih pada kamu” dengan lembut Alvin merengkuhku dengan hangat, sehangat angin semilir serta sinar matahari saat ini.
“kita akan jadi sahabat, selamanya kita akan selalu dekat” ucapku dan Alvin hampir bersamaan.
“hahahaha” kami tertawa bahagia menikmati indahnya persahabatan kami.
- end -

Ayah

“Kamu jadi anak lelaki tidak boleh cengeng,” perkataan itu yang sampai sekarang masih terngiang-ngiang di telingaku dan selalu ke luar dari mulut ayah di saat aku kecil meminta sesuatu barang atau ketika aku kalah dalam berkelahi dengan temanku.
“Kamu nanti akan jadi ‘pagar’ keluarga,” kata-kata itu juga sering dilontarkan ketika aku beranjak dewasa sampai berumah tangga.
Saat itu aku pun bertanya “pagar” yang dimaksudnya itu, kemudian dia menjelaskan tradisi Minangkabau bahwa pagar itu melindungi kaum wanita di keluargaku yang satu sepersukuan.
“Kaum wanita itu harus engkau jaga, memang engkau sebagai lelaki tidak akan mendapatkan tanah pusako, tapi peranannya adalah menjaga,” kalimat itu ke luar dari mulutnya di saat aku mengeluh.
Perkataan ayah memang sangat menyentuh hati, dirinya tidak perlu memarahi dengan kata-kata kasar, tapi cukup dengan beberapa patah kata yang sarat makna filosofisnya. Sampai aku berumah tangga pun, ayah masih selalu memberikan wejangan-wejangan agar aku tidak tergelincir dalam kehidupan dan kuat dalam menghadapi berbagai prahara kehidupan.
Dari raut mukanya yang sarat dengan perjalanan hidupnya itu, selalu menjadi teman di saat aku berduka. Meski cukup bertelepon untuk menanyakan keadaan aku di tanah rantau, tapi engkau akan selalu merasakannya baik di tengah suka dan duka.
“Papa tidak meminta engkau banyak-banyak, hanya satu engkau jangan tinggalkan shalat lima waktu,” perkataan itu kembali muncul.
Karena dari shalat itulah kamu akan mendapatkan petunjuknya dengan tetap berikhtiar meminta kepada Allah SWT hingga berputar kembali ke masa awal kuliah ketika aku diterima di perguruan tinggi negeri, di saat itu keadaan ekonomi keluarga tengah menurun hingga dalam kondisi terpepet untuk membayar uang pendaftaran ulang yang tinggal hanya menyisakan dua hari lagi.
“Engkau Shalat Tahajud meminta tolong kepada Allah SWT,” katanya.
Ayah juga merelakan diri harus meminjam ke kanan kiri berangkat ke Jakarta dari Bandung dini hari, hingga pada keesokan harinya dia sudah tiba kembali di rumah dengan wajah tersenyum. “Alhamdulillah, besok kamu bisa daftar ulang,” ungkapnya dengan penuh makna.

Entah karena takut kehilangan yang sedemikian besar, membuat aku selalu terjaga dari tidur dan menengok ke kamarnya setiap aku tengah pulang kampung di Lubuk Alung, Pariaman. Dia tidur begitu tenang di samping Ibu, wajah yang sudah dipenuhi dengan keriput terutama di bagian giginya seiring banyaknya gigi yang sudah tanggal dan rambutnya yang sudah menipis hingga kulit kepalanya terlihat jelas terkena sorotan lampu kamar, sesekali mengeluarkan dengkuran halus karena keletihan seharian bekerja di ladang.
Sesekali jari telunjukku diletakkan di bawah hidungnya untuk merasakan hembusan nafasnya, dia pun terjaga sesaat kemudian melanjutkan mimpinya.
Ya… ya aku benar-benar takut akan kehilangan seorang sosok ayah yang menjadi tumpuan kaki ketika melangkah, dirinya bisa menjadi teman bisa menjadi sosok sebagai pelindung di kala tengah menghadapi kesusahan dalam menjalani hidup.
“Yah, bagaimana kabarnya, sehat kan,” hampir dua hari sekali aku mencoba bertelepon.
“Beginilah kalau sudah tua? Ada saja masalah gak enak badan. Maklum umur udah 74 tahun lebih,” ujarnya dengan nada suaranya yang parau.
Meski usianya sudah tua, namun Ayah selalu tetap energik dan tidak mau diam selalu saja ada yang dikerjakan dari mengurus kandang ayam sampai memetik kopra dan kopi yang bisa menambah uang asap dapur di samping mendapatkan kiriman dari kami anak-anaknya yang berada jauh di rantau.
Kekhawatiran yang berlebihan itu membuat istriku cemburu karena perhatian hanya diarahkan dari pihak laki saja sedangkan dari pihak keluarganya dinilai tidak diperhatikan.
Ada saja yang dipermasalahkan dari saat aku mengirim uang, istriku langsung mengeluarkan wajah cemberut bahkan tega tidak mau menegur hampir satu hari penuh. “Kalau mau berbagi harus adil juga, kasih dong orangtua saya juga,” ketusnya saat aku meminta pertimbangan jika berencana menyisihkan uang untuk orang tua di Padang.
Saat aku menyela, “Ibu… tidak salahnya kita menyisihkan uang untuk orang tua, tokh aku juga mengirim uang untuk keluargamu,”
“Pokoknya harus adil, titik…,” tandasnya kembali memotong pembicaraan saat menjelaskan rencana itu mengirim uang.
Ada saja yang selalu dipermasalahkan dari perhatian yang berlebihan terhadap ayah dan ibuku itu.
Sebenarnya aku juga mencoba untuk bersikap adil seperti setiap Lebaran sudah dipastikan membeli barang dari sandal sampai baju koko maupun baju muslim untuk ibuku, seragam dengan kedua orang tua istriku.
Terkadang kalau berbelanja untuk Lebaran, aku sengaja mengajak istriku untuk turut memilih-milih pakaian mana yang layak untuk dibelikan untuk kedua orang tua.
Sebenarnya aku tetap yakin istriku tetap menyayangi kedua orang tuaku, maupun sebaliknya aku juga sayang kepada kedua orang tua istriku. Mungkin hanya faktor komunikasi saja yang membuat kecemburuan itu tetap berjalan.
Salah satunya saat dirinya pernah mendapatkan tugas ke Padang, dirinya rutin menengok ayah dan ibuku serta selalu memberikan perhatian lebih dari membelikan kebutuhan sehari-hari sampai terkadang membelikan pakaian.
Kembali aku teringat kembali akan nasehat ayah yang saat ini wajahnya yang semakin dipenuhi dengan keriput dan pandangan mata yang sudah mulai kabur itu. “Jadi laki-laki kamu jangan cengeng dan hadapi semua rintangan. Jangan sekali-kali kau mengeluh. Engkau adalah imam keluarga,” katanya dari balik telepon.
Awal April 2010
Suasana di sudut perkantoran kawasan Blok M, Jakarta Selatan, sore itu memang agak berbeda, entah saat itu perasaan saja atau memang suasananya yang kurang baik dengan angin yang cukup kencang hingga pepohonan palem yang memayungi jalan di perkantoran itu bergoyang-goyang bak penari yang mengikuti alunan gending sedih.
Suasana pun semakin syahdu dengan langit yang menghitam bercampur abu-abu, namun hujan sedari siang tidak turun juga.
Trrrttt.. ttrrrttt… trrrttt… nada getar handphone ku berbunyi terlihat nama ibu di monitor hp.
“Ayah sakit, udah tiga hari susah nafas, kalau jalan pun harus terbungkuk-bungkuk,” suara ibu seperti nada panik mengabari kondisi ayah.
“Sudah dibawa ke dokter hari kemarin, sudah dikasih obat tapi tidak ada perubahan. Sekarang mau dibawa ke rumah sakit di Padang. Minta doanya aja ya,” sambung ibu.
Entah terbawa suasana khawatir atau tanda-tanda akan terjadi sesuatu hal, di tengah perjalanan pulang melewati kemacetan jalan di Pancoran. Tiba-tiba saja motorku ditabrak motor dari belakang.
Tepat pukul 00.00 WIB, ibu menelepon kembali yang mengabarkan kondisi ayah yang sudah kritis. “Minta doanya saja ya, sudah susah nafas,” katanya.
Dari handphone lamat-lamat terdengar suara ayah yang meminta tolong untuk diambilkan pispot. “ma… ma… tolong pispot,”.
Pukul 04.30 WIB atau tepat Adzan subuh Jumat dini hari, dering handphone berbunyi di saat di tengah kekhawatiran. “Ayah sudah meninggal barusan, ayah sudah meninggal,” suara ibu yang mencoba menahan tangis.
Pukul 13.00 WIB, hujan gerimis memayungi Lubuk Alung mengiringi saat keranda jenazah dibawa oleh warga dari masjid kampung yang berjarak sekitar 100 meter ke tanah makam.
Tanah masih merah, aku berdoa di samping makam bersama anakku si Guevarra. Aku pun memberikan nasehat “Kamu anak lelaki jangan cengeng, kamu adalah pagar keluarga. Kamu harus berani dalam menghadapi rintangan apapun,”.

I Love You But Goodbye

Malam itu udara terasa dingin, hembusan angin mulai terasa menusuk tulangku. Aku hanya bisa menatap bintang-bintang yang indah di langit sana, dengan perasaan hampa. Ternyata hatiku tak seindah bintang-bintang itu, melainkan lebih gelap seperti larutnya malam ini. semakin lama aku termenung di depan rumah, semakin aku merasakan penyesalan yang teramat sangat.
Tiga hari yang lalu Nando meninggalkanku. Walaupun aku masih duduk di bangku SMA, tapi aku tidak buta akan arti cinta. Hari-hari yang kujalani terasa berat tanpa kehadirannya. Nando yang baik, yang selalu hadir sebagai penghibur di saat aku sedih, yang selalu datang sebagai motivator di saat aku down, kini dia telah tiada.
Nando adalah teman sekelasku, dan sebagai kekasihku. Aku suka dengan kepribadiannya yang selalu siap dalam menghadapi apapun, tanpa pernah mengeluh. Senyumnya yang ramah, membuatku semangat menjalani kehidupan.
Suatu hari dia bertanya: “kamu setuju tidak dengan pendapat frank tallis?
“frank tallis? Yang mana?” tanyaku heran
“bahwa tidur itu damai, tetapi kematian lebih baik…” jawabnya singkat
Lalu aku menimpal perkataanya, “maksud kamu apa?”
Dia hanya tersenyum dan berkata singkat, “berarti kematian itu lebih damai”
Entahlah aku jadi merinding mendengar perkataannya.
Tak lama setelah kejadian itu, dia memutuskan hubungan di antara kita. tanpa memberikan alasan yang jelas. lalu dia menghilang dari kehidupanku. Tak ada kabar sedikit pun darinya. Bahkan teman-temannya juga tidak mengetahui keberadaannya. Aku kesal dengan sikapnya yang sepihak itu, dan aku berjanji akan melupakannya.
Delapan bulan telah berlalu, disaat aku telah melupakannya. nando mengirimku pesan, yang isinya “Aku tunggu kamu di taman sore ini”. aku tidak menghiraukannya, karena aku begitu kesal dan teramat marah dengan perilakunya delapan tahun yang lalu.
Keesokan harinya, bel rumahku berbunyi. Seorang wanita yang tidak asing lagi bagiku sedang berdiri diluar sana, dengan raut wajah yang terlihat gelisah. Dia adalah vera, adik nando. Tanpa mengatakan sepatah katapun, dia langsung mengajaku ke suatu tempat. Tiba-tiba jantungku berdegup kencang, 1000 pertannyaan memenuhi otaku, yang tak dapat aku pecahkan dalam waktu sekejap. Sebelum aku dapat menebak jawabannya, aku melihat vera seperti ingin mengatakan sesuatu, sebelum dia dapat mengatakannya tangisnya pun pecah seketika itu juga.
Aku mengenali tempat ini, ya ini rumah nando. Sebelum aku dapat melanjutkan langkah demi langkah, dadaku tersentak, jantungku seakan berhenti berdetak. Disana terlihat bendera kuning yang bertengger di atas gerbang, tepat di depan rumah nando. “siapa yang meninggal? Siapa?” tanyaku pada vera
Dia tidak menjawab, melainkan mengajakku masuk ke rumahnya. Hatiku hancur saat melihat seseorang yang berbaring terbungkus kain kafan, dan itu adalah nando. Aku merasakan seperti dihantam benda yang teramat besar, air mataku pun sudah tak dapat kubendung, dan aku menangis histeris.
Setelah pemakaman selesai, vera menceritakan semua kejadian yang menimpa nando. aku tak percaya bahwa dibalik kegagahan dan keceriannya, dia mengidap penyakit kanker darah. Dan ternyata selama delapan tahun terakhir, dia pergi keluar negeri untuk operasi. Namun dia lebih memilih berobat jalan. Hingga keluarganya harus pindah untuk sementara. Dia merahasiakan penyakitnya dari teman-temannya, termasuk aku. Dia tidak ingin menjadi beban bagi yang lain. Sehingga dia memilih untuk memutuskan hubungan di antara kita, dan tak memberikan kabar sedikit pun.
“lalu mengapa nando memintaku untuk datang ke taman sore itu?”
“Dia hanya ingin mengucapkan selamat tinggal”
“selamat tinggal? Bukankah nando meninggal 5 jam setelah dia mengirimku pesan?”
“kamu tidak tahu yang sebenarnya, dia memintamu datang ke taman itu sebelum operasi dilakukan. Karena penyakitnya semakin parah sehingga dokter mengatakan bahwa berobat jalan sudah tidak ada gunanya lagi, satu-satunya jalan untuk sembuh yaitu dengan operasi, walaupun sedikit kemungkinannya untuk dapat bertahan hidup. Di taman itulah dia ingin mengatakan semuanya padamu, sekaligus mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya”
Air mataku pun mulai membasahi wajahku. Aku menyesal, kenapa disaat-saat terakhir pertemuanku dengannya, aku bahkan mengacuhkannya. Tuhan!! Andaikan aku dapat memutar waktu, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu…

Yang Mengikutiku

Ruangan ini, mengapa harus ruangan ini lagi. ruangan yang membuat hidupku tiba-tiba berubah begini. Jika harus diasingkan mengapa harus di ruangan ini. Tepat seminggu lalu saat keluargaku sedang asik-asiknya membereskan barang-barang di rumah baru ini, aku malah asik bermain dengan kucing kesayanganku. dia sungguh lasak dan tak mau diam. terus berlari dan menaiki satu per satu anak tangga yang ada di rumahku. anak tangga itulah yang akan membawa siapapun masuk ke dalam ruangan itu, ruangan yang sangat tersisihkan dan kelam itu.
“puss… jangan masuk kesitu” aku sudah melarang kucingku untuk tidak masuk ke dalam sana, tapi dia sungguh nakal dan tak mau diberitahu, dia tak mengindahkan perintahku, sang majikannya.
Kebetulan sekali pintu itu terbuka, dia masuk. aku mengejarnya, tapi… langkahku terhenti saat aku melihat dengan kedua mataku yang masih normal ini sesosok makhluk aneh yang bentuknya sangat absurd tapi yang jelas warna dominan hitam. makhluk itu sedang memegang kucingku yang malang, dia sudah tewas di tangan makhluk itu, lihat saja mulut berbulunya berlumuran darah, tubuh kucingku sudah tercabik-cabik tak karuan. sejenak aku berpikir ini mimpi. tapi tidak, ini nyata. Aku hanya terdiam membelalakkan kedua mataku, rasanya ternggorokanku ini sedang tersumbat sehingga tak ada suara yang berhasil keluar dari mulutku. aku seperti bisu sesaat.
Makhluk itu menghilang entah kemana, saat kami bertatap mata. yah, aku melihat matanya yang merah dan wajahnya yang sangat menjijikkan itu.
Pagi ini, di ruangan yang sangat ini aku hindari ini, lagi-lagi aku diasingkan. entah mengapa semenjak kejadian itu tiba-tiba aku seperti orang sawan, tubuhku menggeletar dan aku pasti akan merusak benda apa saja yang kulihat. maka dari itu, jalan terbaiknya agar barang-barang di rumahku yang masih utuh tak ikut jadi korban atas tindakanku yang tak masuk akal ini, aku diasingkan. di ruangan ini.
Entah apa penyebabnya, dokter profesional pun tak bisa meramalkannya. banyak yang menyarankan keluargaku untuk bertanya panya paranormal, tapi itu tadi, keluargaku tak percaya pada paranormal dan aku juga.
Bukan tak mau menceritakan apa yang aku alami seminggu lalu pada keluargaku, aku sudah capek mengoceh pada mereka tapi tak ada satu pun yang percaya. atas hilangnya kucingku, mereka anggap bahwa kucingku hanya sedang berada di suatu tempat untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. yap, kucingku bukan mati, tapi menghilang. tak ada bangkainya yang tersisa, itulah salah satu alasannya mengapa keluargaku tak percaya. ini gila. benar-benar gila.
Aku semakin bingung dengan diriku, semakin lama semakin tak terarah, seperti ada sesuatu yang mengontrol tubuhku untuk merusak apapun yang kulihat dan sekarang kumatnya bukan pada pagi hari saja, tapi malam juga.
Hari ini aku memutuskan untuk mencari jawabannya pada temanku yang punya indra keenam, aku baru terpikir sakarang untuk menemuinya, aku merasa mungkin saja ada yang merasukiku.
“Schawdanskey… yap aku yakin itu”
“Maksudmu, memang benar ada yang mengikutiku?”
“Yap dia adalah makhluk aneh, makhluk dunia lain yang senang bermain-main di dunia manusia”
“Aku tak mengerti mengapa dia mengikutiku?”
“Dia menginginkamu…” Kata isabel tetangga lamaku, dia terkenal bisa melihat-lihat dan punya indra keenam, juga sangat menekuni dunia mistis.
“Aku…?” tanyaku kebingungan.
“Menurut buku yang pernah kubaca… makhluk ini akan mengikuti siapapun yang menatap matanya, biasanya selama satu bulan jika sudah pas dan dia suka, maka dia akan mengambil tubuh orang itu. membuat sang empunya hilang kesadaran bahkan hidup tapi mati” katanya sambil sedikit menghororkan suaranya.
“Hidup tapi mati?”
“Ya, semua orang melihatmu hidup, tapi sebenarnya kau mati arwahmu entah berada dimana”
“Jadi, yang ada di tubuhku… makhluk itu?”
“Tepat sekali, tapi kau jangan khawatir dia tak akan mengambil tubuhmu. kau tak pernah melihatnya kan?” tanya isabel.
“Makhluk itu? ehm… bagaimana wajahnya?” Tanyaku.
“Ehm… sebentar aku ada fotonya.
Isabel menunjukkan gambar dari makhluh aneh itu dan…
“Astaga… aku pernah melihatnya, waktu itu…” Aku menceritakan panjang lebar tentang yang aku alami.
“Memang, dia makhluk yang jahat dan sangat misterius” kata isabel.
“Aku bagimana?”
“Dua minggu lalu, masih ada dua minggu lagi untukmu sebelum dia mengambil tubuhmu”
“Terus?”
“Ehm… sebentar” isabel mulai memainkan komputernya.
“Lihat…”
Akupun mulai membaca artikel tentang bagaimana cara terbebas dari makhluk itu.
“… jika sudah sampai waktunya, kau harus mempersiapkan diri. jangan tidur. ya, karena di saat itu dia akan masuk ke dalam tubuhmu, di saat semua anggota tubuhmu rileks dia akan bebas keluar masuk. maka dari itu jangan tidur, jika kau tidur maka ketika matamu terbuka, jiwamu sudah tak bersatu dengan tubuhmu lagi. disarankan tiga hari sebelum waktunya tiba. jangan tidur.” Aku dengan serius membaca artikel itu.
“Emily, hanya satu syaratnya jangan tidur. kau bisa?” Tanya isabel.
“Bisa” jawabku lantang.
Hari-hari kujalani seperti biasanya, pagi dan malam aku akan diasingkan ke ruangan ini. aku takut, sebentar lagi genap sebulan. Aku tak memberitahu satu pun anggota keluarku, karena aku tahu mereka pasti tak kan percaya.
Tiga hari sebelum genap sebulan, aku sudah banyak membeli apapun yang bisa membantu untuk tak tertidur. Aku takut, ditambah lagi semalam orangtuaku pergi dan jadilah aku di rumah sendiri. Aku merasa semakin ada yang mendekatiku dan menyesakkan dadaku, ini hari tepat sebulan dan aku terus memelekkan mataku. Belum istirahat semenit pun.
Malam tiba, keadaan malam ini begitu mencekam rasaku. aku memutar lagu rock sekuat mungkin dengan menggunakan earphone.
“Aaaaa… tolong jangan, jangan aku masih ingin hidup jangaaaan… aaaa” makhluk itu semakin dekat, apa yang harus aku lakukan, aku tak bisa bergerak, kakiku terasa sangat berat, dia semakin dan akhirnya berhasil memegang tanganku dan…
Aku membuka mata, putih. Hanya warna putih yang bisa kulihat. Dimana aku ini, jangan-jangan aku sudah berada di… surga?
“Ibu?” Aku terkejut, sekaligus bersyukur karena aku masih hidup dan masih bisa melihat dunia terutama ibuku.
“Apa yang kau lakukan? sehingga tidak tidur selama beberapa hari ini?” Tanya ibu.
“Eee… aku.. aku..”. “Sudahlah jangan kau ulangi lagi” kata ibu, kemudian meninggalkanku sendiri di ruangan ini.
Aku bersyukur, makhluk itu tak mengambil tubuhku dan membiarkan rohku berkeliaran di muka bumi ini, aku tak tahu mengapa. Tapi yang pasti makhluk itu telah meninggalkan bekas yang mungkin agak lama hilangnya di pergelangan tangan kiriku ini.

The End of My Life

2856 hours 1440 minutes maybe the rest of my time in this world.. I actually sincere God even I remain grateful for all of this, but there is not yet find.. I am still looking for anyone.. real family.. please God, give me the time again God until I had finished all my work.. I pray the Lord.. amin..
Entah bagaimana lagi caranya agar aku bisa menemukannya.. petunjuk, yang aku butuhkan hanya itu.. tapi bagaimana caranya? semoga besok pagi semuanya akan terjawab..
“sayang bangun..”
“hmm.. aku masih ngantuk..”
“emang kamu tidur jam berapa tadi malam sayang?”
“aku lupa wekk..”
“kamu ini.. jangan di biasakan tidur malam-malam..”
“kamu bawel sayang.. aku mandi dulu..”
“ea sayang..”
Ku lihat dia keluar dari kamarku.. Erick namanya, dia adalah pacarku.. pacar yang paling sempurna dalam hidupku.. sudah 1 tahun aku pacaran dengannya.. 1 tahun lagi dia akan melamarku.. begitulah katanya, dan aku percaya padanya namun aku tak percaya pada diriku sendiri.. mungkin semua itu hanya mimpi yang semu.. mimpi yang tak akan pernah aku gapai sampai kapanpun..
Setelah aku mandi aku bergegas keluar dan menuju ruang makan.. ku lihat Erick sedang ngoborl dengan mami.. mami sangat setuju hubunganku dengan Erick.. mami juga berharap aku dan Erick bisa secepatnya menikah.. aku juga ingin namun aku rasa semua itu hanya anganku..
“kenapa kamu termenung di situ Andra? sini ayu kita sarapan bareng..”
“iya mami..”
Tidak berapa lama kulihat papi juga menghampiri kami.. dengan canda tawa kami pun menikmati menu sarapan yang sudah di siapkan mami.. keluarga yang hangat, aku Bersyukur pada Tuhan.. benar-benar bahagia.. meski ada 1 yang kurang.. 1 yang sedang aku cari saat ini..
Usai sarapan, Erick dan papi pergi ke kantor sementara aku memilih untuk diam di rumah.. Erick pacarku adalah pemegang saham di keluarga papi.. karena kantornya sama maka Erick sering sekali berangkat bersama papi.. biasanya aku ikut, namun sudah 2 minggu ini aku memilih untuk tidak ikut.. ada tugas yang harus aku selesaikan..
Ku lihat mobil Erick dan papi sudah melaju jauh, aku pun mengendarai mobilku menuju ke salah satu tempat.. sebuah komplek..
“maaf bu, boleh numpang tanya.. alamat ini di mana iya bu..”
“oh kamu terus saja lalu belok kiri jika ada persimpangan..”
“terima kasih bu..”
Ku lajukan lagi mobilku.. sesampainya aku di sebuah rumah, aku turun dari mobil dan memencet bel yang ada di pagar.. keluarlah seorang bibi, mungkin itu pembantunya..
“maaf cari siapa ya?”
“bibi.. benarkah ini rumah ibu Syiah?”
“iya benar, tapi beliau sedang ada di luar negri..”
“kapan ibu Syiah pulang bi?”
“mungkin 2 minggu lagi.. ada apa neng?”
“saya ingin bertemu dengan ibu Syiah.. ada yang mau saya tanyakan.. bibi bolehkah saya minta tolong, ini kartu nama saya dan di bawahnya ada nomor hp saya, bila ibu Syiah pulang, tolong hubungi saya karena ini sangat penting..”
“baik neng..”
“terima kasih bi.. saya permisi dulu..”
Kembali ku lajukan mobilku dan menuju kantor papi.. sesampainya di kantor papi, aku menuju ruangan Erick, ternyata papi dan Erick sedang ada di ruangan meeting.. karena aku tak mau menganggu meeting mereka, aku memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar kantor..
Ternyata sejuk juga udara di sini.. tidak salah papi mendirikan kantor di sini.. selama ini aku kebanyakan sibuk dengan urusan kantor.. baru pertama kali aku jalan-jalan di sini sudah betah rasanya.. begitu indahnya kehidupan di luar.. selama ini aku hanya mementingkan kehidupanku saja.. Tuhan, mohon beri aku petunjukMu untuk menemukan yang sebenarnya..
Beberapa lama kemudian handponeku berdering..
“halo..”
“halo sayang kamu di mana?”
“kamu sudah selesai? aku akan segera menuju kantor..”
“iya aku tunggu sayang..”
Aku langsung menuju kantor.. sesampainya di kantor aku segera menemui Erick.. dan kemudian aku, papi dan Erick pergi makan siang bersama..
1 minggu telah berlalu, namun belum juga ada telpon dari ibu Syiah.. aku begitu ingin bertemu, hanya dia satu-satunya jalan untuk membantuku.. Tuhan, permudahkanlah langkahku..
Ku lihat jam dindingku, ternyata sudah menunjukan pukul 13.23 wib.. aku langsung bergegas mandi dan ku ambil kunci mobilku.. aku menyetir mobil kesayanganku.. ku tuju sebuah jalan menuju Gereja.. aku ingin ke sana, mungkin setelah aku berdoa di sana hatiku akan jauh lebih tenang.. sesampainya di Gereja, aku langsung turun dari mobil dan masuk ke dalam Gereja..
‘Tuhan, apa yang harus aku lakukan.. aku tak mungkin terus menunggu, tak mungkin membiarkan waktu terus berjalan tanpa hasil.. bantu aku Tuhan, permudahkan aku.. aku mohon Tuhan, aku hanya ingin menemukan yang sebenarnya sebelum aku kembali padaMu.. bukan maksudku tak mensyukuri keadaan ini Tuhan, aku bahagia Engkau memberiku keluarga yang hangat.. namun aku juga butuh kebenaran itu Tuhan.. aku hanya ingin melihatnya dan mempertanyakan semuanya pada dia..’
Ku buka tasku, ku raih lembaran kertas yang aku dapatkan sekitar 1 bulan yang lalu.. ku dapat kertas itu dari seorang dokter di Rumah Sakit milik keluargaku sendiri.. hanya sebuah lembaran surat yang terdapat beberapa huruf abjad di dalamnya, menurut orang lain ini tak berarti, isinya tak penting.. namun bagiku isi di dalamnya benar-benar membuatku takut.. aku sedih, aku kecewa, tapi aku bisa apa.. aku hanya milik Tuhan, aku hanya anakNya.. aku tak punya Kuasa apapun untuk menyalahkanNya.. aku ikhlas dan aku siap menjalankan semuanya.. ku pejamkan mataku dengan iringan tetesan air mata setelah melihat tulisan ‘kanker otak’ di lembaran surat itu, waktu yang tak banyak untukku tetap tinggal di dunia ini.. maafkan aku Tuhan jika aku harus menangis, bukan berarti aku tak bisa menerimanya.. hanya saja aku takut melukai orang-orang yang aku sayang.. aku takut mereka menangis jika mereka tau keadaan aku yang sebenarnya.. dalam ingatanku, ku ingat sebuah perkataan dokter tentang umurku, dan tentang penyebab sakitku ‘faktor genetik’.. setelah aku mencari informasi tentang seluruh keluargaku, namun tak 1 pun dari mereka yang pernah mengalami hal yang sama denganku.. tadinya aku mengira bisa saja karena faktor lain, namun setelah aku mengambil beberapa helai rambut mami dan papi, diam-diam aku melakukan test DNA.. namun ada yang ganjil.. aku di nyatakan bukan anak mereka.. lalu siapa aku? aku ingin langsung menanyakan ini semua pada mami ataupun papi namun aku takut melukai hati mereka.. mereka begitu menyayangiku.. mana tega dan mana mungkin aku bisa menyakiti mereka.. aku tak ingin apa-apa, aku hanya ingin tau kebenarannya.. Cuma kebenaran.. maafkan keegoisanku ini Tuhan, tapi ini hanya sebuah permintaan kecil ku, permintaan terakhirku sebelum aku kembali padaMu.. beri aku jalan yang mudah Tuhan..
Usai berdoa dan curhat kepada Tuhan, aku segera meninggalkan Gereja itu.. aku mendekati mobilku, saat aku membuka pintu mobilku..
“dasar manusia kotor, pergi sana.. jangan mendekati warungku..”
Ku lihat seorang ibu mengusir anak kecil yang kira-kira berumur 8 tahun.. hanya karena pakaiannya yang kumuh, ibu itu mengusirnya.. aku langsung mendekati anak kecil itu..
“ibu.. jangan menilai orang lain hanya dari penampilannya.. jika hanya pakaiannya saja yang kotor, bukan berarti dia manusia kotor..”
“jika dia terus-terusan di sini bisa-bisa daganganku gak laku..”
“rezeki ibu sudah di atur Tuhan bu.. ibu tak bisa menyalahkannya.. iya sudah saya beli kue-kue ibu beserta 1 minuman.. ini uangnya dan ambilah kembaliannya.. terima kasih bu..”
“adik kecil, ini ambilah..”
“terima kasih kak..”
“segera pulanglah ke rumahmu, aku tak ingin ada orang lain lagi yang menghinamu dan ambilah uang ini..”
“terima kasih kak, semoga Tuhan membalas kebaikan kakak..”
“sama-sama dik..”
“untuk apa kamu memberikan padanya, apa kamu sudah kaya? sudah banyak uang?” kata ibu yang berjualan kue dan minuman itu lagi padaku
“maaf bu, saya memberikan padanya bukan karena saya kaya.. namun saya tau bagaiman rasanya jika tak punya?”
Aku langsung meninggalkan ibu itu tanpa mau mendengarkan jawabannya.. dalam hatiku, Tuhan maafkan aku jika kata-kataku tadi tak pantas aku lontarkan pada orang yang usianya lebih tua dariku, namun hatiku tak sanggup membiarkan seorang anak kecil tak berdosa di sebut manusia kotor seperti itu hanya karena penampilannya..
Aku mengendarai mobilku, tiba-tiba di perjalanan menuju rumahku.. ku dengar hpku berdering, aku pun langsung mengangkatnya..
“halo..”
“iyah halo, benar ini dengan Andrayani?”
“iya bu, saya sendiri.. maaf ini dengan ibu siapa?”
“dengan ibu Syiah..”
“Puji Tuhan, ibu sudah kembali bu?”
“iya dik, saya baru saja sampai di rumah..”
“kalau begitu bolehkah saya bertemu dengan ibu?”
“silakan saja..”
“sekarang saja akan langsung menuju rumah ibu..”
“baik dik, saya tunggu..”
Ku lajukan mobilku, dalam hatiku berkata ‘Terima Kasih Tuhanku’.. dan akhirnya aku sampai di rumah ibu Syiah.. aku segera turun dari mobil dan aku membuka pagar rumah ibu syiah, dan masuk ke dalam rumahnya..
“ibu syiah..” sapaku pada seorang perempuan yang mungkin usianya 20 tahun lebih tua dariku
“iyah.. ada apa mencari saya dik.. ayu sini masuk..”
“terima kasih bu.. ibu sebelumnya saya ingin bertanya, apa ibu pernah bekerja di Rumah Sakit Yani?”
“iya saya pernah bekerja di sana sebelum saya menikah.. sekitar 15 tahun yang lalu..”
“berapa lama ibu bekerja di sana bu?”
“saya bekerja di sana selama kurang lebih 13 tahun dik..”
“lama juga bu..”
“iya dik.. jika tidak karena suami saya mungkin sekarang saya masih bekerja di sana.. tapi kenapa kamu menanyakannya?”
“ibu, apa ibu tau tentang seorang bayi yang lahir 25 tahun yang lalu?”
“maaf dik, itu sudah cukup lama.. saya tidak mungkin mengingat semuanya..”
“ibu maafkan saya, saya hanya minta tolong ibu mengingatnya.. saya butuh informasi itu bu..”
“informasi apa dik?”
“apakah ibu mengenal Ratyani?”
“iya saya mengenalnya nak, beliau adalah pemilik Rumah Sakit tersebut dan beliaulah yang mengontrol keadaan Rumah Sakit..”
“lalu apakah beliau pernah melahirkan seorang gadis 25 tahun yang lalu bu?”
“melahirkan? saya rasa tiii… maaf dik ada apa dengan beliau?”
“saya adalah anak beliau bu.. tapi saya meragukannya, tidak bukan meragukan tapi saya hanya ingin mengetahui kebenarannya..”
“lalu apa hubungan dengan saya? kenapa adik tak langsung bertanya pada beliau..”
“saya takut menyakiti beliau bu.. saya tidak tega.. saya terus mencari tau, dan saya sempat membuka dokumen Rumah Sakit untuk mengetahui semuanya, yang saya dapatkan hanya nama perawat yang menjaga saya yaitu nama ibu.. namun tidak dengan nama beliau bu.. harusnya di dokumen itu tertulis nama mami saya dan di ruangan mana mami saya di rawat, tapi kenapa hanya nama perawatnya bu.. tolonglah saya..” air mata kembali membasahi pipiku
“maaf nak saya sudah lupa..”
“ibu tolong jangan lupa bu.. tolong ingatlah semuanya bu.. hanya ibu yang bisa membantu saya.. saya mohon bu..”
“dik, sebelumnya saya ingin bertanya.. untuk apa adik meragukan beliau, apa beliau kurang menyayangi adik?”
“ibu jujur.. beliau sangat baik, mami sangat menyayangi saya dan tak pernah sedikitpun mengabaikan saya.. namun saya tak mungkin membiarkan sebuah kebenaran tetap bersembunyi dalam hidup saya.. saya tak punya waktu yang lama bu, tak punya banyak cukup waktu untuk membiarkan kenyataan itu tak di temukan bu.. bantu saya bu..”
“saya tak bisa dik..”
“kenapa bu? apa salah jika saya mengetahui semuanya? apa salah jika saya mencari jati diri saya yang sebenarnya? hanya ibu yang bisa membantu saya bu.. hanya ibu.. tolonglah bu..”
“lebih baik adik bertanya langsung pada beliau, saya tak mau mengecewakan beliau karena beliau sudah sangat baik pada almahrum ibu saya..”
“apa ibu sudah janji pada mami saya agar tak menceritakan yang sebenarnya kepada siapapun?”
“hmm..”
“lalu ibu tak akan menceritakannya pada orang yang tak punya hidup lebih lama lagi?”
“apa maksud adik?”
“tak ada waktu yang cukup untuk saya bu.. hanya ibu satu-satunya jalan saya.. saya hanya ingin bertemu dengan keluarga kandung saya bu sebelum saya pergi dari dunia ini.. saya hanya ingin bertemunya walaupun 1 kali bu.. walaupun dari jauh.. saya hanya ingin itu bu..”
“maksud adik.. adiik…”
“iya bu, saya menderika kanker otak dan saya sudah di vonis 4 bulan lagi bu.. jika di hitung dari awal saya menerima surat itu, waktu saya tak sampai 4 bulan penuh lagi bu.. sudah berkurang.. dan 1 informasi pun belum saya temukan bu..”
“maafkan saya dik..” ibu itu juga ikut menangis
“terima kasih banyak untuk waktunya bu.. saya tau ibu telah berjanji dengan mami.. saya tak akan memaksa ibu karena saya tau janji itu adalah utang.. saya mohon pamit, dan maafkan saya telah menganggu ibu..”
Aku langsung berdiri dari kursi dan segera berjalan keluar.. perasaan kecewa, sedih namun aku tak bisa memaksanya.. Tuhan, aku pasrah.. aku tak tau harus bagaimana lagi.. tak ada yang bisa membantuku yang tak berdaya ini..
“dik.. kembalilah..”
Aku menoleh ke belakang dan aku kembali duduk di kursi.. ibu itu langsung memelukku..
“maafkan saya dik..”
“ibu tak perlu meminta maaf.. ibu tak bersalah..”
“berjanjilah pada saya, setelah saya menceritakan semuanya pada adik.. adik akan tetap semangat..”
“iya bu saya berjanji..”
“25 tahun yang lalu, ada seorang perempuan yang akan melahirkan.. ibu itu tadinya akan melahirkan di rumahnya dengan bantuan tetangganya namun tak bisa, darah yang di keluarkannya sangat banyak hingga dia di larikan ke Rumah Sakit.. setelah 3 hari menjalani perawatan, ibu itu meminta salah satu suster yang bertugas di rumah Sakit yaitu saya agar merawat bayi itu.. namun saya menolaknya karena saya tak sanggup.. akhirnya saya memberitau pada ibu Ratyani dan beliau langsung bertemu dengan ibu itu.. ibu itu meninggalkan bayi itu pada beliau dan meminta agar beliau menjaganya juga merawatnya.. ibu itu tak punya biaya untuk merawat bayinya karena keadaan ekonominya, ibu itu adalah seorang janda, suaminya baru 3 bulan meninggal sebelum ibu itu melahirkan.. sementara ibu itu hanya mengumpulkan kepingan barang bekas di jalanan.. ibu itu tak yakin bisa memberi asupan yang cukup pada bayinya.. namun ibu Ratyani tidak menolaknya, karena ibu Ratyani di vonis tidak bisa mempunyai keturunan lagi.. ibu Ratyani juga meminta ibu itu agar tinggal bersamanya, namun ibu itu menolak.. begitu juga saat di minta untuk sering mengunjungi bayi yang dia lahirkan.. tidak mengerti alasannya apa.. begitu ceritanya nak..”
“bayi itu adalah saya kan bu?”
“iya dik..”
“lalu apa ibu ingat siapa nama ibu saya?”
“nama kamu siapa dik? Andrayani siapa dik?”
“Andrayani Irs Putri Dros bu..”
“Irs.. itu adalah nama ibu kamu dik..”
“lalu apakah ibu tau di mana ibu saya tinggal?”
“jembatan 4 dik.. tapi saya tidak tau apa beliau masih tinggal di sana atau tidak..”
“terima kasih bu untuk semuanya.. terima kasih ibu telah membantu saya, dan mohon bu jangan ceritakan semuanya dengan mami saya.. jika nanti waktunya sudah tepat saya berjanji akan langsung menceritakannya..”
“iya dik..”
“terima kasih bu, saya pamit..”
“baiklah dik..”
Tak ingin membuang waktu, aku langsung bergegas menuju jembatan 4.. memang sangat jauh menuju ke sana, butuh waktu 5 jam, beliau sangatlah kuat.. di saat akan melahirkanku beliau mengalami pendarahan hebat namun beliau bisa bertahan padahal perjalanan menuju rumah sakit sangat jauh.. tapi mungkin dulu tak semacet sekarang.. yang pasti aku bersyukur pada Tuhan, Tuhan menjaga ibuku..
Hari sudah semakin sore, butuh waktu 1 jam lagi aku sampai.. namun di perjalanan ban mobilku kempes, aku terpaksa turun.. syukurnya mobilku berhenti tepat pada tambal ban.. sambil menunggu tukang tambal ban menambal ban mobilku, aku mengetik sebuah sms pada pacarku dan mengatakan aku tak bisa pulang dan menginap di luaran, aku memintanya untuk mengatakan pada mami dan papi.. bukan aku tak mau menelponya langsung namun baterai hpku sudah low.. tenggorokanku pun mulai kering, perutku keroncongan dan sudah saatnya aku harus minum obat.. namun aku tetap bersabar menunggu ban mobilku selesai di tambal..
Beberapa lama kemudian akhirnya penambal ban telah selesai menambal ban mobilku.. aku langsung naik ke mobil dan melajukan mobilku.. aku melihat ke kiri dan ke kanan, dan ternyata di dekat persimpangan ada sebuah cafe.. aku mencari parkiran mobil, setelah ku dapatkan aku pun langsung bergegas turun dan memasuki cafe itu..
Aku memesan makanan dan minuman sesuai seleraku.. tak ku ingat lagi perkataan dokter tentang makanan apa yang tak boleh ku makan.. setelah makanan datang, aku langsung menyantapnya dan setelah selesai aku kembali melanjutkan perjalanan ku menuju jembatan 4.. sebelumnya aku belum pernah ke sana namun aku tak pedulikan itu.. yang terpenting aku bisa menemukan beliau, iya ibu kandungku.. ibu yang telah mengandungku selama 9 bulan dan melahirkanku ke dunia ini.. meski beliau tak membesarkanku, namun aku tak berhak membencinya.. oh Tuhan, ingin rasanya aku segera menemukannya.. aku ingin memeluknya.. meski nantinya dia tak menginginkanku namun 1 kali terakhir dalam hidupku bisa bertemu dengannya dan memeluknya itu sudah cukup bagiku.. pertemukan kami Tuhan..
Dan akhirnya aku sampai ke jembatan 4.. namun aku tak memakirkan mobilku di daerah itu karena tidak jauh dari daerah itu ada sebuah penginapan, aku memesan kamar dan ku tinggalkan mobilku di parkiran.. setelah itu aku berjalan kaki menuju jembatan 4.. perlahan ku langkahkan kakiku diiringin doa..
Iya Tuhan, tempat ini.. tak pernah aku duga.. tempat yang dipenuhi sampah.. Tuhan apa mungkin beliau bisa nyaman tinggal di tempat ini, sementara aku selama ini tinggal di tempat yang sangat nyaman.. aku harus menemukannya dan harus.. 1 per 1 ku tanyai bebarapa orang yang kulihat ketika aku melitasi mereka, namun tak ada yang mengenalnya.. kemana harus aku cari beliau Tuhan, tolong aku.. air mata mulai menetes membasahi pipiku.. sudah 15 menit aku berjalan namun tak ada 1 pun yang mengenalnya, kepalaku mulai pusing.. mungkin karena kurangnya istirahat.. namun aku tak boleh putus asa, aku harus kuat, aku harus bersemangat.. tetap ku langkahkan kakiku dan akhirnya aku benar-benar lelah, kepalaku sangat sakit.. aku menyandarkan tubuhku pada sebuah pohon yang sangat besar.. aku ingin seperti kamu pohon.. tak beberapa setelah aku duduk di bawah pohon itu ada seorang ibu yang menghampiriku..
“maaf nak, kamu siapa?”
“saya Andra bu, saya sedang mencari seorang ibu yang namanya ibu Ish.. apakah ibu mengenalnya?”
“oh ibu Ish.. iya saya mengenalnya..”
“bolehkah ibu mengantar saya ke rumah beliau?”
“oh baiklah nak..”
“terima kasih bu..”
Aku mengikuti langkahnya, aku berharap bisa segera sampai.. tak ku hiraukan lagi kelelahan yang ada di tubuhku.. Tuhan kuatkan aku..
“ini rumahnya nak..”
“iya bu.. terima kasih bu.. dan ini bu untuk ibu karena telah membantu saya..”
“tidak nak terima kasih, saya ikhlas nak..”
“ambillah bu..”
“tidak nak.. saya permisi dulu..”
Ternyata masih ada orang seperti mereka yang berhati mulia, menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalannya.. Tuhan berilah rezeky kepada ibu itu.. amin, hanya itu yang bisa aku berikan pada ibu itu.. sebuah doa
Ku pandangi rumah yang aku tuju itu.. hanya dari kardus-kardus bekas, atapnya hanya seng-seng yang berkarat.. iya Tuhan, seperti inikah tempat berteduhnya ibu kandungku? perlahan aku mendekati pintu rumah kardus itu..
“syalom.. permisi..”
Namun ku dengar jawaban dari seseorang, iya dari perempuan.. mungkin itu ibuku..
“iya, maaf nyari siapa iya?”
“benarkah ini rumahnya ibu Ish?”
“iya benar dan saya …”
Namun rasanya kepalaku sangat sakit, aku tak kuat lagi memandang.. akhirnya aku jatuh pingsan.. aku tak bisa mendengarkan suara apapun lagi, gelap semuanya gelap.. oh Tuhan, jangan ambil aku dulu, aku mohon beri aku waktu lagi Tuhan.. tolong..
Pagi harinya
Perlahan aku membuka mataku, terasa sangat pusing tapi aku mencoba kuat.. tidak lupa aku berdoa dan mengucap syukur karena Tuhan masih memberiku waktu.. aku beranjak dari tempat tidurku, ku pandangin semua yang ada di depanku.. tempat ini, rumah ini, ya Tuhan.. aku meneteskan air mata.. aku mengusap setiap tetesan air mata yang jatuh, aku mendengar ada suara dari arah belakang dan aku segera menuju di mana asal suara itu.. kulihat seorang perempuan tua sedang memasak.. air mata itu kembali jatuh, ku pandangi dirinya.. kaki kirinya tak sesempurna kakiku.. matan kanannya tak sesempurna mataku.. oh Tuhan, sebegini menderitanyakah beliau? selama ini aku enak-enakan ternyata beliau?
“pagi nak.. apa kamu sudah enakan.. ke sini nak, ibu sudah buatkan teh manis hangat untukmu.. mungkin bisa memberikan sedikit tenaga untukmu.. maaf jika Cuma seadaanya nak..”
Aku menghapus air mataku..
“terima kasih bu.. ini sudah cukup..”
“apa sudah manis nak ataukah masih kurang?”
“tidak bu.. ini sudah cukup..”
Pertama kalinya aku mencicipi minuman yang beliau buat kepadaku.. aku senang, aku bahagia Tuhan.. ingin rasanya aku langsung mengatakan apa tujuanku datang menemuinya namun aku takut dia tak bisa menerima kehadiranku.. aku tak mau membuat suasana yang indah ini menjadi hancur tak berarti..
“ibu.. bolehkah aku tinggal lebih lama di sini.. atau beberapa hari saja..”
“boleh nak.. tapi untuk apa?”
“maaf bu, aku hanya ingin mengetahui kehidupan di luar bu..”
Terpaksa aku berbohong.. maafkan aku ibu, maafkan aku Tuhan.. tapi cepat atau lambat aku pasti akan jujur padanya..
“boleh saja nak, tapi maaf jika seperti inilah keadaannya..”
“terima kasih bu dan aku bisa menerima semuanya bu..”
“setelah memasak saya akan pergi bekerja nak..”
“ibu bekerja di mana? bolehkah saya ikut?”
“jangan nak.. nanti tubuhmu jadi kotor, sayang sekali pakaian bagusmu jika terkena kotoran dan debu nak..”
“ini hanya pakaian biasa bu, tak seindah yang terlihat.. mungkin akan lebih bagus, indah jika seorang ibu kandung kita yang menyulamnya sendiri..”
“tapi itu harganya pasti mahal nak..”
“tidak bu, harga suatu barang bisa sangat tinggi nilainya jika orang yang membuat barang tersebut sangat berarti dalam hidup kita..”
“kamu pintar nak.. baiklah jika kamu ingin ikut..”
“terima kasih bu..”
“tapi kamu harus makan dulu, biar kamu ada tenaga..”
“iya bu, aku ingin sekali makan masakan ibu.. pasti lezat..”
“hanya tempe nak..”
“tapi kelihatannya lezat sekali bu..”
“ayu bu kita makan bersama..”
Tak lagi kuhiraukan apapun, aku bahagia bisa makan bersama ibu kandungku sendiri Tuhan.. ku lihat senyuman di bibirnya.. cantik, wanita yang sangat cantik..
“ibu apa ibu tinggal sendirian?”
“iya nak ibu tinggal sendirian..”
“bapak kemana bu?”
“suami ibu sudah meninggal 25 tahun yang lalu..”
“lalu di mana anak ibu?”
“anak saya …”
“maaf bu kalau saya banyak tanya.. ibu ayu makan yang banyak biar nanti lebih bersemangat kerjanya..”
“iya nak..”
Tak tega aku melihat wajahnya ketika senyumannya yang indah mulai sirna oleh tetesan air mata.. aku sengaja mengalihkan pembicaraan..
Usai makan kami langsung bergegas meninggalkan rumah.. aku dan ibu menuju tempat pembuangan sampah, aku hanya diam dan mengikuti langkahnya.. langkahnya begitu perlahan karena kaki kirinya yang tak sesempurna kakiku.. Tuhan, andai boleh dan andai Engkau mengijinkan ingin rasanya mengantikan kaki dan matanya dengan yang ku punya..
“nak kamu tunggu di situ saja, di situ ada pohon.. kamu duduk di sana dan beristirahatlah..”
“tidak bu, saya juga ingin mencari yang seperti ibu cari..”
“baiklah nak..”
“ibu apa setiap hari ibu bekerja seperti ini..”
“iya nak..”
Setelah goni yang di bawa oleh ibu penuh kami memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon.. ku lihat di dekatnya ada sebuah warung.. aku langsung berlari dan membeli beberapa minuman dan juga roti.. setelah itu aku kembali, aku membukakan bungkus roti dan minuman dan ku berikan padanya..
“ibu.. kenapa tidak mencari pekerjaan lain?”
“mana ada yang mau mempekerjakan ibu nak.. lihatlah keadaan ibu yang seperti ini..”
Aku hanya bisa diam.. membisu dan tak bersuara sedikitpun..
“ayu nak kita menjualnya..”
“iya bu..”
Kami menuju ke tempat di mana ibu biasa menjual barang yang telah beliau kumpulkan.. tak kusangka, ternyata di nilai dengan harga murah.. murah sekali, tak sebanding dengan tetesan keringat yang ibu keluarkan.. tapi beliau tak mengeluh hanya senyuman dan ucapan syukur yang dia lakukan..
“ibu harga yang ibu kumpulkan dengan susah payah tak sebanding dengan kelelahan ibu..”
“tidak apa-apa nak.. kita harus tetap bersyukur..”
Kembali aku mengikuti langkah kakinya.. akhirnya kami sampai ke rumah.. ku pandangi langit, sudah mulai sore.. aku tak ingin kembali ke rumahku, aku tak tega meninggalkan beliau sendirian.. tapi mami dan papi apalagi Erick pasti sangat khawatir denganku.. aku tak ingin memecahkan kebahagiaan ini.. aku harus bagaimana Tuhan?
“ibu.. ini foto siapa?”
Tak sengaja aku menemukan foto ibu bersama seorang bayi mungil..
“itu foto anak ibu nak..”
“foto anak ibu? lalu kemana dia sekarang bu?”
“dia pasti sudah sangat besar nak, mungkin seumuran kamu..”
“apa dia juga perempuan bu?”
“iya nak.. dia perempuan.. mungkin secantik kamu nak..”
“secantik ibu dong..”
“?”
“seperti aku yang cantik seperti ibu..” air mataku mengalir lagi tapi aku berusaha mengusapnya agar beliau tak menyadarinya kalau aku sedang menangis
“kamu secantik ibumu nak..”
Ku pandangi beliau.. andai ibu tau, aku lah anak ibu.. akulah bayi yang ada di foto itu bu.. andai ibu tau aku ingin memeluk ibu..
“ibu belum menjawab pertanyaan aku, anak ibu kemana?”
“ibu memberikannya pada orang lain yang lebih mampu nak..”
“maksud ibu, ibu …”
“iya nak, lihatlah kondisi ibu.. fisik ibu, ibu tak mau dia menderita nak.. apalagi jika nantinya dia di hina oleh orang-orang karena kekurangan dan cacatnya ibu nak.. ibu tak bisa memberikannya kehidupan yang layak nak.. 25 tahun yang lalu ibu melahirkannya di sebuah Rumah Sakit, dan ibu memberikannya pada pemilik Rumah Sakit.. sekarang dia pasti sudah besar nak, sudah tumbuh cantik dan mendapatkan hidup yang layak..”
“lalu apakah ibu pernah mencarinya? atau melihatnya saja? apa ibu tak ingin bertemu dengannya dan memeluknya.. memanjakannya dengan kasih sayang saat dia merasa kehidupan sangat kejam.. membuatnya kuat ketika masalah membuatnya terpuruk bu?”
“ibu mana nak yang tak ingin bertemu dengan anak kandungnya sendiri? ibu mana nak yang tak ingin memeluk anak kandungnya sendiri, apalagi memberikannya kasih sayang.. ibu juga ingin nak bahkan ibu juga merindukannya.. namun keadaan ibu tak mungkin nak.. ibu tak ingin kehidupannya yang bahagia hancur dengan kedatangan ibu nak.. ibu tak ingin merusak semuanya nak.. tapi ibu percaya meski ibu tak bisa melihatnya dengan mata, tak bisa memeluknya dengan hangat, tapi doa ibu akan selalu menjaganya.. Tuhan akan melindunginya nak.. Tuhan akan menjaganya..”
“ibu maafkan aku sudah membuat ibu sedih..”
aku langsung memeluknya.. pertama kali dan akhirnya impian ini tercapai, aku bisa memeluknya.. ku rasakan perlukan yang hangat.. dalam hati kecilku berkata..
‘ibu andai ibu tau, aku tak ingin kehidupan yang layak.. aku tak ingin tinggal di rumah yang mewah, makan yang enak, tidur yang nyaman.. aku hanya ingin bersama ibu.. seberapa kekurangannya pun ibu aku ingin tetap bersama ibu.. aku tak akan malu dengan keadaan ibu.. aku ingin menjaga ibu.. aku ingin dipeluk ibu saat aku takut, saat aku sedih.. dan aku ingin saat aku bahagia orang pertama yang mengetahuinya adalah ibu bukan orang lain.. ibu, jika saat ibu melahirkanku aku sudah bisa bicara, aku akan bilang aku ingin bersama ibu.. walau tak bisa bersekolah yang layak, tapi menemani ibu mencari barang bekas aku sudah bahagia bu asal bersama ibu aku bahagia bu..’
“ibu jika ibu di beri kesempatan bertemu dengan anak ibu, dan anak ibu bisa menerima kekurangan ibu.. apa ibu mau?”
“nak, ibu ingin.. ingin sekali namun ibu tak mau melukai hati seorang ibu yang membesarkannya.. beliau pasti akan sangat terpukul jika anak yang di besarkannya dengan kasih sayang kembali dengan ibu kandungnya.. kamu belum mengerti semua itu nak karena kamu belum pernah melahirkan..”
“tapi bu bagaimana kalau semuanya seperti yang aku katakan.. ibu yang membesarkannya juga bisa menerima bu?”
“beliau pasti akan tetap terluka nak.. nak kamu tau kan orang tua pasti akan sangat sedih jika tak melihat anaknya 1 hari saja.. maka itu sebaiknya kamu pulang nak.. kasihan orang tua kamu pasti cemas nak..”
“tidak bu aku tak mau pulang.. aku ingin di sini bu.. aku takut kelak jika aku datang, ibu tak ingin lagi menemuiku, ibu tak ingin lagi aku di sini seperti saat ini bu..”
“jangan berpikiran yang tidak-tidak nak.. pulanglah.. kapan saja kamu ingin ke sini, pintu rumah ibu akan terbuka nak, selalu terbuka untukmu..”
“baiklah bu.. aku akan pulang.. tapi berjanjilah ibu tak akan kemana-mana..”
“iya nak..”
Kembali kupeluk beliau.. tunggu aku kembali bu, aku akan membawa ibu bersamaku..
Ku langkahkan kakiku dan ku tinggalkan rumah kadus itu.. lambaian tangan ibu mengiringi langkahku.. sesekali aku menoleh ke belakang dan tersenyum padanya.. sabar bu, tetap di situlah dan menunggu anakmu datang menjemputmu bu.. ku percepat langkahku dan aku kembali ke penginapan, aku mengemudi mobilku, ku tancap gas dan berharap aku sampai ke rumah.. namun belum lagi sampai di perjalanan aku merasakan kepalaku sangat sakit, sakit yang luar biasa dan tak bisa lagi ku tahan.. mobilkupun menabrak pohon dan aku pun tak sadarkan diri..
4 hari kemudian
aku membukakan mataku perlahan.. terasa sakit, namun di genggaman tanganku ada tangan Erick.. ku lihat matanya yang terpancar sinar kekhawatiran yang sangat amat dalam.. aku tersenyum padanya..
“kamu jangan banyak bergerak dulu sayang..”
“Erick, maafkan aku yang pergi tanpa kabar.. maafkan aku yang membuat kamu khawatir..”
“kamu sekarang nakal.. kamu susah di bilangin..”
Ku lihat air mata Erick mengalir di wajahnya.. mungkin Erick sudah tau tentang penyakitku.. tapi aku tak ingin membuatnya sedih.. aku berusaha menghiburnya..
“Erick kamu jangan khawatir aku baik-baik saja, aku tak seperti dokter katakan.. semua akan baik-baik saja..”
Erick hanya memelukku.. andai kamu tau Rick aku tak ingin menghapus angan kita berdua.. aku ingin menikah denganmu.. menjadi orang yang penting dalam hidupmu.. membina rumah tangga bersamamu, tapi aku bisa apa.. impian itu, janji itu tak bisa aku wujudkan.. maafkan aku Rick.. maafkan semua kesalahanku..
“gimana keadaanmu nak..” kata mami ketika masuk ke ruanganku
“aku baik-baik saja mami..”
“mami akan melakukan apa saja agar kamu bisa sembuh nak..”
“mami.. serahkan semua ini pada Tuhan.. Dia yang punya Kuasa atas hidup kita.. kita berusaha dan percaya padanya, semua akan indah mami..”
“mami percaya Tuhan nak.. mami akan percaya padanya..”
“aku tak ingin melihat ada yang meneteskan air mata untukku.. aku tak ingin orang lain tak mengikhlaskanku.. aku saja ikhlas menerima ini semua.. aku harap semuanya tak pernah sedih..”
“iya nak..”
2 minggu berlalu.. namun kondisiku tak juga membaik.. segala pengobatan aku jalanin sampai dengan kemo namun tak ada hasil yang bagus.. aku tak sekuat dulu.. kita kursi roda yang menjadi kakiku.. rambut yang selama ini menjadi mahkotaku mulai berguguran.. aku ingin secepatnya pergi, aku tak ingin lagi mereka menangis setiap hatinya.. aku tak ingin mereka khawatir lagi.. aku harus mengatakan pada mami, aku ingin mami mewujudkan impian terakhirku.. aku meminta Erick membawaku jalan-jalan di sekitar Rumah Sakit..
“Rickku yang gagah, kamu harus bisa menerima semua ini.. kalau kamu sayang sama aku kamu gak boleh menangis.. jika aku pergi nanti kamu masih menangis aku akan datang ke mimpi kamu dan memarahi kamu habis-habisan, aku akan menjewer telinga kamu sampai merah seperti tomat, aku akan injek kaki kamu agar kamu sadar..”
“maafkan aku Andra yang tak bisa melakukan apa-apa..”
“kamu udah banyak melakukannya Rick.. kamu bisa menerima aku, kamu masih setia nemani aku sampai saat ini.. itu sama aja kamu melakukan banyak utukku Rick.. kamu mau bantu aku yang terakhir kalinya?”
“apa itu sayang?”
“waktu aku pergi tak ada kabar, sebenarnya aku pergi mencari ibu kandungku.. dan kamu tau, karena aku yang kuat ini.. aku menemukannya? aku ingin memberitahu pada mami secepatnya.. aku ingin ibuku juga hadir menemani aku saat terakhir aku Rick.. maukah membantuku untuk menjemput ibuku?”
“baik sayang.. kapan aku akan menjemput ibu?”
“besok sayang.. sekarang aku ingin ke ruangan mami bekerja..”
“iya sayang..”
Erick mengantarkanku ke ruangan mami dan Erick meninggalkan kami berdua..
“mami.. terima kasih telah merawatku, menjagaku, membesarkanku dengan kasih sayang yang cukup dan kehidupan yang layak.. terima kasih mami untuk setiap pelukan dan cinta mami.. mami Andra mau mami harus lebih kuat dari Andra.. kita ini hanya ciptaan Tuhan mami, setiap orang pasti akan kembali padaNya.. mami maaf sebelumnya, bukan keinginan aku untuk menyakiti hati mami.. namun sudah saatnya aku mengatakan semuanya pada mami.. aku sudah tau siapa aku mami, apa yang terjadi 25 tahun yang lalu.. aku sudah tau mami.. aku ingin di sisa waktuku ibu yang melahirkanku juga turut menjagaku mami.. maafkan aku jika melukai hati mami..”
“sebenarnya sejak awal mami ingin mengatakan hal ini nak tapi mami takut kamu shock.. bukan mami ingin memisahkan kamu dengan beliau nak.. namun mami …”
“sudahlah mami.. aku sudah tau semuanya.. izinkan aku mami..”
“iya nak, mami akan mengijinkan kamu..”
“terima kasih mami..”
Esok harinya pun Erick menjemput ibu.. Erick mengatakan apa yang terjadi padaku, bukan Erick saja yang menjemput ibu namun mami papi juga ikut.. aku bersyukur punya keluarga ini Tuhan..
“nak.. kenapa tidak dari awal kamu mengatakan yang sebenarnya..”
“ibu.. aku ingin tapi aku takut ibu yang tak mengiginkanku namun aku sudah tau semuanya.. ibu terima kasih atas waktumu ibu.. terima kasih..”
Sampai 1 minggu berlalu.. aku bahagia, semua kebenaran yang aku cari kini sudah aku dapatkan.. terima kasih Tuhan.. ibu, mami, papi dan Erick menjagaku dengan hangat.. jika sekarang waktunya, aku siap Tuhan.. tak akan pernah aku menyesali semuanya Tuhan.. terima kasih atas semua waktu yang Engkau berikan Tuhan..
Aku yang mulai sangat lemah, meminta semuanya berkumpul..
“Erick, jika aku pergi nanti aku ingin kamu tak melupakanku.. namun bukan berarti kamu tak bisa membuka pintu hati kamu untuk orang lain.. cari orang yang lebih baik dariku namun jangan yang cantik, nanti aku cemburu dari atas sana.. hhe aku bercanda kok sayang.. kamu harus jaga diri baik-baik iya.. kalau aku udah ketemu Tuhan aku akan minta padaNya agar mengirimkan kamu jodoh yang baik.. maafkan aku gak bisa menepati janjiku untuk menikah denganmu?”
“kamu gak perlu minta maaf sayang..”
“tersenyumlah Erick?”
“iya sayang”
“papi jaga kedua ibuku iya papi.. terima kasih papi udah menyayangiku.. papi jangan bekerja terlalu keras, nanti papi kelelahan.. aku juga ingin taman yang di samping papi tetap ada sampai kapanpun, karena taman itu sangat indah..”
“iya nak papi janji..”
“mami.. ibu aku ingin memeluk kalian berdua.. terima kasih atas semua yang kalian berikan padaku.. mami bolehkah ibu tinggal bersama mami.. aku tak bisa pergi dengan tenang jika kehidupan ibu masih seperti itu.. ibu mami kalian 2 wanita yang cantik, yang mulia yang pernah aku miliki.. aku sayang dan bahagia punya kalian juga keluarga ini.. biarkan aku pergi dan antar aku dengan senyuman iya ibu, mami, Erick dan papi.. i Love u all”
Ku tutup mataku, dan tak akan mungkin bisa aku buka lagi.. jaga keluargaku Tuhan.. lindungin setiap langkah mereka.. ampuni dosa mereka Tuhan.. biar nanti aku saja yang menanggungnya, terima kasih telah memberikanku keluarga ini Tuhan.. aku siap Tuhan, hari ini aku akan kembali padaMu.. meski belum sampai 4 bulan seperti perkiraan dokter, namun aku telah siap Tuhan.. Puji Tuhan

Jemput Aku Pukul 13:45

“Yank nanti tolong jemput aku jam 13:45” bunyi isi pesan singkat yang Via kirim kepada Gio.
Gio dan Via adalah sepasang kekasih, mereka pertama kali bertemu 6 bulan yang lalu, saat itu mereka sedang mendatangi acara ulang tahun Citra. Citra adalah sepupu Gio dan merupakan teman satu kelas Via, dan di acara itu Citra pun saling mengenalkan mereka berdua karena pada saat itu Citra tahu kalau mereka berdua sedang sama-sama jomblo. Singkat cerita dari perkenalan itu mulai tumbuhlah benih-benih cinta di antara mereka dan 3 bulan kemudian mereka resmi jadian.
Dan tepat hari ini 23 oktober adalah 3 bulan tepat mereka pacaran. Tak terasa bell tanda pulang sekolah berbunyi di sekolah Gio dan waktu menunjukan pukul 13:30. Gio pin langsung bergegas meninggalkan kelasnya menuju tempat parkiran “Gio nanti malam kamu bisa datang kan?” ucap salah satu teman sekelasnya “Maaf, tapi malam ini aku nggak bisa maen dulu” tolak Gio kepada temanya yang mengajaknya untuk bermain futsal “Tapi kalau kamu nggak ikut nanti siapa yang jadi kiper?” “Tapi sorry malam ini aku bener-bener nggak ikut dulu”
Malam ini Gio sudah berencana untuk menggajak Via makan malam untuk merayakan 3 bulan mereka pacaran, Gio pun berangkat menjemput Via di tengah perjalanan Gio melihat dua kelompok pelajar SMA yang sedang tawuran di depan jalan yang hendak ia lalui, Gio bingung apakah ia harus memutar balik untuk mencari jalan lain atau harus tetap melalui jalan tersebut, tapi jika dia memutar balik dan mencari jalur lain pasti dia akan terlambat datang untuk menjemput Via.
Karena tak mau membuat Via menunggu lama di depan gerbang sekolahnya, Gio pun memutuskan untuk tetap melewati jalan tersebut, tapi memang sial benar nasib Gio saat melaju di tengah-tengah dua kelompok pelajar yang sedang tawuran tiba-tiba kepalanya terkena lemparan batu bata dari salah satu kelompok yang sedang bertikai itu. Karena kencangnya lemparan batu tersebut Gio pun terjatuh dari motornya, tubuhnya terjatuh ke aspal. Untung saja Gio memakai helm jadi kepalanya tak sampai bocor.
Gio pun mencoba untuk berdiri tapi belum sampai ia berdiri dengan tegak tiba-tiba datang seorang pelajar dengan mengegam sebilah pisau dan langsung menusuk perut Gio. Tubuh Gio kembali terjatuh ke aspal, seragam putih abu-abu yang ia kenakan kini menjadi berwarna merah darah, dari dalam perutnya terus mengalir tapa henti walaupun ia sedang mencoba menutupi lukanya dengan tangan kanan’nya.
Suasana tiba-tiba menjadi sunyi Gio tak lagi bisa mendengarkan suara yang ada di sekitarnya, dadanya mulai sesak, ia mulai sulit untuk bernafas tubuhnya mulai terasa dingin dan semakin dingin, pandanganya menjadi kabur dan semakin lama menjadi gelap dan semakin gelap Gio pun pingsan tak sadarkan diri. Gio menjadi korban, ya menjadi korban, salah sasaran tepatnya, iya dikira sebagai salah satu anggota kelompok lawan oleh orang yang menusuknya tadi.
Sementara itu Via masih menunggu Gio di depan gerbang sekolahnya ia tak tau tentang keadan kekasihnya saat ini. “Udah jam segini Gio kok belum nyampe juga ya!” pikir Via dalam hati. Via pun mencoba menghubungi Gio tapi tak ada balasan sama sekali dari Gio. Fikiran Via menjadi kemana-mana ia bingung mengapa sms dan telepon darinya tak ada balasan sekali dari Gio. Ia takut terjadi sesuatu pada Gio di jalan. Karena memang tak biasanya Gio berbuat seperti itu.
Sekarang waktu menunjukan pukul 14:05. Tapi Via belum juga pulang iya masih menunggu kedatangan kekasihnya. Tak terasa lima menit telah berlalu tapi Via belum juga pulang, tiba-tiba HP di tanganya bergetar tanda kalau dia sedang di telpon oleh seseorang. Tanpa melihat dari siapa ia langsung mengangkat telpon itu. “Hallo, Gio udah jam segini kamu kak belum dateng juga sih!” ucap Via. “Maaf, Vi tapi aku bukan Gio aku citra” “Oh, maaf Cit aku kira dari Gio!, oh iya Cit ada apa kok kamu telpon aku?” “Jadi gini Vi, Gio” ucap Citra dengan suara agak lirih. “Gio kenapa Cit?” “Gio, Gio mengalami kecelakaan!” Yang dihawatirkan Via teryata benar, mendengar perkataan dari temanya itu Via terdiam sejenak. “Gio sekarang dimana Cit?” “Sekarang Gio sedang dirawat di rumah sakit Harapan bunda!” “Kalau begitu aku akan segera kesana Cit” ucap Via sembari berlari menuju pangkalan ojek yang ada di dekat sekolahnya. “Kalau begitu sudah dulu ya Vi!” “Iya Cit!” Via pun segera menuju rumah sakit dengan mengendarai ojek.
Di dalam perjalan ia tak henti-hentinya berdoa agar tidak terjadi apa-apa kepada kekasihnya. Sekarang waktu menunjukan pukul 14:15. Ia pun sampai di rumah sakit dan langsung berlari menuju kamar dimana Gio dirawat. Tapi sesampainya ia di kamar Gio dirawat iya melihat ibu dan ayah Gio sedang menanggis dan seorang polisi yang nampaknya polisi itulah yang telah membawa Gio ke rumah sakit. ia pun menghampiri ayah dan ibu Gio “Buk!, bagaimana keadaan Gio?” tanya Via kepada ibu Gio, tapi ibu Gio hanya diam saja dan terus menaggis bahkan tanggisanya semakin menjadi. “pak!, bagaimana keadaan Gio?” tanya Via kepada ayah Gio, tapi sama seperti ibu Gio, ayah Gio pun hanya diam. Via pun akhirnya bertanya kepada sang polisi yang berada di sisi kirinya “pak polisi bagaimana keadaan Gio?” “Gio sudah nggak ada dek” jawab sang polisi, Gio meninggal, nyawanya tak tertolong lagi, ia meninggal lima menit sebelum Via datang di rumah sakit, ia kehilangan banyak darah, para dokter sudah berusaha sebaik mungkin tapi memang inilah garisan hidup Gio, umurnya memang tak panjang. Gio pergi meninggalkan Via, Tapi tak meninggalkan Via sendiri, ia telah menitipkan cintanya yang akan terus ada dalam diri Via, walaupun kini tubuhnya sudah terbujur kaku, tapi cintanya pada Via akan terus hidup.

Saat Nathan Tak Ada

Namaku Melfa. Melfa Kirana. Aku punya teman bernama Nathan. Gabriel Nathaniel. Dia adalah musuhku. Dia menjadi musuhku sejak 1 SMP. Sekarang aku 2 SMA. Sangking kami sangat bermusuhan, aku punya catatan permusuhan aku sama Nathan! Begitu juga dengannya.
Suatu hari, aku berdiri di tepi kolam. Lalu tanpa kusadari ada seseorang di belakangku. Dia mendorongku, dan aku pun kecebur di kolam. Malah, aku nggak bisa berenang!
Dia meninggalkanku. Aku cuma bisa teriak teriak minta tolong. Kebetulan, ada temanku yang datang, James. James Richardo. “James?” “Melfa? Kamu tenggelam?” Katanya kaget sambil berlari menyelamatkan aku.
“Thanks James.” Kataku. “Gak apa-apa kok.” Jawabnya. Tiba tiba, Agnes Olivia alias Agnes datang. Agnes adalah pacar James. Lalu dia menghampiriku dan berkata, “Melfa? Ayo, pake baju aku aja. Kebetulan aku bawa baju ganti dua. Pake punya aku aja dulu.” Kata Agnes. “Oke, makasih.” Kataku.
Besoknya, aku memberi sebuah jebakan untuk Nathan. Tapi kutunggu-tunggu, dia belum datang juga. Sampai guru masuk kelas, dia belum datang. “Anak-anak, pulang sekolah, kita akan menjenguk Nathan. Dia sakit tifus.” Kata Bu Maria. Aku kaget. “Huh! Giliran aku punya rencana, dia malah nggak masuk. Mau gak mau, aku harus menjenguknya.” Kataku dalam hati.
Sampai kami di Rumah Sakit Siloam, tempat Nathan dirawat, kami masuk ke kamar Nathan. “Nat, nih buah untuk kamu. Dari Tante Michelle.” Kataku. “Makasih Mel. Titip salam buat Tante Michelle yah.” Jawabnya. Aku menganggukan kepala.
Besoknya, Nathan belum sembuh. Sepanjang istirahat, aku hanya melamun. “Hei! Kok melamun? Mikirin Nathan yaaa?” Tanya Kekez alias Kezia. “Enak aja! Ada-ada aja nih si Kekez!” Seruku mencibir. Memang sih, aku sedang memikirkan Nathan. Aku nggak tahu kenapa. Apa aku sedang menyukai Nathan ya? Ah, tidak usah dipikirkan lah! Aku fokus pada pendidikan saja!

Kayuh Menjauh

“AYOO… kayuh terus ben pelan-pelan, awas remnya”, teriak seorang wanita muda sedang girang menyemangati anak asuhnya, yah, itulah inem sang pengasuh.
“Beno bisa biii…!!! Teriak dari arah tengah lapangan tempat beno latihan, ini kali ke 10 nya beno latihan dan ternyata membuahkan hasil yang lumayan.
“sini sayang, hmmm… beno udah pinter sekarang naik sepedanya”
“Hehe”. Senyum manis beno dengan sedikit terlihat gigi-gigi kecilnya.
Sore itu jam menunjukan tepat jam 5 sore, tidak terasa inem, beno dan aku sudah 2 jam lebih berada di lapangan. “BENOOO udah sore pulang yuk” ajak bibi sembari memegang tangan anak asuhnya itu. “iya biii, tapi besok lagi yah bi inem” rayu beno yang masih setia menuntun sepeda roda 4 nya itu. “HEeM” jawab bibi singkat sambil tersenyum.
Sesampai di rumah, sahabatku beno menaruhku di tempat biasa, tempat yang tidak terlalu besar dan di dalamnya banyak teman-temanku, mobil, sepeda motor, dan sepeda buntut peningalan kakek dulu, sementara aku tepat berdiri gagah di belakang mobil berparas cantik berwarna silver, yah itulah GARASI tempat tinggalku.
Aku sangat senang karena hari-hari aku habiskan untuk bermain, tertawa dengan sahabat kecilku yang umurnya masih 4 tahunan.
Bila malam tiba, ingin rasanya malam cepat berganti pagi, agar aku bisa bertemu dengan sahabat kecilku lagi…
Bunyi kokokan ayam jantan milik tetangga sebeleh yang suaranya sampai ke rumah beno, menandakan bahwa sebentar lagi akan pagi, langit yang tadinya hitam pekat kini perlahan mulai memudar berganti menjadi warna biru muda dan awan putih yang berlarian kesana kemari mengikuti arah angin, sementara sang surya masih malu-malu memunculkan percikan-percikan sinar hangatnya pada semua mahluk yang berada di bawahnya.
Sret… srett… srettt… bunyi suara orang membuka pintu. perlahan-lahan terlihatlah sosok di balik pintu itu, ternyata beno sahabatku, dari kejauhan dia menoleh ke arahku sambil tersenyum ramah kepadaku, oh tuhan jika aku bisa bicara ingin rasanya ku katakan “selamat pagi sahabatku”, gumam diriku.
Pagi ini entah mengapa beno enggan menaikiku, aku perfikir “ada apa ini? Apa ada yang salah padaku?”. tiba-tiba di ambilah sebuah kain lap dan ember berisi busa yang wanggi, ternyata sahabat kecilku ingin memandikanku, dengan di bantu oleh inem baby sisternya. senangnya hatiku aku mendapatkan kasih sayang, perhatian dari sahabat kecilku yang bernama beno itu.
“Bibiii, enak yah bisa nyuci EMAN bareng-bareng, sekarang udah selesai bi, cape yah bi” keluh beno sejenak. Yah, itulah beno memanggilku dengan sebutan. EMAN.
“ya udah beno istirahat bibi mau masak dulu” jawab bibi dengan nafas ter enggah-enggah seperti kekurangan oksigen. “engga ahhh bi, beno mau jalan-jalan sama eman di halaman depan. “ya sudah, jangan jauh-jauh” jawab bibi singkat.
Beno akhirnya menaikiku berkeliling di halaman rumahanya yang cukup besar sambil barnyanyi kecil ungkapan senangnya menaikiku.
Tiba-tiba, entah apa yang beno pikirkan saat itu, dia mengayuhku keluar dari rumahnya menuju komplek padat yang banyak sekali teman-temanku berlalu-lalang kesana kemari, tapi ukuranya jauh melebihiku, ingin rasanya aku menyuruhnya untuk berbalik arah dan pulang, aku takut…
Sambil mengayuh dengan nafas terbata-bata, tiba-tiba dari arah belakang datang kijang hitam besar berbadan besi menyrempet kami, tubuh kecil beno terlemper ke pinggiran aspal kasar sementara aku ringsep terlindas kaki bundar besar kijang tersebut. Seketika orang-orang berlarian ke arah bocah malang itu, dan di bawalah ke rumah sakit terdekat, aku hanyalah benda mati dan tetaplah benda mati yang tidak bisa berbuat apa-apa, sedih memang.
Ya tuhan selamatkan sahabat kecilku itu, karena dia telah mengajariku banyak hal yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya, kasih sayang, cinta dan kesetiaan, aku sangat bersyukur mengenalnya, aku yang hanya sebongkah besi tua yang tidak berharga di rawatnya dengan penuh kasih sayang.
Kini masaku telah usai, tempatku bersama barang-barang bekas yang sedang mengantri untuk di leburkan. Pikiranku masi terbayang-bayang sahabat kecilku. “ya tuhan, aku rela jika memang perjalananku sampai di sini, tapi tolong selamatkan sahabatku, sembuhkanlah dia, jaga dia ya ALLAH” rintihku dalam hati…
Kini giliranku tiba untuk dijadikan barang baru yang lebih berguna nantinya. Jika nanti aku di buat kembali aku tidak akan menyesal dijadikan lagi menjadi SEPEDA.

Cinta Nya Bukan Untuk Ku

Aku memppunyai sahabat yang sering di panggil dita. Dia adalah sahabat terbaik ku walau sering berdebat. Di suatu waktu aku menyukai seorang cowok yang bernama rian. Dia adalah siswa yang terpintar dan sekelas dengan kami berdua, aku bilang pada dita kalau aku menyukai rian. hari demi hari aku sering memperhatikannya tapi ada perasaan yang menganjal di pikiranku saat aku bilang ke dita bahwa “Aku menyukai rian” aku lihat raut wajah yang tidak setuju itu.
Keesokan hari nya aku dan dita pergi ke sebuah tokoh buku dan sesampainya di sana aku dan dita bertemu dengan rian, betapa senang nya itu tapi sepertinya dita menyukai nya juga dan sesampai di rumah dita main ke rumah ku aku penasaran dengan perasaan dia ke rian lalu aku bertanya “dit jujur ya sama aku kamu suka ya sama rian?” tanya ku.
“en…gak, enggak kok” jawab dita
“kamu bohong dit sama aku pasti kamu menyukai nya” tanya ku lagi
“sebenarnya sebelum kamu menyukai dia aku sudah lebih dulu menyukai nya tapi setelah aku mendengar kamu berkata *Aku menyukai rian dit* aku mulai sadar rin kalau perasaan aku ke rian itu hanya lah mimpi dit” aku berpikir setelah percakapan kami tadi mengapa orang yang aku sukai sahabat ku juga menyukainya berat nya itu, menerima perkataan itu semua.
Hari pun terus berjalan akibat perbincangan itu persahabatan kami mulai renggang. Jam 09:30 waktu nya kami istirahat rian pun menhampiriku ternyata dia menanyakan dita “rin dita mana ngak sama kamu ya?” tanya nya
“ngak emang kenapa yan?” jawab ku.
“tolong ya rin sampaikan ke dita aku mau ketemuan di danau” jawabnya lagi
“iya yan” jawabku
Setelah jam istirahat aku berpikir Tuhan betapa sakit nya dengar perkataan orang yang aku cintai itu.
Setelah kami berbicara lalu aku menemui dita bahwa rian ingin kamu pergi ke danau, akhirnya aku pergi ke kelas, aku hanya bilang itu saja.
Bel pulang sekolah pun berbunyi dita bersiap-siap untuk pergi ke danau, aku pun berniat untuk mengikuti nya sesampai dia di sana rian telah menunggu nya lalu rian bilang bahwa dia menyukai dita rasa nya hatiku hancur saat mendengar itu semua, orang yang aku sukai malah menyukai sahabatku sendiri, air mata yang keluar dari mataku tak henti mengalir, aku yang melihat dari kejahuan. Dita menjawab iya untuk perasaanya rian dan mereka resmi jadian di depan mata ku sendiri. Aku tak percaya akan kata-kata yang aku dengar barusan, aku langsung pulang saat mendengar itu tangisanku tak henti, bagaimana sahabatku dapat menerima orang yang aku cintai.
Hubungan mereka sudah berjalan satu minggu aku masih belum dapat move on dari rian, sakit hatiku masih membekas dengan sahabat baik ku, dan hubungan ku dan dita tidak seperti dulu kami sudah tidak pernah berbicara lagi semenjak dita pacaran dengan rian.
Tuhan kapan aku dapat menerima semua kejadian yang tak pernah aku ingginkan dan hati yang sakit karena rian dan dita, semoga aku dapat melupakan sakit hati ku dan dapat menerima semua nya. Aku tau satu kata atau pun perhatian rian sedikit itu sangat berarti bagiku yang tak pernah mendapatkanya. Kenapa cinta tidak pernah memihakku. Aku sudah sedikit melupakan dia, tapi kenapa kalian mengigatkan ku ke dia. Aku ingin seperti bintang yang selalu indah untuk orang-orang yang disayangi nya. Kapan aku bisa seperti bintang saat orang yang aku sayangi menyayangiku. mungkin ini saat nya aku untuk pasrah atas semua ini. ingin sekali hidup seperti angin yang berhembus di malam hari begitu bersih dan pasrah nya membawa semua perasaan mereka. Air mata ku terus mengalir jika ingat tentang mereka yang begitu sakit nya. Aku ingin seperti air yang selalu mengalir tanpa harus memikirkan masalah mereka. kenapa perasaan yang dulu hilang sekarang datang lagi walau kami tidak sekelas.

Sajadah Terbang

“Anisa bangun” ibu membangunkan Anisa yang sedang tidur.
“shalat subuh dulu nak,” kata ibu.
“Iya bu,” Anisa bangun dan langsung beranjak ke kamar mandi untuk wudhu dan segera shalat subuh.
“hooaamm” Anisa menguap selesai shalat.
“aku ngantuk banget, aku tiduran sebentar ah” gumam Anisa yang masih lengkap memakai mukena mulai berbaring di atas sajadah. Dan beberapa saat kemudian dia tertidur.
Matanya terbuka. Terasa angin yang begitu kencang.
Matanya melihat ke bawah dan menemukan selembar sajadah didudukinya terbang di udara.
“ini kan sajadahku. Apa sajadahku ini ajaib. Woww..” gumamnya polos.
“aku mau jalan-jalan ahh” katanya dalam hati sambil senyum bahagia.
“sajadah ayo kita jalan-jalan” Anisa teriak bahagia.
Anisa dan sajadahnya pun terbang dengan penuh semangat.
“wow.. indahnya…” gumam Anisa.
“Anisa.. Anisa..” seseorang memanggilnya dari bawah.
“wah.. itu ibu. ibu.. ibu.. Anisa terbang” Anisa memanggil ibunya sambil melambaikan tangan penuh kebahagiaan.
“Anisa.. Anisa.. bangun sudah siang, kok tidur di sajadah sih” ibu membanggunkan.
Mata Anisa pun terbuka dan ternyata Anisa hanya bermimpi.
THE END

My First Love

Cinta sejati mendengar apa yang tidak dikatakan. Sebab cinta tidak datang dari bibir, lidah atau pikiran, melainkan hati.
DEAR DIARY
Aku ingin merasakan cinta yang sebenarnya Aku ingin merasakan cinta pertama itu… Yaitu cinta pertama yang selalu menjagaku… yang setia padaku, Cinta pertama yang akan abadi tanpa mengalami luka… di hati
By: Alika putri V
Dengan menulis di atas kertas buku diaryku. mataku terpejam sejenak, Tanpa disadari salah satu kertas diary itu terbang dibawa oleh angin tak tahu kemana arahnya. Seraya aku membuka mataku pelan, dan terkejut akan salah satu lembar diaryku yang baru saja aku tulis sedari tadi hilang entah kemana. “loh, kemana lembar diaryku yang baru saja aku tulis?” ujarku dengan bingung dan mencoba mencari. Tapi tak ketemu juga, aku pun pasrah akan itu. aku seraya merebahkan tubuhku di atas tempat tidurku.
Kertas diary yang dibawa oleh tiupan angin itu jatuh di atas muka lelaki yang sedang duduk di bangku dekat pohon mangga. “aw..” serunya dan mengambil kertas yang menutupi mukanya. “apa ini? seperti seperti kertas diary.” Ia membaca tulisan kertas itu “alika putri? mending aku simpan saja lah” ia meletakkan kertas diary itu ke dalam saku jaketnya.
Pagi telah tiba, matahari tampak memancarkan sinarnya di ufuk timur. Aku pun terbangun dari tidurku. Ku lihat bunda ku membuka jendela kamar ku “alika.. kamu sudah bangun sayang..? oh, ya.. bunda punya kabar baik buatmu” kata bunda padaku. “apa itu bun?” Tanya ku heran. Aku sungguh sedang menunggu jawaban dari bunda ku. Bunda melanjutkan “bunda sudah masukkan kamu di sekolah favorit, sayang” “maksud bunda itu SMAN TARUNA BAKTI?” tanyaku. “iya sayang” bunda mengangguk mantap padaku. “bunda serius kan? Bunda gak bohong kan?” “ngapain bunda harus bohong sama kamu sayang” aku pun merasa gembira mendengar ucapan dari bunda. Aku memeluk bundaku dengan mengucapkan “thanks for all mom. I love mom” dengan mencium pipi bundaku. “iya sayang” balas bundaku dengan tersenyum.
Keesokan harinya aku tampak bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah baru ku. Dengan memakai seragam baru, dengan atas baju putih menyertai jaket hitam dan bawahan rok mini berwarna coklat keemasan. Aku tampak siap dengan semangat 45 tuk pergi ke sekolah baru ku. aku mengambil ransel ku, dan segera berpamitan kepada bunda ku. “al, berangkat dulu bunda. Assalamualaikum” dengan mencium tangan bunda ku dan segera pergi ke sekolah.
Setelah beberapa menit akhirnya aku sampai sudah di sekolah baru ku. sampai di depan pintu gerbang, mata ku melihat sekeliling sekolah. Ternyata “wow” indahnya menakjubkan sekali. Kini tak disangka diriku bisa masuk di sekolah ini. Tiba-tiba murid-murid yang lain berlari-lari mendekati pintu pagar “ada apa sih?” Tanya ku tampak heran. Aku pun berbalik badan, dan aku melihat seseorang lelaki yang turun dari mobil mewahnya. Lelaki itu memakai kaca mata hitam keren dan berjalan seperti ke arah ku. aku menatapnya tampak tak jenuh dengan charmingnya. “wow, tampan banget lelaki itu. Gak heran semua cewek-cewek disini tergila-gila padanya.” Lelaki itu tampak mendekati ku, dan berkata “beautiful more” ucapannya ditujukan padaku. Aku kini tak menyangka dengan perkataannya itu. Sepertinya di hati ini ada rasa tak menentu entah kenapa aku bingung. Apa ini rasa cinta yang mekar di dalam dadaku. Sepertinya aku suka dengan lelaki itu. Lelaki itu melewatiku, seakan jantung ku berdetak menatapnya. “kira-kira siapakah dia?” tanyaku “dia adalah seorang anak menteri. Namanya ALVIN” ujar wanita yang ada di sebelahku. “oh, kamu sekelas dengan dia” tanyaku lagi “tidak. Dia baru kelas 1, oh ya.. kamu murid baru disini kan? Kenalin nama ku vinda. Aku anak kelas 11 – IPA 2, kalo kamu?” gumamnya. “aku alika Panggil saja aku al, aku anak baru di kelas 1″ kata ku. “oh, anak baru ya? Mungkin saja kita bisa jadi temen akrab” balasnya dengan senyuman. Aku pun mengangguk mantap “boleh saja” gumam ku.
Bel pun berbunyi “teng.. teng.. teng” tanda masuk kelas. Aku pun segera mengambil langkah 1000 untuk masuk ke kelas. Kini aku masuk di kelas 10 – 2, sebelum itu aku memperkenalkan diri ku kepada murid-murid dikelasku. “perkenalkan nama saya ALIKA PUTRI VERONICA panggil saja aku AL. Saya pindahan dari kota Surabaya, semoga saja teman-teman bisa menerima kehadiran ku disini. Terima kasih” ujar ku perkenalkan diri ku. “alika! Kamu duduk di sebelah Alvin saja iya?” bu guru menyuruh ku. aku pun duduk di dekat Alvin, tak ku sangka kini aku duduk di sebelah lelaki tampan itu.
Setelah pelajaran berlangsung istirahat pun tiba. Aku pergi ke kantin dengan membawa bekal ku. saat itu aku lihat kerumunan para cewek berlari ke arah ku. aku pun berusaha menghindar dari mereka tetapi apa daya tak bisa. Para cewek itu menabrak ku dan aku pun terjatuh. Apa lagi bekal ku nasinya berceceran di atas lantai. Aku memilih nasi yang berceceran itu dan diletakkan ke tempatnya. Seorang lelaki tampak menolongku, aku pun menoleh ke arahnya. Ternyata yang dilihat oleh ku dialah Alvin lelaki pujaan ku. “kamu tidak apa-apa” gumamnya padaku “gak apa-apa, makasih ya udah nolongin aku” senyum ku padanya. “maaf ya?” ujarnya “loh, ngapain harus minta maaf? Kamu gak salah apa-apa kok” “aku yang salah. Soalnya para kerumunan cewek itu berlari yang berusaha mendekati ku. dan menabrak mu hingga kamu jatuh seperti ini. Dan nasi mu berceceran seperti ini. Membuat mu tak bisa makan. Sekali lagi maaf?” aku terdiam tak membalasnya sebenarnya aku tahu ini semua memang salah dia. Memang dia yang membuat para cewek itu berlari berusaha mendekatinya “kok malah diam saja sih?” ketus Alvin lagi padaku. “oh, maaf. Iya aku maafin kamu” ujar ku dengan nada gugup. “thanks. Aku akan tanggung jawab untuk ini. Aku akan mengajak mu ke sebuah restoran mewah. Untuk menggantikan makanan mu yang jatuh itu. Aku mohon kamu tak menolaknya” “baik. Kalo begitu, tapi kamu yang meminta ku untuk makan disana. Sebenarnya aku gak mau ngerepotin kamu. Tapi kamu yang maksa aku” ketus ku. “iya al, pokoknya semua makanan yang kamu pesan aku traktir. Pulang sekolah nanti aku tunggu kamu di depan pintu gerbang, oke?” Alvin mencolek hidung ku dan memberi ku senyuman manisnya.
Saat jam pulang pun tiba, jam paling aku tunggu untuk berduaan lunch dengannya. Dengan gembira aku menuju arah depan gerbang ku. aku melihat Alvin yang menunggu ku disana, aku pun menghampirinya. “hai Alvin?” sapa ku, alvin hanya membalas dengan senyuman manisnya. Dan saat itu datanglah juga seorang wanita dia adalah vinda teman baru ku. “sekarang semua sudah berkumpul. Sekarang kita berangkat saja, hayooo” seru Alvin. “tunggu!” aku memberhentikan langkah mereka. Aku menunjuk ke arah vinda, “oh. Ini pacarku namanya vinda” kata Alvin padaku. Aku mendengarnya serasa kecewa. “ehmm.. ngapain diam disini kamu al? ayo masuk..!” Alvin mempersilahkan aku untuk masuk ke mobilnya. Kemudian aku pun masuk ke dalam mobil Alvin. Akhirnya kita pun berangkat.
Sesampai di tengah jalan, mata ku selalu tertuju pada Alvin dan vinda mereka terlihat bermesraan di depan ku. hati ini merasa pedih melihatnya. Semakin lama aku pun tak tahan melihatnya, akhirnya aku pun memberhentikan mobil “stooop..!!!” Alvin pun mengerem seketika dan mobil pun berhenti juga. “ada apa al?” Tanya vinda pada ku “aku mau turun disini saja” ketus ku. “loh? kenapa al? ini kan belum sampai restoran? Bukannya Alvin ngajak kamu lunch bareng kita” kata vinda pada ku. “gak usah deh, gak perlu. Aku juga bisa makan di rumah. Dari pada aku ganggu kalian, mending aku turun disini saja” jelas ku “terus kamu mau naik apa? Buat pulang..” Tanya vinda “aku bisa naik angkot kok.” Ketus ku lagi dan membuka pintu mobil, segera aku keluar dari mobil dan menaiki angkot yang berhenti. “alika! tunggu..” seru vinda “sudah lah vinda. Kita lunch saja sekarang.” Kata Alvin “tapi gimana dengan alika?” “soal itu biar aku yang urusin semua” vinda mengangguk mengerti. Mereka berdua pun melanjutkan perjalanannya.
Angkot itu pun berhenti di depan rumahku, akupun turun dari angkot dan segera membayarnya. Ku membuka pintu rumah dan segera menuju kamar ku tanpa bersalaman dengan bunda ku. di kamar aku pun menutup pintu dan merebahkan tubuh ku di atas kasur. Aku pun menangis mengingat kejadian yang tadi. Aku mengambil diary ku, aku membuka diary dan mencari lembaran yang kosong yang ingin ku tulis. Ku ambil pena ku dan perlahan aku tulis curahan hati ini di diary..
Dear Diary,
Hari ini adalah rasa bahagia ku dan rasa kekecewaan ku. saat itu ku bertemu pangeran impian ku. saat itu juga aku bertemu teman baru ku. dan di saat itu juga ku mulai merasakan apa itu cinta. Mungkin ini adalah jawaban dari tuhan untuk ku. aku bisa merasakan cinta pertama itu.. mungkin kebahagiaan itu hanya sesaat saja. Pangeran impianku itu ternyata telah mempunyai Pasangannya.. saat aku dengar dia bersama teman baru ku. hati ini merasa kecewa.. hati ini juga mengalami luka.. mungkin dia bukan jodoh ku, kini aku harus bisa melupakannya..
By: Alika Putri
Aku pun menetes kan air mata ku dan menutup diary ku. sambil ku tatap bintang di langit. Ku berkata “bulan.. bintang.. aku ingin dirinya, dan aku sungguh mencintainya. Angin.. tolong sampaikan rindu ku ini padanya” sejenak aku pun menutup mataku. Saat itu juga angin bertiup kencang..
Saat itu Alvin juga menatap langit di balkon kamarnya. Ia membuka selembar kertas diary yang ia temukan kemarin. Dengan membaca diary itu, “al, aku tau kau ingin merasakan cinta itu. Aku akan tunjukkan cinta itu seperti apa” kata Alvin. Angin pun bertiup kencang ke arah Alvin, Alvin seperti melihat wajah alika di langit itu. “kenapa jadi teringat dengan alika gini aku? Sepertinya dia kangen sama aku.” Ia menghela nafas “aku juga kangen sama kamu al” ujar Alvin. Aku membuka mataku dan kaget “di mimpiku sepertinya Alvin juga rindu padaku” aku tersenyum.
Aku merebahkan tubuhku di kasur ku. perlahan aku pun memejamkan mataku..
Aku tak tau aku berada dimana kini. Sepertinya aku berada di suatu tempat seperti taman surga yang indah. Disana aku memakai gaun seperti seorang putri. Dari arah sana aku melihat Alvin yang sedang berjalan dia seperti seorang pangeran. Dia berjalan ke arahku dan dia menghampiriku. Dia memegang tanganku dan berkata “al, aku sayang sama kamu. Aku gak mau kehilangan kamu. Sungguh aku tak bisa hidup tanpamu. Kamu adalah milikku selamanya. I LOVE YOU alika!” Alvin mencium tanganku. “aku juga sayang sama kamu. Aku juga gak mau kehilangan kamu. Dan aku pun juga ingin menjadi milikmu selamanya. LOVE YOU TOO Alvin!” balasku. Tiba-tiba vinda datang, “tega kamu Alvin. Kamu telah mengkhianati cintaku. Dan kamu alika, kamu telah nusuk aku dari belakang. Teman macam apa kamu!” vinda marah padaku. “TIDAKK..!!” teriakku, akupun terbangun dari tidurku. Ternyata itu hanya mimpiku saja. “duuh.. kenapa sih, aku gak bisa ngelupain Alvin? KENAPAAA!!” aku kesal. Bunda membuka pintu kamarku “sayang, kamu kenapa?” Tanya bunda. “gak apa-apa bun” jawab alika. “kamu mimpi buruk ya sayang?” “iya bun. Mimpi alika gak enak” “ya sudah. Kamu sholat dulu sana! Biar hati kamu tenang” bunda mengingatkan ku. “iya bun”
Aku segera mengambil wudhu dan mukena dan segera aku sholat subuh. Dengan seraya aku berdoa “ya allah.. aku sungguh mencintainya. Aku ingin menjadi miliknya. Tapi bila engkau tak mengizinkan ku untuk tak bersamanya tolong jauhkan lah dia dariku. Tetapi bila dia adalah jodohku izinkanlah aku untuk mencintainya” selesai aku sholat. Aku segera mempersiapkan diri terlebih dahulu untuk pergi ke sekolah. Pukul telah menunjukkan 06.30 pagi. Aku segera bersiap untuk berangkat ke sekolah.
Sesampai di sekolah, aku menuju ke kelasku. Hampir sampai aku ke kelas, aku tertabrak oleh Alvin. Hampir saja aku terjatuh, Alvin menolongku Aku terjatuh di pelukan Alvin. Segera aku melepas dari pelukannya “makasih” aku melangkah kan kakiku untuk menghindarinya. “tunggu!” alvin memegang tangan ku dan aku pun memberhentikan langkahku. Aku berbalik badan “apa lagi” ujarku “nih, ada sandwich untukmu. Ini aku buat sendiri, mungkin ini cukup untuk menggantikan makananmu kemarin. Aku harap kamu menyukainya. Tolong terimalah ini” alvin memberiku kotak makanan yang berisi sandwich. Aku menerimanya “makasih” aku berbalik badan dan dengan langkah cepat aku pergi dari sana. Belum sempat aku ke kelas, aku menengok ke arah kelas vinda di 11-IPA2. Aku melihat vinda yang lagi menangis dengan memegang sebuah foto di tangannya. Aku menghampirinya perlahan dan duduk di sampingnya “vinda, kenapa dengan dirimu? Kau begitu sedih begini” kataku “al, aku sama alvin sudah putus kemarin” ujar vinda dengan menahan tangisannya “hah, putus? Kenapa bisa putus sih?” aku sedikit tak menyangka “alvin mutusin aku karena dia telah mencintai wanita lain. Dia bilang kalau dia menganggap ku sebagai kakaknya saja. Gak lebih dari itu. Aku merasa sedih dan kecewa mendengarnya” vinda menjelaskan. “kenapa alvin setega itu?. Kira-kira siapa wanita yang dia cintai?” tanyaku lagi “aku tak tau. Tapi ya tak apalah! Mungkin aku bisa menerimanya. Aku harap dia bisa mendapatkan wanita itu. Dan dia bisa bahagia dengannya” gumam vinda dengan menghapus air matanya. Aku berpikir, siapakah gerangan wanita yang alvin cintai? Mungkinkah dia akan mencintaiku? Atau mungkin dia mencintai orang lain selain aku? Ya tuhan.. semoga inilah jawaban darimu. Aku masih bisa ada kesempatan untuk memilikinya. Tapi disisi lain dia adalah mantan vinda. Aku juga tak mau melukai dan menghianati vinda. Ya tuhan.. apa yang harus aku lakukan?. Aku tercengang “alika! Alika!” vinda memanggilku dan segera aku tersadar “eh.. egh.. iya apa?” jawabku gugup. “kau kenapa? Sepertinya kau bengong saja dari tadi. Kau lagi mikirin apa al?” tanya vinda padaku “aku tak apa. Aku balik ke kelas dulu iya?” aku segera bangun dari tempat dudukku dan kembali ke kelas.
Saat ini adalah pemilihan ekstrakulikuler di sekolah ku. terdapat bermacam-macam pilihan ekskul untuk dipilih, diantaranya ada ekskul sepak bola, basket, bulu tangkis, voli, marcingband, seni tari, seni musik, seni drama, dan fotografi. Aku memilih ekskul klub seni drama, ini karena ada alasan tersendiri aku memilih ekskul itu. Karena selain aku suka ber-acting, ruang seni drama juga berdekatan dengan ruang ekskul yang alvin pilih yaitu fotografi. Selain itu aku juga bisa melihat alvin dari dekat.
“anak-anak.. sekarang tema drama kita kali ini adalah ROMEO AND JULIET. Dan untuk peran utama yang menjadi JULIET itu adalah ALIKA. Dan kenapa saya memilih alika? Karena dia sangat pintar dalam berbahasa inggris. Dan untuk yang menjadi ROMEO saya pilih OSKAR” bu heni guru pemimpin drama menjelaskan. Hari demi hari pementasan drama akan dilaksanakan. Waktu itu aku latihan drama, aku melihat alvin yang sedang mengecat ruangan drama itu. “alvin!” panggil bu heni “iya bu?” jawab alvin. “tolong kamu gantikan pemeran ROMEO saat ini” pinta bu heni “baik bu” alvin segera memakai kostum ROMEO. Kita pun bermain dengan penuh penjiwaan acting. Tiba-tiba tak sengaja aku menginjak sesuatu di kaki ku. hampir saja aku terjatuh, untung saja alvin segera menolongku. Aku pun terjatuh di pelukkan alvin. Alvin dan aku saling menatap mata “sudah! Jangan menatap terlalu lama” cegah bu heni. Aku segera melepaskan diri dari pelukan alvin “maaf bu” seruku.
Pementasan drama berakhir sudah, dan klub drama sekolah ku mendapatkan nilai yang terbaik. Aku pun juga bangga dengan diriku sendiri, aku bisa membanggakan sekolah. Juga tak kalah dengan alvin, dia mendapat juara 1 di ajang lomba fotografi tingkat nasional dan ia juga mendapatkan juara 3 di ajang lomba basket tingkat nasional. Dan 2 minggu lagi ada lomba pementasan marcingband tingkat nasional dan sekolahku juga ikut berpartisipasi dalam lomba ini.
Saat itu aku berada di kantin, tiba-tiba bu heni menghampiri ku yang lagi menikmati makan “alika! Ibu mau bicara dengan mu” “bicara apa bu?” tanyaku penasaran. “begini, kamu tahu sendiri mayoret marcingband kita lagi ada di singapura. Apalagi kamu tahu jika perlombaan sekaligus pementasan marcingband tingkat nasional akan diadakan 2 minggu lagi. Jadi ibu minta kamu yang menggantikan mayoret marcingband sekolah. Karena ibu lihat kamu cukup mahir dalam permainan tongkat itu. Ibu mau kau tak menolak tawaran ibu” bu heni menjelaskan “saya jadi mayoret marcingband bu?” “iya al. kamu mau iya?” “iya sudah. Jika ibu yang meminta saya, saya bersedia untuk jadi mayoret” kata ku. “terima kasih al. ibu sangat berharap pada mu. Ibu pergi dulu” bu heni melangkah pergi. Aku harus bisa menjadi mayoret, aku tak boleh ke menyerah. Aku harus banyak berlatih agar akhirnya aku bisa membanggakan sekolah, batinku.
Saat itu juga aku terus dan terus berlatih bagaimana menjadi mayoret yang baik. Hari ini kedatangan murid baru, ia adalah saudara alvin. Namanya VINO anak kelas 10 – 1. Ia sama tampannya dengan alvin, anak-anak cewek juga banyak yang menyukainya. Tapi aku tak sama sekali tertarik padanya. Bagiku dia biasa saja masih jagonya alvin pangeran impianku. Saat itu aku latihan marcingband di lapangan sekolah. Juga bersamaan alvin dan saudaranya tampak mereka sedang bermain basket. “alvin dia tampak cantik sekali. Siapakah namanya?” tanya vino matanya tertuju padaku “dia alika. Teman sekelas ku juga teman sebangku ku” jawab alvin. “oh, bagus dong. Jadi aku bisa mendekatinya” “tentu saja. Kau begitu suka padanya? “iya begitulah. Dia putri pujaanku” vino tersenyum menatapku.
Setelah 2 minggu kemudian, tibalah acara perlombaan sekaligus pementasan marcingband tingkat nasional. Aku tampak berada di depan begitu memimpin barisan. Dengan trick-trick permainan tongkat ku dan tersenyum begitu bersemangat. “alvin sepertinya aku tak mau pindah dari sini” gumam vino “kau sudah beberapa kali mengatakan itu” alvin tersenyum.
Hari esok di sekolah pada saat jam istirahat aku menemukan sepucuk surat di atas mejaku. Aku mengambilnya dan membuka, ku baca surat itu…
Dear ALIKA P.V
Ku tunggu kehadiran mu di balkon sekarang. Ada yang ingin ku katakan padamu.
From: ?
Di dalam fikiran ku surat ini mungkin dari alvin. Aku segera berlari menuju balkon sekolah. Disana aku tak bertemu dengan alvin melainkan aku bertemu dengan vino. “hai alika. Akhirnya kau datang juga!” sambut vino pada ku “surat ini dari mu?” tanyaku “iya surat itu dariku. Ada yang ingin aku katakan pada mu” lanjut vino “apa itu?” tanyaku “aku menyukaimu. Maukah kamu menjadi pacarku?” vino menembak ku. aku terdiam tak berkata apapun itu. “kenapa kau tak jawab?” “aku… aku…” ku ragu-ragu menjawabnya “jika kau tak menjawab itu. Aku fikir kau mau menjadi pacarku” gumam vino ia mencium tangan ku. sebenarnya dari balik tembok ternyata Alvin menguping pembicaraan aku dan vino. Ia merasa sangat sedih “ya tuhan.. aku ingin dia menjadi milikku. Aku ingin dirimu tau al, jika aku juga menyukaimu” dengan meteskan air matanya.
Malam hari aku tak bisa tidur saat itu, aku memikirkan alvin juga vino. “apa yang harus aku lakukan? Aku suka sama alvin tetapi di sisi lain vino juga menyukaiku” ujarku. Setiap hari vino selalu mengantar dan menjemput ku ke sekolah. Hari itu adalah hari minggu, aku, vino, juga alvin bersantai dan menghabiskan waktu liburan di puncak. Aku duduk di tepi kolam dan vino mendekati ku. ia bermain gitar sambil menyanyikan lagu untuk ku. tetapi mataku terus tertuju pada alvin yang sedang memotret pemandangan alam. Aku mencoba berdiri dan ingin menghampiri alvin disana. Selangkah lagi ku berjalan, aku terjatuh “aww!” rintihku. Alvin dan vino segera menghampiriku “kamu tidak apa-apa al?” tanya vino. Aku hanya menggeleng “ya sudah, biar sini aku gendong dirimu” seru vino. Ia menggendong ku “akan ku bawakan tas mu” alvin membawakan tasku.
Malam hari tiba aku dan teman-teman bercanda ria. Belum sempat aku ikut menghibur, vino tiba-tiba menciumku. Alvin seperti melihatku dengan sedikit cemburu begitu. Aku hanya terdiam saat itu, pada waktu aku diantar pulang oleh vino. Sampai di rumah ku aku berkata “mulai besok kamu jangan mengantar dan menjemput ku lagi” “loh, kenapa? Apa kamu marah gara-gara aku menciummu tadi?” tanya vino “lupakan itu!” ketusku “kenapa begitu? Padahal aku ini pacarmu” gumam vino “kapan aku menjawab pertanyaan mu waktu kau menembak ku? padahal aku hanya diam saja. Bukan berarti aku mau. Karena hanya ada 1 orang di hati ku” aku berbalik badan dan memasuki rumah “alika! Siapa orang yang kau cintai itu? Siapa al?!” teriak vino namun aku tak mendengarkan teriakan vino. “alvin! Aku harap kau tak menyukai ALIKA. Karena dia yang telah membuat ku sakit hati. Aku harap kau tau itu” ujar vino kepada alvin “aku tau itu” singkat alvin dengan menunudukkan kepalanya.
2 tahun kemudian, SMAN TARUNA BAKTI merayakan murid-murid kelas 3 yang telah lulus UN. Begitu pun aku merasa bahagia saat ini. Rencana ku aku ingin menyatakan perasaan ku saat ini pada alvin. Saat itu aku tahu alvin berada di tempat kolam renang sekolah dan segera aku menghampirinya. Sesampai disana tampak ku lihat alvin sedang memotret pemandangan. Aku menghampiri dia “ada apa al?” seru alvin padaku “alvin! Ada yang ingin aku katakan padamu” kataku gugup “apa itu?” tanya alvin. Aku menghela nafasku dan sedikit memberanikan diri berkata “sebenarnya sejak dari dulu, saat pertama kali aku menginjakkan kaki ku di sekolah ini aku menyukai dirimu. Dan saat itu aku tahu dirimu pacar vinda, mungkin aku bisa menerima itu. Walau rasa kecewa di hati, dan saat itu juga aku tahu kau putus dengan vinda. Diriku mungkin berfikir bahwa aku masih ada kesempatan untuk bersamamu. Apalagi saat latihan pementasan drama itu, aku terjatuh dan kau yang memapahku. Aku telah menyembunyikan perasaanku ini dan tak bisa ku pungkiri jika aku mencintaimu. Aku hanya ingin berkata ini padamu alvin” jelasku “kau mencintaiku? Tapi aku telah ada yang punya al” jawab alvin. Ku mendengarnya merasa sangat kecewa “siapa dia?” tanyaku balik “dia vinda. Aku telah balikan dengannya. Dulu ku juga menyukaimu tapi karena kau telah bersama vino. Ku fikir cinta ini gak ada artinya. Dan aku baru jadian dengan vinda seminggu yang lalu. Maafkan aku alika!” gumam alvin lagi “oh begitu! Tak apalah. Aku bisa menerima itu semua. Yang penting sekarang aku lega karena aku telah menyatakan perasaanku ini. dan semoga kau bahagia bersama vinda” gumamku. Aku berbalik badan sambil tak berhenti menangis “al! kau tak apa?” seru alvin padaku, aku menggelengkan kepalaku.
Sampai malam hari aku tak berhenti untuk menangis, selalu ku teringat masa-masa lalu di sekolah dan disaat aku merasakan cinta dan kecewa itu. Dan sama halnya dengan alvin, ia membuka diarynya. Di dalamnya itu terdapat foto-fotoku dan selembar kertas diaryku. Dan malam itu juga menghampiri rumahku, ia meletakkan diarynya di depan rumahku. “semoga kau tahu apa yang aku rasakan selama ini padamu?” ujarnya. Ia segera pergi dari sana.
10 tahun kemudian, aku kini telah sukses dengan meraih cita-citaku menjadi seorang penulis dan designer ternama di seluruh dunia. Saat itu aku menghadiri acara TV, “bagaimana alika? Kau bisa menjadi seorang yang sukses begini” tanya presenter tersebut padaku “karena dukungan orangtua dan keluarga, juga usaha dan berdoa. Dan berawal karena cinta dan selalu bersemangat untuk belajar dan mencari tahu” jawabku “alika! Masihkah kau ingat dengan diary ini? Dan kita akan pertemukan sang pemilik diary ini sekarang. Yaitu adalah PUTRA ALVIAN!” seru sang presenter. Aku menoleh ke arah belakang dan ternyata dia adalah alvin. Lelaki impianku, alvin membawa buket bunga untukku. “ini untukku?” tanyaku “iya ini untukmu” jawab alvin. Aku menerima bunganya “makasih” balasku lagi. “ehmm.. silahkan kalian duduk” kata presenter kembali. Aku dan alvin duduk, “sekarang apa yang ingin kau katakan alika pada alvin?” kata presenter itu “alvin! Aku mau nanya. Apakah?… kau telah punya partner?” tanyaku pada alvin “aku… aku… aku… aku… aku… lagi menunggu.. seseorang yang sedari dulu dia telah mencintaiku. Saat ia baru saja menginjakkan kakinya di SMAN TARUNA BAKTI” ujar alvin. Aku seraya menangis dan tersenyum. “alika! I LOVE YOU! Kau mau jadi pacarku juga sekaligus menjadi pendamping hidupku selamanya?” gumam alvin “I LOVE YOU TOO! Alvin! Aku mau menjadi pacarmu juga sekaligus menjadi pendamping hidupmu untuk selamanya” balasku. Alvin memelukku dan saat itu juga aku dan alvin menikah dan hidup bahagia selamanya.
THE END